MENYOAL PENGGOLONGAN UKT, Mahasiswa kurang Update atau Transparansi Tersendat?
MENYOAL
PENGGOLONGAN UKT,
Mahasiswa kurang Update
atau Transparansi Tersendat?
Opini
oleh Fitri Aya
Uang Kuliah
Tunggal atau biasa disebut dengan UKT, kembali menjadi kontroversi dikalangan mahasiswa baru. Pada
umumnya UKT dikenakanberdasarkan cara pengelompokan atau penggolongan sesuai
dengan kondisi ekonomi mahasiswa. Mahasiswa yang kurang mampu mendapat golongan
UKT yang lebih rendah dari mahasiswa yang mampu. Penggolongan
UKT memang harus dilakukan untuk menentukan dana yang dikeluarkan oleh
mahasiswa setiap semesternya, yaitu dengan membebankan biaya kuliah
sesuai dengan penghasilan dan kondisi keluarganya.
Penentuan atau
pengelompokan UKT sudah diatur dalamKeputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 211 tahun 2018
tentang Uang Kuliah Tunggal Pada Perguruan Tinggi Keagamaan Negeri di
Kementerian Agama Tahun Akademik 2018-2019 yang memutuskan bahwa beberapa
kelompok ditentukan berdasarkan kemampuan ekonomi mahasiswa, orang tua
mahasiswa, atau pihak lain yang membiayainya.
Akan tetapi, peraturan
tersebut bukan satu-satunya tolak ukur dalam mengambil keputusan atau kebijakan
tiap-tiap Perguruan Tinggi dalam mengelompokkan UKT. Sebab pada kenyataannya tidak
banyak dari mahasiswa yang mengetahui bahwa pengelompokan UKT tidak hanya dari
penghasilan orang tua. Namun, salah satunya sesuai dengan nilai atau akreditasi dari setiap jurusan yang dipilih. Apabila jurusan yang
dipilih memiliki akreditas tinggi, dan membutuhkan lebih banyak praktikum, maka
akan mempengaruhi bilangan UKT pada setiap semesternya.
Selain itu, menurut pengakuan dari salah satu sumber,
bahwasannya pada tahun 2018 ini di
IAIN Ponorogo pengelompokkan UKT tidak hanya dari dua hal tersebut. Tetapi, juga
dari jalur masuk yang dipilih, serta tidak dipergunakannya UKT 2.Apabila
mahasiswa masuk melalui jalur SPAN-PTKIN sudah pasti mendapatkan UKT yang lebih
rendah yaitu di UKT 3, UM-PTKIN di UKT 4, dan Mandiri di UKT 5. Pemberlakuan
ini diterapkan untuk mengukur tingkat keseriusan mahasiswa ketika memutuskan
untuk belajar di kampus ini (IAIN Ponorogo).
Lantas, bagaimana
nasib mahasiswa baru jalur UM-PTKIN dan Mandiri yang
mendapatkan UKT yang lebih tinggi, dari keluarga yang kurang mampu? Dengan
pemberlakuan tingkatan UKT yang didasarkan pada jalur masuk mahasiswa, tentu
hal ini menjadi kejutan tersendiri bagi mereka yang belum mengetahui. Selebihnya
bagi mereka yang secara ekonomi tergolong kurang mampu dan luput dari bantuan
bidikmisi ataupun UKT 1. Serta tidak diberlakukannya UKT 2, mungkin dianggap
biasa bagi para birokrat. Karena melihat kebutuhan atau fasilitas publik untuk
pemenuhan kebutuhan mahasiswa yang semakin meningkat. Akan tetapi, bagi para
mahasiswa masalah ini dianggap masalah besar. Meskipun pihak kampus sebenarnya
telah memberikan fasilitas khusus kepada mahasiswa yang ingin mendapatkan
bantuan, atau keringanan biaya kuliah (UKT). Dengan mengajukan beberapa
persyaratan yang telah menjadi keputusan kampus.
Diakui atau
tidak, kesempatan emas ini (keringanan) tidak terangkat ke publik secara gamblang. Buktinya,
tidak disosialisasikan di web Penerimaan Mahasiswa Baru (pmb.iainponorogo.ac.id.).
Akibatnya, tidak banyak mahasiswa yang mengetahui akan hal itu. Lalu, siapa
yang seharusnya disalahkan? Mahasiswa yang kurang update
dalam mencari informasi
atau kurangnya transparansi
dari pihak kampus?
Melihat
keadaan seperti ini, sangat disayangkan karena banyak mahasiswa yang tidak
mengetahui teknis pengelompokan UKT. Karena, pengelompokan UKT hanya berbentuk
tabel tanpa keterangan. Selain itu, berbagai pertanyaan akan timbul dibenak
mahasiwa baru, setelah melihat kenaikan UKT di tahun akademik 2018 yang berbeda
dari tahun sebelumnya. Lalu apakah pentingnya menyertakan penghasilan orang tua di formulir
pendaftaran? Serta, bagaimana cara mengajukan bantuan
untuk mengurangi dana UKT bagi mahasiswa yang kurang mampu dari segi ekonomi?
Pentingnya memberikan
informasi yang lebih jelas mengenai dua permasalahan ini, untuk menjawab
pertanyaan dari mahasiswa perlu dilakukan. Demi mewujudkan keadilan kepada
setiap mahasiswa dan tidak menimbulkan pertanyaan yang berkelanjutan.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.