#SayaDonasiBuku: KRITIK HALUS TERHADAP PENYEDIAAN KOLEKSI PERPUSTAKAAN
Opini oleh Adzka Haniina
Buku, tak bisa
dipungkiri merupakan salah satu komponen yang penting bagi mahasiswa dalam
proses mengais ilmu di perguruan tinggi. Sebagai referensi yang terpercaya,
buku adalah kebutuhan primer mahasiswa saat menggarap tugas-tugasnya. Mulai
tugas harian seperti resume dan makalah, hingga tugas akhir berupa
skripsi. Tak heran, perhatian mahasiswa terhadap buku sangatlah tinggi.
Terlebih yang ada di kalangan
Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI). Baru-baru ini, banyak disebar broadcast
yang bertajuk #sayadonasibuku2018. Broadcast tersebut menjelaskan,
bahwa program ini diprakarsai oleh kelas Ekonomi Syariah-B yang selanjutnya
dijuliki ES-Berdaya. Ajakan tersebut ditujukan kepada seluruh mahasiswa/dosen
IAIN Ponorogo, tapi lebih diutamakan pada FEBI.
Program ini menggunakan
momentum Ramadhan dan mengajak civitas akademika untuk turut beramal jariyah.
Karena buku yang didonasikan akan disalurkan kepada kampus, sehingga dapat
bermanfaat dan mengalirkan pahala yang berkelanjutan bagi donatur. Berselang
dari 4-11 Juni 2018, bagi yang berminat donasi diarahkan untuk mengumpulkannya
di Febi Mart, Kampus II. Agenda ini
turut didukung dan disambut baik jajaran Dekan dan Dosen FEBI. Bahkan
dianjurkan pula bagi setiap kelas FEBI untuk berpartisipasi.
Dari gerakan ini dapat
dilihat mahasiswa berantusias membantu Perpustakaan untuk melengkapi persediaan
buku. Apresiasi patut diberikan pada ES-Berdaya. Sebagai mahasiswa, mereka tak
hanya menuntut fasilitas kampus, tapi juga membantu untuk melengkapinya. Namun,
program #SayaDonasiBuku ini juga menyiratkan satu poin penting:
mahasiswa merasa bahwa penyediaan buku oleh kampus belum ‘memadai’.
Hal itu diamini oleh
Dias, founder #SayaDonasiBuku. Ia membenarkan, salah satu alasan yang
melatarbelakangi aksi ini adalah sulitnya mencari referensi mengenai Ekonomi
Islam. "FEBI kan fakultas baru, bukunya terbatas, jadi kita rebutan.
Makanya kita dari ES-B nggak hanya mengkritik, tapi juga memberi solusi," tutur mahasiswa semester 6 ini.
Padahal, sudah
merupakan kewajiban kampus untuk memenuhi kebutuhan mahasiswa, termasuk buku
sebagai sarana yang vital bagi pendidikan kampus. Satu tahun bergelar Institut
telah berlalu, namun sudah menjadi rahasia umum bila Perpustakaan belum dapat
menjadi rujukan yang menjanjikan bagi sebagian besar mahasiswa.
Belum lama ini, petugas
Perpustakaan mengakui bahwasanya denda yang dikenakan pada mahasiswa yang
terlambat mengembalikan buku salah satunya dapat digunakan untuk membeli buku
baru bagi Perpustakaan jika mahasiswa/dosen yang membutuhkan. Namun, haruskah
penambahan buku dilakukan hanya jika ada yang membutuhkan? Seharusnya
Perpustakaan memperkaya koleksi buku demi mengikuti perkembangan kampus,
terlebih alih status menjadi IAIN. Alih status yang diikuti dengan pembaharuan
materi, dan tentu membutuhkan lebih banyak buku referensi.
Program #SayaDonasiBuku
sekaligus memancing beberapa kesangsian mengenai buku di Perpustakaan. Bagaimana
kelengkapan koleksinya, sudahkah setara dengan standar IAIN? Sudahkah kebutuhan
intelektual mahasiswa terpenuhi? Sedangkan dana untuk keperluan sarana sudah
disediakan setiap tahunnya dari Negara. Kegiatan donasi buku tetap menjadi hal
yang patut diapresiasi, namun ketika Perpustakaan sebagai lembaga yang
bertanggungjawab tidak atau belum maksimal dalam pengadaan buku, hal itu patut
menjadi bahan evaluasi bersama.
This comment has been removed by the author.
ReplyDelete