Tata Tertib Suka-Suka(?)
Cerpen Oleh: Miftah
Suara ayam jago saling sahut-menyahut, menandakan fajar telah menyingsing. Sang fajar datang bersama seluruh pasukannya, mulai dari kokok ayam hingga sorot mata mentari yang terlihat di balik ufuk; tampak keceriaan sang langit dengan raut kuning mukanya. Tak ubahnya manusia yang bangun lalu bekerja ataupun melakukan aktivitas favoritnya, mereka juga bersiap bangun dari tidurnya dan memulai kesibukannya masing-masing.
Pagi itu, Zaid bangun dari tidur nyenyaknya. “Aaaarrrrgghhh,” ucapnya sambil mengusap-usap kedua matanya. Dengan kedua bola matanya yang masih sayu dan mengantuk, ia melihat jam pada ponsel miliknya.
“Aduh sial, ndadak bangkong neh,” katanya sambil bangun dan melemparkan sarung yang ia gunakan sebagai kemul. Dengan sigap, ia langsung bergegas menuju kamar mandi.
“Ya Allah, air pake habis lagi,” ucap Zaid dengan kesalnya.
Mau tak mau, ia hanya mengusap wajahnya dengan sedikit air untuk menghilangkan kantuknya. Sesaat setelahnya, Zaid kemudian berganti baju sesuai dresscode; atasan putih, celana hitam dan berdasi. Tak lupa, dipadukan dengan sepatu pantofel pinjaman dari kawannya sebab hari ini ia akan mengikuti PBAK, Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan, katanya. Setelah terlihat cukup rapi, Zaid pun berjalan menuju kuda besi kesayangannya untuk berangkat ke kampus hijaunya.
“Mio, let’s go!” ucapnya sambil memacu motor matic-nya.
Zaid berangkat saat waktu sudah hampir pukul 05.00 WIB. Ia pun berkendara dengan kecepatan kilat. Zaid menarik gas dengan penuh, sampai hampir menabrak pasukan bebek yang sedang menyeberangi jalan raya. Akhirnya, sampai juga ia di kampusnya, Universitas Udal-udul, setelah 15 menit berkendara dengan kecepatan ngalap-alap.
Sesampainya di kampus, ia langsung disambut oleh panitia yang sudah berdiri tegap di samping gapura. “Ayo dek, segera masuk barisan sesuai kelompoknya masing-masing!” ucap panitia yang tak diketahui namanya.
Zaid pun segera memarkirkan motornya dan menuju ke barisan paling ujung, berisi para mahasiswa yang juga terlambat seperti dirinya. Setelah kurang lebih 30 menit berdiri di barisan berbeda, Zaid akhirnya diperbolehkan untuk bergabung ke barisan diiringi tatapan bak singa yang hendak menerkam kijang oleh teman-teman sekelompoknya.
“Lama amat sih, Zid?” Tanya Amar selaku ketua kelompok.
“Ya mangap, eh maaf. Aku tadi bangkong, hehe,” ucap Zaid sambil plengah-plengeh.
“Emang dasar kebo sih!” ucap Yuli ikut-ikutan menimpali.
“Sudah, sudah. Sekarang kalian semua sudah lengkap? Kalau sudah, ayo kita berangkat menuju tempat acara pembukaan!” ucap Kak Aldi, pendamping kelompok Zaid.
Ternyata setelah sampai di tempat, acara pembukaan sudah hampir dimulai. Di panggung acara, terlihat beberapa jajaran birokrat kampus yang disegani. Saat seluruh mahasiswa baru mendapatkan tempat duduknya, acara pembukaan pun dimulai sebagaimana mestinya.
Zaid mengikuti acara demi acara dengan duduk, memperhatikan dengan malas, terkesan tak butuh dengan apa yang disampaikan. Bahkan, beberapa kali ia teklak-tekluk. Selama itu pula ia berpikir, “Kapan sih acara ini selesai? Huuuaahuuuhh….”
