GEBRAKAN BARU DI PONOROGO: GPAN Gelar Seminar Perdana
GEBRAKAN
BARU DI PONOROGO:
GPAN Gelar Seminar Perdana
GPAN Gelar Seminar Perdana
(17/06/2017) Gerakan
Perpustakaan Anak Nusantara atau disebut dengan GPAN tengah menggelar seminar
motivasi dengan tema Potret Buku di Era Digital. Seminar yang berlangsung di aula
perpustakaan lantai tiga Universitas Muhammadiyah Ponorogo tersebut diisi oleh
motivator muda, Bahrul Habiby. Acara tersebut
dihadiri oleh mahasiswa umum di Ponorogo dan sejumlah masyarakat umum lainnya.
Selain Bahrul Habiby, motivator lain yang hadir adalah Mursalin. Dengan
administrasi 15 ribu rupiah, masing-masing audiens mendapatkan sebuah buku
berjudul Menyelamatkan Kota Plasta.
Acara ini merupakan
seminar perdana dari komunitas Gerakan Perpustakaan Anak Nusantara. “Kami
minta maaf sebesar-besarnya atas segala kekurangan. Karena acara ini adalah
acara perdana yang diselenggarakan GPAN regional Ponorogo,” kata Arum, Arum
Agustina selaku ketua GPAN Ponorogo
Disamping itu ketua
panitia penyelenggara, Avin Sri Santoso mengatakan bahwa alasan pengambilan
tema dalam seminar tersebut diinspirasi oleh banyaknya pengguna gadget
yang tidak digunakan secara maksimal. Menurutnya hal ini dibuktikan dengan
banyaknya masyarakat yang memanfaatkan gadget hanya untuk game
maupun berselancar di sosmed. Maka dari itu seminar dengan tema Potret Buku di Era Digital ini
diharapkan mampu memberi pengetahuan tentang bagaimana harus bersikap secara bijak.
Sehingga era digital semestinya mampu digunakan untuk membaca buku dan hal
positif lainnya. “Tema ini sesuai dengan zaman sekarang dimana gadget telah
menggantikan peran buku,” ungkapnya.
GPAN ini terbentuk atas
prakarsa dari mahasiswi IAIN Ponorogo asal Ngawi, Arum Agustina. Ia
terinspirasi dari kawan-kawannya yang juga anggota GPAN di regional lain.
Karena di Ponorogo belum ada, maka Arum menginginkan didirikannya GPAN regional
Ponorogo. Bersama enam orang sahabat, ia
mendirikan komunitas tersebut pada 28 Maret 2017 lalu. Mahasiswi semester II
jurusan Komunikasi Penyiaran Islam ini mengatakan bahwa kendala dalam mengelola
GPAN saat ini adalah kurangnya personil. Sehingga dia mengaku bahwa GPAN sempat
vakum satu bulan. Hal itu menyebabkan pergerakannya baru berjalan selama satu bulan
ini. Tetapi pergerakannya yang masih sangat muda itu tergolong cepat, karena
sudah mampu mengadakan seminar dibandingkan dengan regional lain kecuali
Malang.
Dalam seminar tersebut
Bahrul Habiby, pria berusia dua puluh tahun ini menyampaikan
motivasi-motivasinya yang disambut antusias oleh para audien. Ia juga memberikan
buku gratis karyanya sendiri berjudul 99 Perbedaan Cara Berfikir Milyader
dengan Orang Biasa kepada salah satu audien bernama Putri, yang merupakan
anggota dari Adventur GEMPA (Gerakan Merah Putih Pecinta Alam). Hal itu
diberikan sebagai penghargaan karena dirinya pernah membeli sebuah buku seharga
tujuh juta lima ratus ribu. “Dengan mendapatkan sesuatu yang tidak gratis
bahkan rela mengeluarkan lebih maka yang didapat juga sangat bernilai.
Pengorbanan juga diperlukan untuk mendapat sesuatu, salah satunya adalah untuk
ilmu dan buku,” ungkap Habiby, motivator muda asal Ngawi yang pernah
belajar di KEPQ (Kampus Enterpreneur Penghafal al-Quran) Surabaya.
Terkait adanya gerakan
perpustakaan di Ponorogo ini, Habiby mengharapkan pemuda- pemudi Ponorogo mampu
mengelolanya dengan baik sehingga semangat menuntut ilmu semakin meningkat. Ia
menjelaskan bahwa kebangkitan itu salah satunya dibuktikan dengan mengumpulkan
orang banyak untuk bergerak dalam pengembangan ilmu dan pengetahuan. Ponorogo
memiliki pemuda-pemudi yang sangat luar biasa. Tentunya dengan begitu ponorogo
akan semakin berkembang dan berintegrasi. “Ini merupakan salah satu gerakan
yang bagus. Apalagi dikelola oleh pemuda-pemudi Ponorogo, jika dikelola dengan
baik maka akan meningkatkan semangat menuntut ilmu,” terangnya ketika kami
temui setelah acara usai.
Di akhir rentetan acara
seminar tersebut diadakan sesi talkshow. Moderator memberikan beberapa
pertanyaan kepada narasumber. Salah satunya adalah bagaimana menyikapi zaman
ketika buku cetakan semakin ditinggalkan. Mursalin, yang juga sebagai motivator
di acara itu menjelaskan bahwa buku cetakan dan buku digital pada dasarnya
fungsinya adalah sama yakni untuk memperluas pengetahuan dan referensi. Teknologi
masa kini yang mutakhir semakin mempermudah masyarakat untuk mendapatkan buku
yang diinginkan. Seharusnya hal tersebut juga menambah motivasi untuk membaca
dan mendalami buku yang didapat. Tetapi mayoritas berbagai buku digital yang
didapat sebatas disimpan saja tanpa dibaca. “Cara menyikapi hal demikian
adalah seseorang harus memiliki visi. Dari visi tersebut seseorang akan
termotivasi,” pungkasnya di sesi talkshow.
“Menumbuhkan kecintaan
terhadap buku maka ingatlah pernyataan kumpulilah orang saleh. Karena di dalam
buku terdapat orang-orang saleh dan berilmu. Tanpa berilmu tidak mungkin
seseorang itu mampu menulis buku yang dapat kita nikmati hasilnya,” kata
Habiby menambahkan.
Penulis : Arini, Adzka
Reporter : Arini, Adzka, Fida
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.