Tolak UU MD3, Demonstran Sholat Ghaib di Depan Gedung DPRD
lpmalmillah.com, Ponorogo- Mahasiswa
IAIN Ponorogo menggelar aksi demo di depan gedung DPRD pada Jumat (9/3/2018).
Aksi ini di prakarsai oleh organisasi ekstra kampus Pergerakan Mahasiswa Islam
Indonesia (PMII) komisariat IAIN Ponorogo. Aksi juga menggandeng Republik
Mahasiswa yang dimulai pukul 09.00 dan selesai pukul 10.55 WIB.
Demo ini bertujuan untuk
mendesak DPRD kabupaten Ponorogo supaya menolak revisi undang-undang MPR, DPR,
DPD, DPRD, (UU MD3). UU tersebut dianggap telah melunturkan nilai-nilai
demokrasi. “Kritikan rakyat seperti dibungkam oleh UU tersebut,” terang
Munawwir, koordinator lapangan aksi.
Aksi ini didukung oleh
Endrik, dosen hukum IAIN Ponorogo bahwa, kurang setuju dengan adanya UU MD3
karena akan memunculkan parlementer power (kekuasaan yang berlebihan) dan tidak
sesuai dengan asas Presidensial yang dianut oleh masyarakat Indonesia. Ia juga mengunggkapkan bahwa ini tidak sesuai
dengan teori trias politica: eksekutif, legislatif, yudikatif artinya
harus berimbang. “Tidak ada salah satu lembaga yang merasa paling kuat,”
jelasnya.
Sempat terjadi aksi
saling dorong antar petugas keamanan dengan peserta aksi dikarenakan DPRD dianggap
tidak mau menanggapi. Dampak dari tidak ada tanggapan tersebut muncul adanya
perdebatan kecil antara ketua Komisariat, Republik Mahasiswa dengan staf DPRD. Hal ini mulai mereda ketika staf DPRD
mempersilahkan lima orang sebagai perwakilan aksi untuk menyampaikan tujuannya.
Lima orang tersebut adalah Rohman Rifa’i (ketua Senat Mahasiswa Institut), Moh Faishal Arifin (Presiden Mahasiswa IAIN Ponorogo), Hanif Munawirullah
(ketua Komisariat PMII IAIN Ponorogo), Riski Wahyudatama, (Pengurus Cabang PMII
Ponorogo), dan Pamor Aji Pangestu (ketua Rayon PMII Jayadipa).
Perwakilan aksi tersebut
masuk dan disambut oleh segenap fasilitator serta sekretaris DPRD setempat.
Kemudian lima orang tersebut menyampaikan maksud dan tujuan diadakannya aksi.
Tujuan mereka ditanggapi oleh sekretaris DPRD yang mengatakan bahwa anggota
Dewan tidak ada sama sekali dan ia berjanji akan menyampaikan pesan para
demonstran kepada anggota dewan. “Agenda kami kosong pada hari Senin dan
Jumat kalian bisa datang untuk membicarakannya lebih lanjut,” tutur Agung selaku
Sekretaris DPRD Ponorogo.
Setelah tersampaikannya
maksud dan tujuan aksi, para perwakilan demonstrasi meminta Agung untuk menemui
peserta aksi supaya bisa lebih kondusif. Pada awalnya pihak DPRD menolak dikarenakan
khawatir akan amukan massa. “Jika terjadi sesuatu saya yang akan menjamin
keamanan bapak,” tutur Yuda meyakinkan.
Dalam hal keamanan,
dijamin pula oleh pihak kepolisian yang menuturkan bahwa aksi ini dijaga oleh
dua bagian keamanan yakni polisi yang tidak memakai seragam dan polisi yang
berseragam. “Hal ini baik, suara aspirasi dari masyarakat itu wajar hingga
saat ini suasana masih kondusif dan tertib karena mereka juga memarkirkan
kendaraan dengan rapi,” tutur Fatoni, salah satu polisi yang menjaga keamanan
demo.
Pada akhir mediasi Yuda
mengatakan bahwa jika tidak ada tindak lanjut maka demonstran akan mengadakan
aksi yang lebih besar seperti reformasi 1998. “Kami butuh kepastian, karena
di Ponorogo termasuk aksi damai tidak seperti kota lain yang bentrok
gila-gilaan, jika tidak ada kepastian kami juga mampu membuat aksi seperti
reformasi,” ujarnya.
Menanggapi demo
penolakan UU MD3, salah satu mahasiswa Pendidikan Agama Islam semester II,
Ririn, mengatakan bahwa aksi ini perlu dilakukan karena rakyat butuh pembelaan.
Sedangkan mahasiswa adalah sebagai penyampai dan jembatan aspirasi masyarakat. “Selama
aksi berdampak postif tidak masalah , kalo anarkis ya nggak wajar,”
ungkapnya.
Aksi ditutup dengan
melakukan sholat ghaib. Para demonstran meletakkan keranda bambu yang tertutup
kain kafan sebagai simbol matinya demokrasi. Pembakaran keranda menandai
demonstrasi telah usai.
Reporter : Aya, Aziza, Ula, Fanisa, Lia, Candra.
Penulis : Aya, Aziza, Ula, Fanisa
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.