Diskusi Lintas Agama dan Kepercayaan: POLEMIK PENCANTUMAN KOLOM AGAMA PADA E-KTP
IAIN Ponorogo-
Rabu (9/5/2018), Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) aL-Millah hadirkan 4 narasumber lintas
agama dan kepercayaan dalam Dialog Interaktif dan Launching Majalah edisi-34. Bertemakan
“Harmoni Pancasila dan Kebudayaan, Agama dan Kepercayaan: Jalan berlainan
menuju Tuhan”. Acara secara resmi dibuka dengan pemotongan tumpeng yang
dilakukan oleh Lukman Santoso selaku pembina LPM aL-Millah. Sekaligus sebagai
simbol syukur atas terbitnya majalah edisi 34 yang dinanti-nantikan. Acara tersebut
dimoderatori oleh Muhammad Arifin, Pemimpin Umum LPM aL-Millah periode 2003/2005.
Suwandi selaku Penyuluh
Agama Budha Bimbingan Masyarakat Kantor wilayah Jawa Timur, yang menjadi keynote
speaker mengatakan bahwa dengan keberagaman dicetuskan sebuah dasar secara
umum yaitu pancasila untuk memahami heterogenitas rakyat Indonesia. “Pancasila
itu sebuah tatanan lima kemoralan, sebagai warga Negara yang sudah diakui
keberadaannya untuk saling hormat-menghormati.
Agama apapun adalah mengajak kebaikan,” tutur Suwandi.
Endrik Safuddin sebagai
dosen hukum menyampaikan bahwa implikasi hukum pencantuman kolom agama di E-
KTP memiliki hak yang sama. Apabila putusan MK tersebut diberlakukan maka perlu
penambahan kolom baru, yaitu kolom kepercayaan. ”Seharusnya di E- KTP
menambahkan kolom kepercayaan agar tidak terjadi pertentangan,” tegas
direktur Bagian Kajian dan Pengembangan Ilmu LKBH IAIN Ponorogo tersebut.
Naen Suryono, yang
didatangkan panitia dari Surabaya sebagai salah satu narasumber ini mengungkap tidak
keberatan apabila agama di kolom KTP itu dikosongkan. Tetapi yang dikhawatirkan
olehnya adalah kondisi saudara (Sapto Dharmo) lainnya yang tersebar diseluruh
pelosok tanah air. Menurut yang dikatakannya jumlah penganut Penghayat
Kepercayaan Sapto Dharmo telah mencapai 12 juta jiwa.
“Saya tidak masalah
jika agama di KTP kosong, tapi saudara
saya banyak yang tidak terima, Negara kita itu Negara hukum yang berlandas UUD
dan Pancasila. Kalau anda orang Islam jadilah orang Indonesia yang beragama Islam.
Namun apabila anda penganut kepercayaan lain selain agama yang resmi di
Indonesia, maka ikutilah kepercayaan itu secara murni. Karena Indonesia
mewajibkan warganya untuk ber-Tuhan dengan jalan apapun,” ujarnya yang kini
menjabat sebagai advokat dan juga Ketua Persatuan warga Sapto Darmo (PERSADA) Nasional.
Reporter: Umi, Zona, Fitri
Di samping itu
penasehat keraton Surakarta, Soehardo Suroprapoto, mengatakan bahwa jangan sombong
berjalan di muka bumi. Hendaknya manusia melihat di sisi lain juga, bahwa ada
orang lain dengan beragam kepercayaan di dunia ini. “Orang jangan bangun badannya
saja, tapi juga jiwanya, hati-hati jangan sombong berjalan di muka bumi ini.
Kita minta keridhoan Tuhan,” jelas Soehardo yang juga Pengurus Majelis
Luhur Kepercayaan Indonesia wilayah Ponorogo. Di akhir pembicaraannya ia juga
sempat menyanyikan tembang Jawa yang berisi pesan islami dan kehidupan serta
untuk mengingat kematian.
Irfan, salah satu audien
yang hadir dari jurusan Pendidikan Agama Islam IAIN Ponorogo berpendapat bahwa
acara tersebut berguna untuk menyadarkan masyarakat umum dan juga mahasiswa bahwa
perbedaan adalah suatu kewajaran. “Ya berguna, karena menyadarkan masyarakat
umum dan mahasiswa bahwa perbedaan tidak perlu diperselisihkan, perbedaan itu kodrat
Tuhan,” ungkapnya.
Kalau boleh meluruskan, kata "budha" semestinya ditulis "Buddha" merujuk pada KBBI.
ReplyDelete