Adam, Hawa dan Iblis
Oleh Lohanna Wibbi
Assiddi
Repro: imedia9.net |
Awal peradapan manusia memang menyisakan tanda tanya, manusia pertama adalah Adam atau Adam adalah hasil evolosi seperti kata Darwin. Siapa manusia pertama masih menjadi perdebatan, Adam atau si keranya Darwin. Begitu misterius sehingga Tuhan sendiri bingung siapa sebenarnya Adam, tapi Tuhan tidak mungkin bingung. Aku ingin bertanya pada Tuhan, tapi hal itu tidak akan mungkin aku lakukan. Maka aku hanya duduk di depan rumahku sambil menikmati senja.
Seperti
asal usul manusia, sejarah perjalanan manusia juga seringkali menjadi
perdebatan panjang. Banyak sejerah versi ini dan versi itu. “Kebenaran sejarah
hanya dipunyai Tuhan, tiada satu manusia yang mempunyai kebenaran itu”, batinku.
Aku masih saja duduk menikmati senja karena tidak mungkin aku bertanya hal
sejarah pada Tuhan.
***
“Kau lihat senja, itu adalah senja
untuk kita. Dua sejoli yang sedang memadu kasih. Kau lihat di sana, ada nama
kita berdua. Sebenarnya senja itu awalnya adalah dua macam, yang satu seperti
sekarang ini yang ke dua adalah senja untuk tanda berhenti manusia dari
kegiatannya”, kataku memulai pembicaraan dengannya, .
“Ah mana mungkin ada dua, bukankah
hanya ada satu senja di dunia ini?”, tanyanya padaku. Senja
memang sejak dahulu diciptakan dalam dua wujud, wujud pertama untuk kemesraan
atau cinta dan wujud kedua untuk tanda waktu kita beraktivitas. Mereka bisa
saja mempunyai dua wujud dan dua badan tapi bisa juga mereka adalah satu badan
dengan dua wajah, tapi yang paling penting mereka adalah dua.
“Senja pertama”,
kataku mulai menjelaskan, senja pertama adalah untuk manusia yang sedang
kasmaran, sedang dimabuk cinta. Senja pertama adalah untuk sepasang kekasih. Senja
pertama adalah tempat sepasang kekasih memadu cintanya. “Senja pertama adalah untuk kita”.
“Senja pertama bagaimana asal
usulnya?”
“Itu sebenarnya senja untuk Adam dan
Hawa”. Senja memang di ciptakan pertama kali untuk mereka. Senja
adalah setitik keindahan di surga dan khusus diciptakan untuk Adam dan Hawa. Dulu
kala mereka terpisah selama berabad-abad dan bertemu di sebuah padang yang gersang.
Saat itulah senja diturunkan dari surga dan menjadi bagian dari bumi. Saat
itulah pertama kali Adam dan Hawa bertemu dan pertama kali saat di bumi mereka
saling berciuman.
“Jadi kamu meniru Adam saat pertama
kali menciumku, di bawah naungan senja seperti saat ini?”.
Aku hanya tersenyum dan dia juga tersenyum. Terlihat dua gisulnya yang selalu
membuat diriku tidak tahan untuk tidak menciumnya. “Kau selalu saja begitu”, maka aku sudahi ciumanku. Aku kembali
memandang senja, sedang tanganku sibuk meremas tangannya.
Bagaikan
Adam dan Hawa, kami menikmati senja seolah senja adalah milik kami. Adam adalah
moyang dari bangsa kami, mungkin aku dan dia adalah titisan mereka berdua, sehingga
kami bisa khusyuk menikmati senja. Aku masih saja meremasi tangannya, sementara
dia masih saja mengamati senja. Kemudia dia bertanya “bagaiamana asal usul senja yang kedua”.
Senja
yang kedua muncul saat Adam dan Hawa sudah tua. Mereka berdua sudah melupakan
senja yang mempertemukannya. Senja yang membuat mereka bahagia. Saat Adam dan
Hawa sudah tidak lagi menikmati senjanya maka muncullah senja kedua. Senja yang
akan memberhentikan manusia dari segala macam aktivitasnya,. Senja yang akan
membawa manusia menuju kehidupan yang berbeda dari sebelumnya.
“Bagaimana asalnya?”,
tanyanya. Aku memandang wajahnya, wajah yang indah dan menyejukkan. “Beginikah wajah Hawa?”, batinku. Dan
tentunya bukan seperti wajahku, wajahnya Adam. Memang dia pantas jika memiliki
wajahnya Hawa. Dia wanita tinggi dengan rambut panjang, dan wajah cukup menyejukkan.
