HUJAN DAN AWAN
HUJAN DAN AWAN
Hujan akan turun sepanjang peradaban umat manusia,
sedangkan awan selalu menemani dan mengiringinya
sebagai pelengkap. Hujan dan awan bagaikan organisme yang tak terpisahkan, mereka layaknya
kekasih yang selalu
bersma kemanapun berada.
Pagi itu awan kembali
datang. Awan hitam di iringi angin yang membawanya ke arahku, tepat di atasku. Jika aku tidak salah, dan tentunya tidak akan salah
maka sebentar lagi akan turun hujan. Hujan yang kemungkinan besar sangat lebat sekali. Oun kehadiran
petir dan angin turut memeriahkan pertemuan hujan dan awan.
Aku duduk di tepi teras rumahku,
sambil membaca sebuah buku kumpulan puisi yang sedang
menceritakan hujan, awan, dan percintaan. Aku masih saja diam tidak
memperhatikan hujan yang sesaat lagi akan turun membasahi bumi yang kupijak
ini. Aku masih saja diam, walau kutahu hujan akan membasahi diriku dan juga
buku yang sedang kubaca.
Awan datang bergelombang-gelombang bak
air laut yang terkena angin sehingga dia menciptakan ombak yang indah. Meski kadang
kala ia juga mematikan. Awan datang mendahului hujan, memastikan hujan dapat
turun membasahai bumi dengan selamat. Sementara angin
dengan segala keperkasaannya memandu awan supaya tidak tersesat di jalan.
Hujan dan awan atau awan dan hujan,
tentu mereka tidak akan bisa bergerak tanpa bantuan angin. Anginlah yang
mengawinkan mereka, mempertemukan mereka sehingga mereka bisa menjadi rahmat bagi
bumi ini. Aku tidak akan mengomentari masalah angin ini, biarlah dia dengan sendirinya
berjalan sesuka hati. Biarlah dia bercumbu dengan air, api, tanah, dan jika aku
pikir tentu awan juga sudah bercumbu dengan angin. Alangkah gilanya angin ini,
aku tidak akan membicarakannya.
***
Aku bertanya pada kekasihku, “Sayang!
jika kita ibaratkan awan dan hujan kamu akan memilih jadi siapa?” Dia menjawab
bahwa jika begitu maka dia akan memilih jadi hujan. Kenapa? karena ketika jadi
hujan dia akan bersahabat dengan petir dan petir itulah yang akan menghukum
diriku jika aku berbuat mesum dengan angin.
“Kenapa tidak menjadi awan sayang?”
tanyaku lagi padanya, dia malah tersenyum dan mencium keningku. Aku lupa jika
tugas awan adalah memastikan keamanan hujan ketika turun ke bumi, maka tugas
itulah yang harus kuemban sebagai seorang lelaki. Aku tersenyum dan kemudian
berkata padanya, “Ah, tidak takutkah kamu jika aku dan angin bercumbu mesra?”
Dia tidak menjawabnya dan hanya tersenyum manis sekali laksana hujan yang murah
hati memberikan airnya pada bumi yang kehausan.
***
Aku masih duduk santai ketika hujan
sudah mulai turun. Bukahkah hujan juga ibarat perselingkuhan, bukankah dia
turun ke bumi dan dia bercumbu mesra dengan bumi. Sementara awan di biarkan di
atas sana. Sehingga ketika hujan jatuh ke bumi, maka perlahan awan akan menghilang, mungkin dengan tangis
kekecewaan.
Gumamku saat hujan mulai deras,
bukankah awan juga begitu, saat angin membimbingnya membawa kearah tujuan hujan,
pada saat itulah awan bermesraan dengan angin, bahkan mungkin mereka akan bercinta
sepuas mereka. Saat hujan kelelahan bercinta dengan bumi maka
dia akan terjatuh semuannya. Pada saat itulah awan kembali bercinta dengan
angin. Bisa juga awan bercinta dengan petir ketika hujan sedang asik bercinta
dengan bumi.
Hujan masih mengguyur bumi yang aku
pijak, tapi aku tetap diam saja, aku diam tak bergerak, aku sedang asik dalam
pikiranku. Hujan, awan, serta petir tidak kurasakan. Bahkan angin yang membawa
hawa dingin es kutub tidak juga aku rasakan. Aku tenggelam dalam pikiranku yang
dalam, sihingga mereka tidak bisa memaksaku pindah dari tempat dudukku. “Jadi
di manakah letak per-ibaratan tentang sepasang kekasih”, kataku berfikir. “Bagaimana
awan dan hujan ini menjadi sepasang kekasih?” dan aku masih terus berfikir.
