“Behind The Scene” Denda Perpustakaan
Opini oleh Chandra
Nirwana
Undang-undang
No. 43 Tahun 2007 Tentang Perpustakaan pasal 24 menyatakan setiap perguruan
tinggi menyelenggarakan perpustakaan yang memenuhi Standar Nasional Pendidikan.
Perpustakaan Perguruan Tinggi (PPT)
merupakan Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang bersama-sama dengan unit lain
melaksanakan Tri Dharma PT (Perguruan Tinggi) melalui menghimpun, memilih, mengolah,
merawat serta melayankan sumber informasi kepada lembaga induk khususnya dan
masyarakat akademis pada umumnya (Pedoman PPT, Jakarta: Dirjen DIKTI,
1994, hal. 3). Informasi yang disediakan oleh
Perpustakaan PTN rata-rata berupa buku bacaan yang mencukupi untuk mendukung
pelaksanaan pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat. Dari Perpustakaan
tersebut memungkinkan lahir karya-karya penelitian yang dilakukan oleh dosen
maupun mahasiswa. Dapat disimpulkan pula, Perpustakaan merupakan komponen utama
dalam penyelenggaraan perguruan tinggi yang menyediakan “pasokan” ilmu
pengetahuan.
IAIN
Ponorogo memberikan kebebasan pada warga institut untuk mengakses informasi
yang ada di perpustakaan. Akan tetapi, kebebasan tersebut belum tentu dapat
dinikmati secara maksimal. Ada beberapa ketentuan yang berlaku bagi mahasiswa
yang menggunakan buku-buku yang tersedia di Perpustakaan.
Ketentuan
tersebut diciptakan dengan dalih ‘kenyamanan’ bagi pengunjung
Perpustakaan. Dikarenakan jumlah buku yang tersedia tidak sejajar dengan jumlah
kebutuhan pengunjung Perpustakaan. Berdasarkan ketentuan tersebut berupa diterapkannya
pembatasan jumlah buku yang dipinjam dan denda bagi keterlambatan pengembalian
buku Perpustakaan. Namun yang paling menarik untuk disorot adalah arah muara
alokasi dana yang didapat dari sanksi denda bagi mahasiswa.
Pernahkah
warga kampus penasaran dialokasikan untuk apa rupiah yang terkumpul dari
denda yang dihasilkan? Perkirakan saja, bila rata-rata per hari denda yang
didapat sekisar Rp. 100.000,00, dan tidak menutup kemungkinan bisa lebih, maka
berapa banyak uang denda yang terkumpul selama sedikitnya satu semester? Pasti
nominal yang tertulis tidak dapat dikatakan sedikit. Jumlah uang denda yang
terkumpul banyak memerlukan perhatian yang intensif oleh pihak pengelola Perpustakaan.
Denda merupakan kebijakan perpustakaan sendiri, yang artinya pengurus
Perpustakaan memiliki otoritas tanpa campur tangan pihak akademik. Siklus
pendanaan yang berasal dari denda merupakan tanggung jawab pengurus
Perpustakaan, seperti penambahan fasilitas yang menunjang. Tetapi, apabila
tranparansi alokasi denda tersebut tidak maksimal, dapat diasumsikan
Perpustakaan belum mampu mengelola uang denda dengan baik. Lahirnya asumsi
tersebut sebagai akibat dari kurangnya tranparansi yang dilakukan Perpustakaan.
Ditetapkannya
denda bagi keterlambatan pengembalian buku merupakan hal yang wajar bagi sebuah
instansi pendidikan. Tujuan denda sebagai jawaban dan solusi bagi mahasiswa
yang mangkir dari jadwal pengembalian dan supaya menimbulkan efek jera. Namun,
alangkah baiknya apabila mahasiswa atau
pengguna Perpustakaan dapat mengetahui alokasi uang denda tersebut sehingga mampu terawasi. Bila tidak begitu,
bisa memungkinkan ada celah bagi Perpustakaan untuk bertransformasi menjadi Pasar
Intelektual bagi mahasiswa yang terlambat mengembalikan buku.
Gambar : sumber pustaka.unand.ac.id
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.