Mahasiswa Harus “Aktif” dalam Pengawalan Pemilu
Mahasiswa Harus
“Aktif” dalam Pengawalan Pemilu
Features oleh Alwi Mughoffar
“Negara
tidak mewajibkanmu memilih, tetapi ajarkan tentang bahaya terpilihnya orang
buruk, akibat anda tidak memilih.”
(Syaifullah, Dosen Unida Gontor)
Setelah lama terhenti
karena UTS, LKBH IAIN Ponorogo kembali mengadakan diskusi rutinan pada selasa kemarin (15/05/2018). Seperti biasa diskusi ini bertempat di aula fakultas Syari’ah IAIN Ponorogo. Dikarenakan mendekati
pilkada, maka tema yang diusung adalah “Peran Mahasiswa Dalam Mengawal
Pilkada”. Pada cuaca yang lumayan menyengat, diskusi ini berlangsung dengan
menghadirkan dua pemateri, yaitu Syaifullah al-Maslul (Dosen UNIDA Gontor) dan
Nanang Tri Handoko (Dosen IAIN Ponorogo), tema tersebut layaknya pantas untuk dikaji
ulang.
Seperti biasa,
diskusi ini dibuka oleh sambutan dari Direktur LKBH, Miftahul Huda. Setelah Miftahul
Huda menyampaikan sambutannya, acara langsung diambil alih oleh moderator, yang
menyampaikan deskripsi singkat tentang materi yang didiskusikan, dan langsung
disambung oleh pemaparan materi pertama yang disampaikan oleh Syaifullah
al-Maslul, dengan bahasan Penyelesaian Sengketa Hasil Pilkada. Ia mengawali pemaparan materinya dengan
menghimbau bahwasanya, rakyat harus betul-betul memahami mekanisme dalam pilkada,
karena banyak pihak yang terlibat didalamnya. Semua itu mengandung unsur hukum.
Ia juga menyinggung tentang ketidak pastian Undang-undang yang mengatur tentang
Pemilu. Dulu pemilu menggunakan metode sentralisai (pemilihan secara tidak
langsung), dan dirubah menjadi desentralisasi (pemilihan secara langsung)
setelah runtuhnya rezim orde baru.
Terkait dengan
penyelesaian sengketa hasil pemilu, UU yang mengatur pertama kali adalah UU
No.1 Tahun 2015, berisi sengketa pemilu diputuskan dan diperkarakan di Mahkamah
Konstitusi. Belum lama UU tersebut berjalan, ada UU baru lagi yaitu UU No.8
Tahun 2015 menyatakan bahwa sengketa hasil pemilu dialihkan menjadi wewenang
Mahkamah Agung. Karena dirasa Mahkamah Agung keberatan menangani masalah
sengketa hasil pemilu, pemerintah kembali mengeluarkan UU No.10 Tahun 2016,
yang mengembalikan wewenang sengketa pemilu ke Mahkamah Konstitusi lagi sampai
sekarang. Akan
tetapi perkara yang diterima oleh MK hanyalah sengketa dengan margin minimal 2%, dibawah itu,
bisa dimusyawarahkan sendiri.
Dalam pengawasan
kemungkinan terjadinya kecurangan dalam Pilkada, pemerintah membentuk Lembaga
Independen yaitu Banwaslu, yang bertugas mengawasi jalannya pemilu. Agar pemilu
berjalan tanpa kecurangan, beliau memberikan sebuah solusi, yaitu memperluas
wewenang Banwaslu, yang sebelumnya hanya mengawasi jalannya pemilu, harusnya
Banwaslu juga diberi wewenang untuk memutuskan, dan mengadili pelanggaran yang
terjadi selama pemilu, termasuk penghitungan suara. Syaifullah menutup
pemaparan materinya dengan sebuah quotes, “negara tidak mewajibkanmu memilih, tetapi ajarkan tentang bahaya
terpilihnya orang buruk, akibat anda
tidak memilih.”
