Kemerdekaan Indonesia Sebatas Formalitas?
71 tahun
lalu Presiden Soekarno dan wakilnya Moh. Hatta telah mengumandangkan naskah
proklamasi sebagai penanda merdekanya Indonesia dari belenggu kolonialisme.
Tepat 17 Agustus 1945 peristiwa itu berlangsung, dan merupakan momen paling
bersejarah bagi rakyat Indonesia.
Diperingati
sebagai Hari Ulang Tahun Repoblik Indonesia (HUT RI), apakah hanya berupa
formalitas semata bahwa Indonesia telah merdeka? Apakah makna merdeka hanya
dititik beratkan pada kebebasan kita dari kolonialisme semata? Lalu sudah
benar-benar merdekakah negeri kita sesungguhnya?
Bagi para
proklamator dan pejuang, kemerdekaan bukanlah semata-mata kebebasan dan upaya
melepaskan diri dari pihak asing. Namun lebih jauh dari itu, ini adalah langkah
awal yang membawa Indonesia ke gerbang kemandirian secara penuh untuk dapat
mencapai kesejahteraan.
Sebagaimana
pandangan Gumilar Rusliwa Somantri dikutip dari majalah Suara Muhammaddiyah
menuturkan, "Bahwa kemerdekaan pada dasarnya bukan semata-mata dimaknai
pembebasan diri dari penjajahan asing semata, namun yang lebih subtansial
adalah perwujudan terhadap tujuan hakiki dari kemerdekaan itu sendiri, yaitu
adanya happiness, kesejahteraan, kemakmuran dan pemerataan."
Jika dulu
kemerdekaan dimaknai sebagai batu loncatan untuk membebaskan diri dari pengaruh
asing, maka seiring berjalannya waktu tantangan yang dihadapkan bukan saja
asing melainkan juga polemik rumah sendiri yang tak kalah dahsyatnya. Problema
tersebut di antaranya adalah kemiskinan, kesenjangan social, pemerataan
pendapatan, pendidikan, bahkan politik yang menuntut harus diselesaikan dengan
bijak dan adil.
Problema
politik adalah yang kita tahu sedari dulu paling mencolok mata dan seperti tak
ada habisnya bahkan seakan tak ada solusinya. Mulai dari politik tidak sehat,
kisruh politik yang memanas, korupsi, kolusi, nepotisme dan hal besar lain yang kian hari semakin
menggila. Hal itu jelas menujukkan masih adanya kegagalan dalam memaknai
kemerdekaan di negeri ini.
Data BPK
(Badan Pusat Statistik) memuat angka harapan hidup penduduk beberapa negara
pada 1995 hingga 2015 yang memposisikan Indonesia pada urutan sangat miris,
bahkan jauh dibawah negara tetangga seperti Filipina. Melimpahnya sumber daya
alam berupa laut, darat dan udara, tidaklah hal ini dapat dikatakan pantas.
Justru menjadi sebuah pertanyaan besar tentang siapa yang mengelola, sehingga
kita (rakyat.red) sebagai tuan rumah yang seharusnya menikmati hasil hanya
berperan sebagai penonton yang bertepuk tangan sambil sorak sorai saja.
Pastilah
kita yang peka akan mempertanyakan peran pemerintah atas melimpahnya kekayaan
alam Indonesia yang tidak mampu memakmurkan rakyatnya. Di manakah wujud janji
mereka sejak 71 tahun silam yang hingga sekarang masih sering diucapkan? Lupa,
pura-pura lupa, atau bahkan sengaja melupakan janji-janji manis yang telah
mereka lafalkan?
Sungguh
problem politik di negeri ini telah menciderai arti kemerdekaan. Tanpa takut
dosa, para tikus politik negeri ini terus mencabik-cabik dan menggerogoti
kebahagiaan rakyatnya. Hidup makmur dalam kesejahteraan yang merata masyarakat
Indonesia masih sangat jauh dari angan-angan. Kemerdekaan yang sesungguhnya
seakan masih berupa mimpi yang entah kapan jadi nyata. Entah sampai kapan
problema di negeri ini simpang siur tanpa solusi.
71 tahun
usia yang tidak lagi muda. Ibarat manusia, negeri ini seharusnya sudah beruban,
giginya ompong, kulitnya keriput, tenaganya mulai berkurang, bahkan sudah
berjalan merunduk karena bungkuk. Namun realita menunjukkan bahwa di usia yang
sekian lamanya merdeka, negeri ini masih seperti bayi yang berjalan merangkak.
Selamat Ulang Tahun Indonesiaku, semoga kelak kau berlari cepat dengan tegak.***joko_Anggota
Magang
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.