Sampung Tak Benar-Benar Damai Di Balik Aksi Damai FMPS
Oleh
Adzka Haniina
Poster yang terpasang di sudut-sudut Desa Sampung, daerah sekitar tambang batu gamping |
Masih
hangat dalam ingatan kita aksi damai yang diusung oleh Forum Masyarakat Peduli
Sampung (FMPS) yang mengatasnamakan warga Sampung -meskipun tanpa seizin warga-
yang menyerukan bahwa kondisi Sampung damai. Kedamaian yang digemborkan mungkin
dapat dimultitafsirkan dalam berbagai konteks. Damai untuk siapa? Damai yang
bagaimana? Kiranya, hanya aksi forum ini
yang dapat disebut ‘damai’.
Saya
turut hadir dan menyaksikan secara langsung peristiwa kemarin. Aksi itu mungkin
salah satu aksi paling singkat yang saya ketahui. Karena hanya dalam selang waktu
dua jam telah usai dan mendapatkan segunung jawaban dari anggota DPRD Ponorogo,
tanpa perlu berlelah dan susah. Bagaimana tidak, seakan semesta berpihak pada
demonstran. Hujan yang turun sebelum aksi dimulai, berhenti saat orasi pertama
dikumandangkan. Sesampainya di depan gedung DPRD, hanya butuh waktu setengah
jam menyuarakan aspirasi mereka, pintu gerbang segera terbuka lebar untuk menyambut
demonstran bertamu ke ‘kediaman’ wakil rakyat itu.
Para
wakil rakyat pun dengan senang hati menyambut tamu mereka. Ruang pertemuan DPRD
adalah rumah rakyat juga, katanya. Salah satu anggota DPRD sempat berkata, “Saya tadi takut ada yang rame-rame di depan
kantor, tapi alhamdulillah ternyata pro”. Dapat saya simpulkan bahwa rakyat
yang pro pemerintah akan mendapatkan kemudahan menyuarakan pendapatnya. Persetujuan
mereka dengan kebijakan pemerintah adalah tiket emas untuk memasuki ‘rumah
rakyat’.
Padahal,
sebelumnya orator FMPS menyatakan bahwa mereka tidak pro maupun kontra terhadap
kebijakan pemerintah. Namun, sejak awal mereka telah menelan ludah sendiri
dengan adanya tulisan “Kami mendukung kebijakan pemerintah” yang dibawa oleh
salah satu demonstran. Begitu pula saat bertemu para wakil rakyat di meja
perundingan. Mereka dengan terang-terangan mendukung segala kebijakan
pemerintah atas pertambangan batu gamping di Sampung.
FMPS saat menggelar aksi damai di depan Gedung DPRD Ponorogo (12/01/2017). |
Meja
berbentuk lonjong itu menjadi saksi atas warga yang duduk dan anggota DPRD yang
saling mendukung. Hadirin dari FMPS dan pemerintah nampaknya sedang membangun
hubungan baik antara rakyat dan wakilnya. Dalam forum musyawarah itu, yang
terjadi bukanlah dua argument berbeda yang beradu – seperti mayoritas aksi
membela hak rakyat yang saya ketahui –, justru pernyataan FMPS dan DPRD saling
melengkapi dan mendukung satu sama lain.
Kedua
pihak sama-sama menganggap Sampung yang kondusif adalah Sampung yang tidak
melawan kebijakan pemerintah. Orator juga sempat mengajak masyarakat untuk
percaya penuh kepada pemerintah. Karena pemerintah tak mungkin menyengsarakan
rakyatnya. Masyarakat Sampung yang kontra kebijakan pemerintah dianggap tidak
percaya pada wakil rakyat. Padahal, mereka (masyarakat yang kontra) sudah
pernah melakukan aksi di depan DPRD dan meminta kejelasan kasus PDP Sari Gunung
yang izin operasional di wilayah tambang batu gamping Sampung telah habis. Jika
memang rakyat sudah tidak percaya pada wakilnya, mereka tidak akan menyuarakan aspirasi
apapun kepada DPRD. Karena kebijakan pemerintah itu perlu dikawal dan dikritik
apabila merugikan rakyat. Masyarakat bukanlah budak yang harus tunduk pada
tuannya.
Abdul,
salah satu warga yang kontra kebijakan pembangunan pabrik pengolahan batu gamping
di Sampung juga mempertanyakan kenapa FMPS begitu mendukung pemerintah. “Kenapa FMPS mendukung pabrik, sedangkan
banyak masyarakat menolaknya. Mengapa FMPS mendukung alat berat didatangkan,
sedangkan warga tidak?”, tutur Koordinator Aksi Solidaritas Penambang
Tradisional (ASTON) ini. Adanya ASTON
menandakan bahwa masih banyak warga Sampung yang menolak keberadaan alat berat
dan wacana pendirian pabrik di Sampung.
Poster yang terpasang di sudut-sudut Desa Sampung, daerah sekitar tambang batu gamping. |
“Wujudkan
Sampung yang aman dan tentram”, begitu tuntutan yang digemborkan FMPS. Meski disampaikan bahwa Sampung baik-baik saja,
hingga kini masih ada aliansi seperti ASTON yang memperjuangkan hak rakyat
Sampung. Kedamaian yang diharapkan ASTON adalah rakyat dapat memperoleh haknya
kembali untuk menambang secara tradisional tanpa eksploitasi dan monopoli
pemerintah dengan pendirian pabrik. Sedangkan kedamaian bagi FMPS berdampak sebaliknya. Yaitu saat pabrik dapat
berdiri dan rakyat terenggut mata pencahariannya.
ASTON
pun telah melangsungkan aksi bersama sekitar 150 demonstran pada November 2017 silam.
Audiensi saat itu ditutup dengan suara lantang “Hidup Rakyat Kecil!”. Tentu
spirit kedamaian yang dibawa para demonstran saat itu sama sekali berbeda dengan
aksi FMPS. Aksi damai FMPS membawa simpatisan sekitar 20 orang, hanya 14% dari jumlah
pengunjuk rasa dari ASTON dan mengakhirinya dengan anggukan kompak dengan kata “sepakat”
bersama DPRD. Maka, maksud ‘peduli Sampung’ yang diperjuangkan Forum Masyarakat
‘Peduli Sampung’ ini sebenarnya seperti apa?
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.