Tujuh puluh satu tahun sudah bangsa Indonesia merdeka. Seperti yang
telah diketahui, bangsa yang “unik” dengan beragam kultur masyarakatnya ini
memperoleh kemerdekaan setelah 350 tahun dijajah oleh penjajah. Penderitaan
demi penderitaan telah dialami bangsa Indonesia tak terkecuali kaum hawa dan
anak kecil. Penegakan hak asasi manusia pun pada masa itu masih terbilang
dikesampingkan, mengingat berbagai unsur diskriminasi kerap terjadi seperti
pendidikan masyarakat pribumi dengan kaum elit yang dibedakan sistemnya, dan
lain sebagainya.
Kemerdekaan atau merdeka menurut
KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) adalah keadaan bebas, terlepas, tidak dijajah lagi.Memang benar adanya apabila kemerdekaan identik
dengan terbebasnya suatu bangsa dari jeratan penjajah, namun apakah makna
kemerdekaan ini masih relevan dengan zaman sekarang mengingat bangsa ini sudah
merdeka selama 71 tahun?
Berpatokan pada kata merdeka, maka kita tidak dapat mengartikan secara
sempit kata merdeka seperti yang diutarakan di atas,
melainkan harus melihat hakekat dari merdeka itu yang kemudian dibenturkan
dengan realita yang ada. HAM (Hak Asasi
Manusia) merupakan problematika kompleks yang sering bangsa Indonesia hadapi
hingga sekarang. Berbagai pelanggaran HAM yang kerap terjadi ialah dalam dunia
pendidikan, hukum, kesejahteraan atau ekonomi serta yang tak kalah penting
adalah mengenai gender. Kenapa harus gender?
Gender secara umum adalah
perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan dilihat dari nilai dan
tingkah laku. Gender sebenarnya tidak hanya mengkaji terkait perbedaan
laki-laki dan perempuan saja melainkan juga posisi mereka di masyarakat. Hingga
kini problematika gender terkait posisi perempuan yang oleh para ahli disebut
kesetaraan gender masih menjadi perbincangan hangat dikarenakan belum mampunya
menempatkan posisi perempuan di posisi yang layak. Indonesia sendiri merupakan
negara yang belum mampu untuk menjamin kesetaraan gender. Padahal
sebuah negara dapat dikatakan cita-cita demokrasinya tercapai apabila salah
satu problematika yakni kesetaraan dapat terjamin. Hal ini bukanlah tanpa
alasan mengingat berbagai bentuk diskriminasi masih kerap terjadi sehingga pada
akhirnya kaum yang dirugikan dapat termarginalkan.
Emansipasi (sebutan di Indonesia) bagi perempuan yang diperjuangkan
oleh Kartini pun menjadi bukti belum terealisasinya secara maksimal kesetaraan
gender. Hal ini dapat kita lihat pada banyaknya kaum hawa yang berada di
lembaga negara yang masih terbilang minim dan banyak pula kaum hawa yang
memiliki tingkat pendidikan rendah padahal dari perempuanlah lahir generasi
yang diharapkan mampu membawa perubahan terhadap bangsa ini.Bahkan yang lebih parahnya lagi banyak dari
kaum hawa yang menjadi korban kekerasan baik kekerasan fisik maupun psikis. Hal
inilah yang menjadi bukti bahwa hak asasi perempuan belum dapat terjamin hingga
Indonesia merdeka saat ini.
Memang laki-laki pun juga tak menutup kemungkinan
mengalami hal yang serupa. Namun realitanya kaum perempuanlah yang paling
sering diberitakan oleh media baik cetak maupun elektronik. Kini, sudah ada peraturan mengenai perlindungan hukum terhadap perempuanmelalui badan hukum yang berlaku di Indonesia, akan tetapi nyatanya hingga sekarang masih saja pendiskriminasian terhadap kaum hawa sering saja terjadi. Peraturan tetap saja peraturan, namun apabila pelaksananya tidak
mampu menegakkan peraturan tersebut, maka sampai kapanpun juga akan tetap saja
seperti itu, tidak berubah. Jika hal ini terus-menerus
dibiarkan, maka kaum perempuan seperti yang disinggung di atas dapat terpinggirkan dan
juga tersubordinasi oleh kaum dominan. Oleh karena itu, penting bagi aparat
hukum untuk mengkaji dan juga memberikan solusi efektif agar kedepannya masalahini dapat diminimalisir.
Selain daripada itu, sebenarnya perempuan tak bisa dipandang sebelah mata.
Banyak perempuan yang mampu membuat gebrakan baru di masyarakat. Namun,
walaupun begitu pernyataan ini tidak menjamin bahwa perempuan di Indonesia
sudah mendapatkan sepenuhnya haknya. Tidak
ada yang patut untuk disalahkan dalam hal ini namun yang diperlukan adalah
peran aktif di semua elemen masyarakat dengan tetap menjunjung nilai, norma dan
budaya yang dianut. ***Ulfa Nadia_Kru.
KEMERDEKAAN TABU PEREMPUAN INDONESIA
Reviewed by LPM al-Millah
on
12:54:00 AM
Rating: 5
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.
Untuk Rubrik "Citizen Journalism" Silahkan hubungi nara hubung redaksi untuk penjelasan selengkapnya. Nomor akan dicantumkan pada waktu yang akan datang.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.