Mereka bebas bercinta dengan siapa
saja, dengan angin, dengan bumi, dengan petir bahkan kadang dengan dingin yang
memang selalu menggiurkan untuk dicinta. Di mana mereka
meletakkan cintanya, bebas bercinta dengan siapa saja tentu bukan yang dinamakan
cinta.
Sejarah telah mengungkapkan jika
Cleopatra tidak mengenal cinta, dia adalah ratu yang sakit, dia ratu yang aneh,
memelihara pria-pria sebagai pemuas nafsunya. Tapi di sisi lain dialah wanita
perkasa, wanita yang tidak bisa dijadikan budak dan pemuas nafsu. Para pria
malah dia jadikan sebagai budaknya. Jadi bukankah pria dan wanita itu sederajat
bisa jadi budak dan bisa membudak. Cleopatra yang gila karena nafsunya ini
apakah benar-benar gila?, atau karena dia wanita sehingga dianggap gila,
bukankah Daud juga mempunyai istri tidak terhingga?, bukankah raja-raja jawa
juga memiliki lebih dari satu istri, maka di mana letak ke-gila-an Cleopatra
ini?
Aku semakin bingung saja, tidak juga
aku menemukan jawaban dari pertanyaanku ini. Hujan dan awan, ke dua-duanya
sama-sama gila tentang nafsu. Mereka saling mengumbar nafsunya, mereka juga
tahu jika masing-masing memuaskan diri dengan angin, bumi, petir bahkan kadang
dengan dingin yang menawan. Lantas kenapa mereka tetap diam saja, tidak
memarahi atau saling marah, mereka diam saja. Seribu tahun, tentu lebih dari
itu. Saat aku membaca buku sejarah aku mengetahui jika awal pertemuan mereka
adalah saat hujan pertama kali turun. Jika aku tidak salah membaca, maka hujan
dan awan bertemu sekitar 4 milyar tahun yang lalu, dan selama itu pula mereka
bercinta di belakang kekasihnya, juga selama itu mereka diam membiarkan atau
malah merestui hubungan gelap mereka masing-masing.
Hujan semakin deras mengguyur bumi
pijakannku, angin meramaikannya. Seoalah mereka bertiga angin, bumi dan hujan
bercinta sekaligus. Mereka asik sehingga hujan dan gemuruh angin menakutkan
manusia. Hanya aku yang dibawahnya menyaksikan tiga ciptaan Tuhan ini bercinta.
Tidak butuh waktu yang lama petir menyusul mereka bertiga, “ah, gila”, pikirku.
Empat sekaligus, mereka bercinta tanpa rasa canggung akan keadaan awan yang
hanya di atas sana. Memandang kekasihnya jadi rebutan tiga hidung belang. Awan sendirian
entah apa yang dia pikirkan, mungkin sama seperti diriku ini, memikirkan
tentang cinta dan kesetiaan.
***
Aku menyeruput
kopiku, inilah indahnya kopi, dia akan setia pada gula, dia tidak pernah ikut
campur dalam percintaan hujan, dia hanya setia pada satu, yakni gula. Dan hujan
walaupun dia menggoda kopi tapi tetap saja kopi tidak tergoyahkan, aku
meminumnya lagi, tetap dengan rasanya yang khas, yakni pahit.
Hujan masih saja asik bercinta
dengan tiga mahkluk tadi. Dia memang perkasa, dan mungkin inilah alasan awan
tetap setia pada hujan. Hujan adalah yang paling perkasa, tentu awan puas
sekali dengan hujan. Aku kembali meminum kopiku.
“Hai!”, aku kaget setengah
mati, sosok wanita cantik tiba-tiba menyapaku, ditengah guyuran hujan yang
deras sekali. Kubawa dia masuk ke dalam kamarku, aku kasih dia handuk
guna mengeringkan tubuhnya. Bagai tidak ada kesadaran, aku dan dia sudah bercinta entah siapa yang
memulai, aku tidak tahu siapa yang memulai.
“Aku adalah hujan yang
tadi kau pikirkan”, katanya kemudian berlalu, aku tidak bisa berkata-kata, aku
terdiam. Hujan, dia telah bercinta denganku,
dan akankah dia melahirkan anak dariku, “ah tentu tidak”, batinku, dia telah
bercinta dengan 3 makluk sebelumku dan buahnya tentu mendahului buahku.
“Gus bangun!, lihat kamarmu bocor
itu, bukumu basah semua”, kata Andi membangunkanku. Sontak aku bangun dan
kemudian berfikir lalu tersenyum, ternyata cuma mimpi.
Ponorogo, 01-03-2017, pukul 11:24
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.