Ayah, Demokrasi Itu Apa?
Ayah,
Demokrasi Itu Apa?
Oleh: Nining dan Airyn
Mentari terbangun
dari lelapnya yang panjang. Setelah menyingsing fajar, burung-burung kecil berterbangan
di langit pagi. Semilir angin membawa Fahmi dari dunia mimpi. Ia membuka mata
perlahan begitu ada cahaya menyilaukan yang melewati jendela kamar tidurnya.
Fahmi bergegas ke
ruang makan setelah selesai mandi. Hari senin adalah waktunya berangkat ke
sekolah. Ia mencium aroma yang menggiurkan. “Nasi goreng!” Teriaknya semangat.
Ibu yang sedang
menyiapkan sarapan tersenyum melihat putera sulungnya berjalan ke arah meja
dengan wajah berseri-seri. “Makanan kesukaan kamu kan?”
Fahmi mengangguk
keras. Ia menarik kursi, lalu duduk dengan cepat. “Makan! Makan!” Ucapnya riang.
Fahmi melihat ibu
meletakkan piring nasi di depannya. Perutnya berteriak kelaparan. Lalu
tiba-tiba saja pandangannya terarah pada sebuah buku di seberang meja. Rasa
penasaran memenuhi kepalanya.
Sebuah buku
bersampul putih itu, tercetak sebuah judul dengan huruf besar. Demokrasi.
“Ibu, ini buku
siapa?” Tanya Fahmi polos sambil mengacungkan buku itu di tangannya.
“Buku ayahmu.”
“Ayah dimana bu?”
“Kenapa nak?
Pagi-pagi sudah mencari ayah?” sahut ayah tiba-tiba menuju ke meja makan dengan
Fajar dalam gendongannya. Adik laki-laki Fahmi yang baru berumur 2 tahun.
“Itu kenapa pegang
bukunya ayah?”
“Demokrasi itu apa
yah?”
Ayah mengambil
tempat duduk di samping Fahmi. “Demokrasi itu ibarat sebuah keluarga.”
Fahmi mengernyit
tak mengerti. Bukankah demokrasi adalah negara?
“Jadi, ibu itu
ibarat pemerintah, ayah ibarat kaum kapitalis atau pemegang modal, lalu bi
Inah, pembantu kita itu ibarat kaum pekerja, Fajar ibarat masa depan yang harus
dijaga dan kamu ibarat rakyatnya.”
Fahmi masih tak
mengerti.
“Sudahlah,
habiskan makananmu dan cepat berngkat ke sekolah.”
“Iya yah.”
***
Sepulang sekolah,
Fahmi melihat adik kecilnya terduduk di lantai seorang diri. Fajar buang air
besar di celana dan mengotori lantai ruang tamu.
Fahmi berlari ke kamar orang tuanya untuk memberi tahu ibu. Namun,
didapatinya ibu sedang tertidur pulas. Fahmi enggan –takut tepatnya- untuk
membangunkan. Lalu dia memilih pergi ke kamar bi Inah, satu-satunya pembantu di
rumah.
Fahmi memutar knop pintu dengan pelan dan melongokkan kepalanya ke
dalam kamar bi Inah. Ia melihat bi Inah. Dan juga ayah. Mereka berdua sedang
melakukan hubungan badan. Lalu Fahmi memutar tubuh kemudian kembali ke ruang
tamu. Dilihatnya Fajar masih disana dengan kotoran di mana-mana.
Fahmi duduk di kursi ruang tamu, teringat definisi demokrasi yang
ditanyakannya pada ayah pagi tadi.
Demokrasi itu..
Ayah sebagai kaum kapitalis yang “menekan”, bi Inah
sebagai kaum pekerja. Lalu Fahmi, seorang rakyat yang tidak punya keberanian
untuk membangunkan sang ibu sebagai pemerintah yang berkuasa. Dan Fajar, sang
masa depan yang penuh dengan “kotoran”. Itulah DEMOKRASI.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.