Dilanjutkan dengan pemaparan materi kedua oleh
Nanang Tri Handoko, dengan bahasan sejauh mana peran mahasiswa dalam mengawal pilkada. Handoko mengawali
pemaparan materinya dengan menyinggung sedikit tentang fungsi mahasiswa sebagai
Agent of Social Control, yang bertugas sebagai pengawas sosial. Dalam
artian bahwa, pemilu juga termasuk hal yang harus diawasi oleh mahasiswa,
walaupun secara konstitusi ada Banwaslu yang mengawasi pemilu, tetapi hal
tersebut kurang efektif dan menyeluruh. Maka semua masyarakat (termasuk mahasiswa) juga harus
terlibat dalam mengawasi dan mengawal jalannya pemilu. Beliau juga
menganalogikan bahwasanya pemilu itu seperti sebuah pertandingan. Dalam sebuah pertandingan,
peserta cenderung berbuat curang. Tugas mahasiswa harus mengawasi jalannya pemilu, agar tidak terjadi
pelanggaran.
Selain mengawasi,
fungsi mahasiswa juga sebagai pengawal jalannya pemilu dengan mengadakan
seminar, diskusi, atau menulis artikel tentang pemilu. Tujuannya adalah agar
masyarakat menjadi pemilih yang bijak dan tepat dalam menggunakan hak suaranya.
Selain itu, sebagai mahasiswa kita tidak boleh antipati terhadap proses
terjadinya pemilu. Sehingga pemilu berjalan
dengan baik demi terciptanya demokrasi yang ideal. Handoko dalam kajian
tersebut juga menyampaikann sebuah strategi agar kita mampu mengawal pemilu
dengan mudah, yaitu dengan menjadi tim sukses atau ambil bagian dalam KPU. Alasannya
adalah agar mengetahui sistem dan mekanisme dalam pemilu, sehingga mahasiswa
bisa mengawasi dan mengawal jalannya pemilu dengan lebih leluasa.
Jam dinding terus berjalan, waktu semakin sore, diskusipun diakhiri pada
jam menunjukkan pukul 15.34 WIB. Meskipun diskusi berjalan dengan lancar, namun
juga terdapat beberapa tanggapan atau masukan dari mahasiswa tentang acara
tersebut. Kami berhasil mewawancarai Muaz, mahasiswa
jurusan Ahwal Syakhsiyyah semester 4. Ia berpendapat bahwa pemilihan materinya menurutnya memang baik, karena memang diperlukan oleh
mahasiswa menjelang pilkada tahun
ini. Akan tetapi pesertanya sedikit, hal ini kemungkinan
karena kurangnya sosialisasi kepada para mahasiswa. “…..pesertanya sedikit,
mungkin karena kurangnya sosialisasi kepada mahasiswa,” terangnya seusai
diskusi. Berbeda dengan Tika yang juga merupakan mahasiswi jurusan Ahwal
Syakhsiyyah semester 4. Tika mengatakan bahwa pemilihan materinya menarik, tapi yang perlu dirubah menurut dia adalah konsep diskusinya,
supaya
peserta tidak bosan dan mau mengikuti kajian secara konsisten. “Tapi yang perlu dirubah
menurut saya adalah
konsep diskusinya,” begitulah
potongan kata yang Tika ungkapkan.
Tentu saja hal tersebut ditanggapi oleh Fuad selaku panitia
penanggung jawab diskusi. Ia memberikan penjelasan bahwa pihak panitia itu sebenarnya sudah menyebarkan pamflet seminggu
sebelum hari pelaksanaan kepada perwakilan di tiap-tiap kelas. Cara yang
dilakukan adalah dengan menyebar pamflet via WhatsApp. Ia mengatakan kemungkinan sosialisasi terhambat karena perwakilan setipa kelas
terlambat atau mungkin tidak memberitahukan kepada teman-temannya. Fuad mengaku sengaja hanya
media sosial yang kami maksimalkan, karena minimnya dana untuk pencetakan
pamflet itu sendiri. Mengenai konsep diskusi yang dirasa oleh peserta kurang
variatif, Fuad memberikan klarifikasi bahwa sebelumnya memang akan dirubah
konsepnya. Akan tetapi karena pemateri datang terlambat, maka tidak
memungkinkan bagi panitia untuk menjelaskan konsep diskusi baru yang dibuat. “Sebelumnya
memang akan dirubah konsepnya, tetapi waktu sudah tidak memungkinkan,” kata
Fuad dengan jelas.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.