Aku yakin wajah Hawa adalah wajah yang menyejukkan. Jika tidak, bagaimana
mungkin Adam tidak marah kala dia memakan buah kuldi. Bahkan dengan wajah
manisnya, Hawa malah mengajak Adam dan diiyakan olehnya. ”Tapi apakah Hawa mempunyai dua gisul?”, tanyaku dalam bantin.
Awal
pertemuan kami juga di kala senja. Saat itu aku dan dia tidak sengaja bertemu
di pantai. Dan saat itu memang hanya kami berdua yang menikmati senja. Hanya
kami berdua dan saat itulah terjadi percakapan tentang senja.
Senja
yang kedua berasal saat anak-anak Adam yang sudah dewasa. Mereka selalu bekerja
sehingga lupa kembali ke rumah. Sementara Adam dan Hawa sudah tua sehingga
mereka tidak bisa mencari anak-anak mereka. Maka saat itulah mereka berdoa pada
Tuhan. Tuhan menjawab dengan senja yang kedua itu. Senja yang menjadi pertanda
bahwa semua pekerjaan harus dihentikan ketika senja itu tiba.
Senja
selalu menjadi barang yang dinikmati oleh manusia. Tetapi mereka lupa akan asal
usul senja. Senja pertama diciptakan untuk Adam dan Hawa, sedangkan senja yang
kedua adalah untuk anak-anak Adam dan Hawa. “Dan
sekarang ini adalah senja untuk Adam dan Hawa, senja untuk anak-anak mereka
berdua sudah lama mati”.
Mereka
mati bukan karena mereka dicabut nyawanya oleh malaikat. Mereka mati karena
mereka sudah tidak diperlukan oleh manusia, sehingga dia memaksakan dirinya mati.
Dia tidak kembali pada Tuhan, tapi dia menjelma menjadi fajar yang akan muncul
saat subuh tiba. Fajar sama fungsinya dengan senja yang kedua. Fajar adalah
lambang waktu bagi dua hal yang berbeda. Fajar adalah lambang bagi dimulainya kesibukan.
Sementara sekarang hanya ada satu senja, senja untuk Adam dan Hawa. Senja untuk
sang kekasih. Senja yang kedua sudah mati sehingga tidak ada lagi batas untuk
kesibukan. Saat senja kedua muncul bahwa itu pertanda waktu istirahat tapi
banyak manusia yang bekerja. Senja yang kedua sudah hilang sehingga tidak ada
lagi batas kesibukan dan istirahat.
Akibat
senja kedua menjadi fajar adalah mereka melupakan bulan. Bulan mereka lupakan
dan hanya ingat pada pekerjaan mereka. Mereka sudah lupa bagaimana menikmati
bulan sambil bermesraan dengan kekasihnya. Akibat yang lain adalah senja hanya
tinggal satu, yaitu senja kekasih. Sehingga senja hanya diketahui untuk bahan
puisi atau tulisan memabukkan untuk kekasih. Sedangkan senja kedua sudah hilang
berganti fajar.
***
Tiba-tiba,
dan memang semaunya datang secara tiba-tiba atau setidaknya memberikan salam
terlebih dahulu. Dia adalah makhluk yang bebas, maka dia bisa berbuat
sekehendaknya.
“Kau sedang malamun?”
“Aku
hanya memikirkan senja, rembulan dan senja kedua atau fajar”
“Bukankah
dulu sudah aku ceritakan hal itu padamu?”
“Memang
sudah, fungsi mereka adalah sebagai penanda waktu, dan sekarang mereka sudah
tidak di gunakan lagi, jadi untuk apa mereka ada di dunia ini?”
“Itulah,aku juga tidak tahu, Tuhan memang menyimpan banyak rahasia, setidaknya dengan
adanya mereka, kamu bisa menjadikan senja sebagai tempat kencaanmu saat kamu
tidak punya uang”
“Sudahlah
jangan berbicara hal itu lagi, kamu membawa anggur?”
“Ini
ada dua botol yang memang khusus aku bawa, untuk teman kita berdua menikmati
senja”
Maka
aku dan iblis duduk bersama menikmati senja sambil meminum anggur yang dibawanya
dari ujung dunia.
“Aku akan ceritakan padamu tentang
kejadian sebenarnya Hawa memakan buah khuldi”, katanya dan saat
seperti itu aku akan menjadi pendengar yang baik.
“Iblis
memang terlaknat tapi dia menjadi baik saat berbicara sejarah. Siapa yang masih
hidup sejak zaman azali sampai sekarang kecuali Iblis, malaikat dan Tuhan? Bertanya
pada tuhan dan malaikat tidak mungkin maka aku bertanya pada Iblis. Sementara
untuk percaya pada sejarawan rasanya para sejarawan banyak yang menyembunyikan sesuatu.
Jadi aku mulai mendengarkan Iblis”, batinku dan aku
siapkah kupingku untuk menangkap sejarah.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.