Kesadaran Pendidikan Minim, SMK 1 PEMDA Pudak Tak Banyak Dilirik
(Foto: dokumentasi kelompok 4)
Opini oleh: Salsabila
“Hal
utama yang membedakan adalah kualitas manusianya. Jika memang kualitasnya baik
dan mendapat pendidikan terbaik, tentunya hasil yang diperoleh akan menjadi maksimal.”
(Josephine Winda)
SMK 1 PEMDA di Desa
Tambang menjadi SMK pertama dan satu-satunya yang berdiri di Kecamatan Pudak.
SMK 1 PEMDA Pudak baru beroperasi kurang lebih satu tahun lamanya. Sekolah ini
pun baru menyediakan satu program kejuruan saja, yakni Agribisnis Ternak
Ruminansi. Uniknya, adanya program tersebut tak lepas dari latar belakang masyarakat
setempat yang 80% berprofesi sebagai peternak sapi perah.
Terdapat hal yang membedakan SMK 1 PEMDA Pudak
dibandingkan sekolah kejuruan lainnya. SMK 1 PEMDA Pudak tidak mematok pungutan biaya
bagi siswa yang bersekolah di sini. Sebagai gantinya, siswa diminta menyetorkan kotoran sapi yang sangat mudah mereka dapatkan di lingkungannya.
Kotoran sapi ini kemudian akan diolah
menjadi pupuk guna meminimalisir pencemaran. Lebih lanjut, pupuk akan dikemas dan dipasarkan. Kemudian
hasil penjualannya digunakan untuk menambah biaya operasional sekolah tersebut.
Berdirinya sekolah itu tentu membawa angin segar yang dapat
turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat nantinya. SMK 1 PEMDA Pudak sebagai sarana pendidikan tentu juga bertujuan untuk menunjang atau
meningkatkan kualitas sumber daya manusia di daerah tersebut. Bukan berarti
sumber daya manusianya buruk, tetapi jika bisa di-upgrade, mengapa tidak?
Hanya saja, dalam mengubah
pandangan masyarakat setempat dari anggapan ‘kerja itu lebih enak’ daripada
pentingnya pendidikan dalam jangka panjang cukuplah sulit. Hal semacam ini sudah menjadi kesepakatan
umum di masyarakat setempat. Alhasil, tak banyak remaja di sekitar sana yang
mau melangkah lebih jauh dalam menambah pengalaman dan pengetahuan lewat
pendidikan formal khususnya. Hal ini dapat terlihat juga pada jumlah siswa yang
terdaftar dan aktif di SMK 1 PEMDA Pudak yang hanya berjumlah belasan orang
saja.
Lebih lanjut, banyak remaja usia sekolah di Pudak yang telah turut menanggung beban ekonomi keluarga dan membantu orang
tua untuk
mencari nafkah demi memenuhi
kebutuhan hidupnya. Akibatnya, fokus mereka pun
terpecah antara mencukupi kebutuhan ekonomi dan pendidikan. Para remaja yang sudah berpartisipasi
dalam pendidikan formal pun seringkali harus absen karena bekerja, seperti yang
terjadi pada beberapa siswa di SMK 1 PEMDA Pudak.
Menurut penulis, hal ini sangat
disayangkan. Di Pudak sendiri, kebanyakan remaja usia putus sekolah saat masuk
di jenjang sekolah menengah atas. Padahal, saat ini sudah ada sarana untuk
belajar yang terjangkau, seperti di SMK 1 PEMDA, dengan konsentrasi ilmu yang
dapat menunjang pekerjaan mereka sebagai peternak sapi perah. Dampak positif
pun sebenarnya telah sedikit banyak mereka rasakan, salah satunya perihal ilmu
pengelolaan limbah.
Selain itu, pendidikan juga mampu membantu
siswa untuk terus mengasah kemampuan dan memunculkan inovasi-inovasi baru, tak
hanya dalam pengolahan limbah kotoran sapi, tetapi juga pada produknya yakni
susu. Pemahaman ini tentu akan menguntungkan bagi masyarakat setempat dalam
mengelola peternakan mereka. Dengan pengelolaan yang lebih terstruktur, mulai dari
pemeliharaan hingga pemasaran, bukan tak mungkin peternak Pudak menjadi mandiri
dan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan besar yang saat ini menampung
hasil susu mereka. Sehingga, peningkatan ekonomi pun akan turut dirasakan
masyarakat.
Dengan demikian, penulis sangat berharap
kesadaran masyarakat terhadap pendidikan jangka panjang dapat terus tumbuh.
Jangan sampai kesempatan tersebut disia-siakan, terlebih saat ada sarana yang
telah relevan dan terjangkau. Pendidikan tinggi memang bukan jaminan kesuksesan.
Namun, ilmu yang diperoleh dan diterapkan lewat pendidikan dapat membantu
manusia untuk lebih berkembang dan berkualitas.
PJTD 2022
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.