Sepanjang hari diisi dengan materi yang seolah tak kunjung selesai. Lalu, ia melihat beberapa kawannya berlalu-lalang di sekitar gedung fakultas. Mereka berjalan-jalan dengan santai, seolah-olah tak memikirkan pentingnya PBAK. Zaid pun mengajak kawannya yang bernama Ali untuk meninggalkan tempat acara, menuju kantin yang letaknya tak jauh dari lokasi acara.
“Tahu gini, dari tadi kita di sini,” ucap Ali pada Zaid.
“Iya, nih. Dari tadi bosen dengerin materi. Paham juga kagak,” timpal Zaid.
Mereka pun berbincang-bincang berdua sampai adzan zuhur berkumandang sambil menikmati segelas kopi di kantin. Sadar sudah masuk waktu sholat, mereka segera bergeser menuju masjid untuk menunaikan ibadah wajib. Setelah selesai, mereka pun kembali ke kantin seperti sebelumnya tadi.
Pada saat yang bersamaan, Amar, ketua kelompok dari Ali dan Zaid, menyimak materi dengan seksama. Sejak pemberangkatan di pagi hari sampai detik ini, ia sangatlah tertib. Berangkat tepat waktu, memakai atribut lengkap, bahkan sekarang ia pun masih menyimak materi sambil mencatat di pada notebook miliknya. Tak sengaja, ia melihat kedua kawannya malah asyik mondar-mandir nggak jelas di kantin. “Enak banget ya mereka? Bisa asal pergi dari tempat materi. Aah, tapi, biarlah. Aku kan disini niat cari ilmu yang bener,” batinnya.
Entah mengapa, Ali dan Zaid memutuskan untuk kembali ke tempat materi. Rasa bosan yang tadi telah pergi entah kemana saat berhadaapan dengan kopi, kini mulai mereka rasakan kembali. Untuk mengusirnya, mereka pun bermain Mobile Legend bersama, sebuah kegiatan unfaedah yang dilakukan di saat acara penting. Materi demi materi pun berlalu begitu saja, tanpa ada satu pun yang membekas dalam pikiran mereka. Seolah, PBAK tak berarti apapun buat mereka.
“Kita PBAK buat apa, sih? Paham juga kagak. Kita juga udah kenal sama Rektor, Dekan, dan yang lain, kan?” ucap Ali.
“Gimana mau paham, kamu aja main HP sama ke kantin,” ucap Zaid.
“Lagian, kita juga udah kuliah. Pastinya kan udah paham sama apa yang ada di kampus,” ucap Ali.
Ketika acara hampir selesai, mereka disuguhi tampilan pentas seni oleh beberapa organisasi kampus. Mereka pun hendak pergi meninggalkan kampus karena jam sudah menunjukkan pukul 16.25 WIB sesuai dengan rundown, jam segitu seharusnya acara sudah selesai. Ketika di dekat gerbang, mereka dicegat oleh salah seorang panitia.
“Ayo kembali, Dek!” ucap panitia yang tadi pagi.
“Sudah jam 16.25 WIB, lho, Kak. Kan harusnya udah selesai?” ucap Zaid dengan polosnya.
“Ini kan imbas dari agenda kita yang molor sejak tadi pagi,” jawabnya lagi.
Mereka pun terpaksa kembali ke tempat acara tadi dengan letih, lesu, dan rasa malas. Di sisi lain, Amar secara tiba-tiba menerima panggilan telepon dari Ayahnya. Beliau menanyakan mengapa ia belum pulang juga saat jam sudah menunjukkan hampir pukul 17.00 WIB. Padahal, pagi tadi ia pamit dan bilang akan pulang pukul setengah lima sore.
Tiba-tiba, ketika acara hendak selesai dan diserahkan kepada panitia fakultas, ada seorang panitia di atas panggung yang berucap, “Besok lagi, saat acara, jangan ada yang pegang HP!” sambil sekilas melirik Amar yang duduk di barisan depan.
“Loh, tadi si Ali sama Zaid saja mondar-mandir nggak jelas sambil main game nggak ditegur. Giliran aku angkat telfon doang, kok salah?” gumam Amar kesal.
Aku pengen komentar jane. Tapi opo...
ReplyDelete