TRADISI AGAMA DI SODONG: Pesan Cinta, Kasih Sayang, dan Pengampunan yang Nyata
TRADISI AGAMA DI SODONG:
Pesan Cinta, Kasih Sayang,
dan Pengampunan
yang Nyata
Penulis: Alwi & Adzka
“Semua tradisi agama
pada dasarnya membawa pesan yang sama, yaitu cinta, kasih sayang dan
pengampunan. Hal yang paling penting adalah hal-hal tersebut harus menjadi
bagian dari kehidupan kita sehari-hari”.
Begitulah kiranya perkataan Tenzin Gyatso, Dalai Lama ke-14. Ia adalah tokoh agama, biksu, dan juga tokoh politik darinegeri Tibet. Dalam tutur katanya tersebut ia
menyampaikan
pesan penting bagi setiap insan yang mengaku beragama. Bahwasannya makna dari ajaran
agama adalah menyebarkan cinta dan kasih sayang. Cinta yang diberikan
Tuhan kepada makhluk-Nya, disebarkan oleh penganutnya kepada setiap makhluk
yang ada di bumi. Penyampaian yang dimaksudkan adalah melalui tradisi agama.
“Tradisi” merupakanhal yang menyangkut
kebiasaan dan
dianggap menjadi cara yang baik dan benar. “Agama”
menurut KBBI adalah ajaran, sistem yang
mengatur tata kepercayaan dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa serta
tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta manusia
dan lingkungannya. Maka, “tradisi agama” adalah kebiasaan untuk
melaksanakan ajaran yang menyangkut peribadatan kepada Tuhan. Tradisi agama
yang dilakukan penganutnya membawa pesan cinta dan kasih sayang. Kasih sayang
itu disampaikan dan diestafetkan kepada
sesama makhluk Tuhan.
Selain
itu pun membawa pengampunan, yakni pembebasan dari hukuman. Tradisi agama tidak
membawa penghakiman bagi pihak-pihak tertentu. Tradisi agama membawa pesan agar
setiap kita berlapang dada dan saling memaafkan. Maka, di akhir Tenzin Gyatso menegaskan bahwa
membawa kasih sayang tersebut dalam keseharian merupakan hal yang amat penting. Mengapa harus dibawa
dalam kehidupan sehari-hari? Ajaran agama yang sarat pesan damai dan kasih
sayang perlu dikenal dan dilestarikan. Bukan hanya pada momen ataupun tempat
tertentu. Pesan cinta dari Tuhan harus mendarah daging dalam diri penganutnya
di setiap hari, dimanapun dan kapanpun.
Pesan cinta yang dibawa agama sama sekali tidak
menghalangi penganutnya untuk menjaga keharmonisan bermasyarakat. Bagaimana
mungkin pesan cinta merusak kerukunan? Ajaran agama justru mendorong untuk
melakukan kebaikan, termasuk menjaga kerukunan. Apabila ditemukan perpecahan
yang dianggap berasal dari agama, sejatinya bukanlah agama yang patut
disalahkan. Sebaik apapun ajaran yang ada dalam suatu agama, tak akan terlihat
bila pemeluknya salah dalam pengamalannya.Walaupun ajaran itu baik, tapi
dilakukan dengan kebencian, rentan merusak esensinya. Meski baik, bila
disampaikan dengan cara yang tidak tepat tentu akan merusak pesan tersebut.
Namun, ketimpangan penyampaian agama dalam
kehidupan bermasyarakat tak dijumpai di Dusun Sodong, Desa Gelang Kulon,
Kecamatan Sampung, Kabupaten Ponorogo. Meski jauh dari hingar bingar perkotaan,
pesan cinta yang ada dalam ajaran agama terwujud dalam keharmonisan
masyarakatnya. Padahal, perbedaan agama dijumpai di sana. Masyarakatnya terdri
dari penganut Budha dan Islam yang hidup berdampingan. Keduanya sama-sama
menjadikan tradisi agama sebagai
tradisi warga Sodong. Tradisi yang menjaga kerukunan antar warga. Tradisi yang
menjalin persaudaraan lintas agama.
