DARAH JUANG PBAK
Cerpen oleh Insan Ainul Yaqin
Pagi yang indah berteman embun yang jatuh
dari dedaunan berselimut langit cerah. Aku
bersiap pergi mengikuti kegiatan PBAK (Pengenalan
Budaya akademik dan kemahasiswaan)
di salah satu universitas negeri
di kota antah berantah. Mentari mulai menunjukan wujudnya, dengan menyandang
hitam putih dan menyunggi peci hitam. Aku mulai menyusuri jalan
mengendarai si kuda besi, perlahan
menuju kampus yang tak nampak dari pandangan bersama sahabatku, Jojo. Namun lalu lintas macet, akhirnya aku terpaksa
memutar jalan yang lebih jauh agar tidak terlambat terlalu parah. Tapi karena
aku orang baru disini aku belum hafal jalan. Dengan bantuan GPS aku mencari
jalan. Bahkan, tak jarang aku tersesat karena bingung memilih banyak jalan namun
seakan-akan semuanya buntu.
“Jo, gimana nih gua bingung mau lewat
mana.”
“Yah. Mana gua tau gua kan juga orang
baru, mending kita nanya aja sama orang sini, keburu telat nanti.”
“Oke jo, kita cari orang.”
Kami mencoba bertanya kepada orang
lain yang lebih tau tentang daerah sini. Namun, sepanjang jalan tak ada satupun
orang yang kami temui. Setelah jauh kami berjalan, kami sampai di persawahan.
Disana kami bertanya dengan petani yang sedang menanam padi.
“Pak, maaf kami mau tanya kalau ke Universitas Islam jalannya lewat
mana ya pak?”
“Oh universitas islam, sampeyan
lurus aja nanti ada perempatan belok kekanan sampai pertigaan belok kiri lurus
terus mentok belok kanan sampai jalan raya, belok kiri mas, tapi jauh.”
“Oh gak apa-apa, Pak, kira-kira berapa lama?”
“Ya, kira-kira 30 menitan mas.”
“Oh makasih pak.”
. “Sama-sama, Mas.”
Kami pun mengikuti petunjuk dari pak
tani tadi. Walau cukup jauh tapi dengan semangat darah juang yang bergelora di
hati. Kami terus menembus panas mentari. Tapi ternyata tantangan belum selesai,
kami kehabisan bensin
dan harus mendorong motor cukup jauh dan cuaca yang begitu panas. Kami tidak
perduli walau keringat sudah mengepung tubuh kami.
“Jo, gimana nih, gak ada yang jual
bensin dari tadi.”
“Iya yah, mana masih jauh lagi.”
“Tapi gak apa-apa jo, gua percaya
hasil gak akan menghianati usaha kita, semangat terus, ini adalah darah juang
kita.”
“Iya.”
Jauh dan lama kita mendorong motor
ada penjual bensin juga. Kami segera menyambangi penjual bensin itu dan
beristirahat sejenak dengan meminum sebotol air mineral menghapus dahaga.
“Dek, darimana mau kemana kok kayaknya
bukan orang sini,” tanya
si ibu penjual bensin kepada kami.
“Kita dari bogor buk, kita mau ke
universitas islam, tadi kita sempet nyasar terus kehabisan bensin.”
“Oh kalo universitas islam masih
agak jauh dek.”
“Iya gakpapa buk.”
“Ada acara apa dek?”
“PBAK buk, kayak ospek gitu.”
“Oh jadi kalian mahasiswa baru dek?”
“Iya,
Buk, yaudah kita
mau lanjut lagi, jadi berapa semuanya?”
“Semuanya 15 ribu dek, hati-hati.”
Kami melanjutkan perjalanan yang
melelahkan ini. Kami masih melalui jalan yang berkelok-kelok apalagi ditambah
jalan yang cukup rusak. Setelah cukup lama kami sampai juga di kampus. Setelah
mendapat hukuman karena terlambat, kami segera bergabung dengan peserta lainnya
yang sedang upacara. Saat kami tiba lagu darah juang sedang berkumandang. Kelelahan kami terbayar
sudah dengan lagu
perjuangan itu. Kami tetap
mengikuti kegiatan selama empat hari dengan tertib. Karena semangat darah juang
masih ada dan selalu ada di hati kami.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.