Keharmonisan warga Dusun Sodong
terlihat di setiap lini kehidupannya. Dapat dilihat dari yang terkecil yakni
keluarga. Tak jarang ditemukan di sana satu Kartu Keluarga dengan penganut
Islam dan Budha. Setiap anggota keluarga dapat menjalankan ibadah agamanya
seperti keluarga dengan harmoni
agama. Meski agama berbeda, mereka dapat hidup di bawah atap yang sama tanpa
permasalahan mengenai keyakinan.
Banyak
pula perpindahan agama menjelang pernikahan. Salah satunya adalah Fatimah, ia
berpindah keyakinan dari Budha menjadi Islam menjelang diperistri suaminya.
Orang tua Fatimah keduanya adalah penganut Budha. Sedangkan kakak semata
wayangnya, sama seperti dirinya yang berpindah agama sebelum menikah. Ibu
kandung Fatimah, Suyatmi mengaku ini bukanlah hal baru. Bahkan ini sudah ada
sejak dulu, dan tidak ada masalah yang timbul dari perpindahan agama ini.
Keakraban keluarga masih terjalin seperti sedia kala. “Gak papa. Di sini biasa pindah agama gitu. Gak ada larangan, gak ada
paksaan.” tutur Suyatmi saat kami temuidi
rumahnya.
Selain dalam lingkup keluarga,
tingkat RT pun menunjukkan kerukunan warga Sodong. Warga RT 01/RW 01 misalnya, setiap
dua minggu sekali mereka mengadakan kerja bakti untuk membersihkan area RT dan
sekitarnya. Selain itu, terdapat pembagian jimpitan (sumbangan berupa beras sejimpit yang dikumpulkan beramai-ramai)
pada
hari Kamis. Dalam pembangunan rumah, warga Sodong melakukannya secara gotong
royong. Tanpa pandang agama apa yang diyakini, mereka saling membantu. Mulai
dari slametan hingga pembangunannya. Megengan
sebelum membangun rumah pun didoakan
berama-sama, sesuai keyakinan masing-masing.
Saling mengingatkan pun tak sebatas
antar sesama agama. Misal, saat sore hari waktu shalat maghrib, bila ada
penganut Budha melihat tetangganya muslim belum pergi ke Masjid, akan
diingatkan. Kita seharusnya bisa berkaca dari kerukunan warga Sodong sedemikian
rupa. Agama tak menjadi penghalangkerukunan,
justru mejadikan keselarasan antar warga.
Keselarasantersebut dapat dilihat di hari
raya kedua agama. Baik Idul Fitri ataupun Waisak, warga Dusun Sodong saling
menghormati. Saatjatuhhari
rayadiluarkeyakinannya, mereka
tidak akan berkegiatan di luar rumah. Mereka memilih untuk menyiapkan suguhan
untuk tetangga yang akan bertamu nantinya. Sodong memang memiliki dua momen
besar untuk dirayakan bersama dengan bertamu dan saling memaafkan. Meski
sebenarnya meminta maaf bisa kapanpun, nemun momen ini dianggap pas untuk
menjaga persaudaraan.
Pun dalam mengurus jenazah. Warga
kompak menjalankan peran masing-masing untuk membantu keluarga mendiang. Mulai
dari menggali liang kubur, menyiapkan kperluan memandikan jenazah, hingga
persiapan menyambut tamu. Tak pandang agama, warga tetap mengunjungi dan
mendoakan sesuai keyakinanmasing-masing.
Pada acara Slametan 7, 40, hingga 100
hariorangmeninggal pun dilakukan
secara gotong royong. Kekeluargaan begitu terasa di dusun ini.
Keadaan Dusun Sodong begitu khas
ke-Indonesia-annya. Kita sebagai sesama warga Indonesia patut belajar dari
sana. Berbeda keyakinan tak bisa menjadi alasan untuk mengabaikan aspek
kemasyarakatan. Warga Sodong menunjukkan bahwa pesan cinta Tuhan dalam agama
benar adanya. Bahwa pesan cinta itu sangat perlu diamalkan dalam kehidupan
sehari-hari dalam masyarakat. Keharmonisan antar-warga Dusun Sodong menjadi
bukti nyata agama sebagai pembawa pesan cinta. Pesan cinta yang menyatukan
manusia meski berbeda nama agamanya. Pesan cinta dan kasih sayang Sang Pencipta
yang luastanpa batas.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.