Minim Tenaga Pengajar, Pendidikan Agama Tertinggal
Penulis:
Dendy, Shofia
Cerita masih dari dusun yang terletak di lereng gunung
Gajah, Jurang Sempu. Jurang Sempu merupakan salah satu
dusun di Desa Dayakan, Kecamatan Badegan, Kabupaten Ponorogo. Dusun di wilayah terpencil
dan pelosok. Akses masuk ke dusun ini pun lumayan sulit, daerah pegunungan
dengan jalan yang menanjak, curam dan berbatu. Karena sulitnya akses
jalan, tidak banyak orang mengetahui dusun ini, termasuk kondisi ilmu
pengetahuan maupun agamanya yaitu ‘islam’. Agama Islam pun masuk di dusun ini
sekitar tahun 2009. Hal ini bisa dilihat dari tertinggalnya pendidikan agama di
Jurang Sempu. Salah satu upaya dalam
mengembangkan pendidikan agama di dusun ini yaitu melalui TPQ (Taman Pendidikan
Qur’an).
Berdirinya TPQ membuat warga merasa bersyukur.
Paikun, salah satu warga
yang mengkoordinir kegiatan keislaman di dusun Jurang Sempu RT. 06 RW 01
mengungkapkan, “Disini tersentuh
agama Islam sekitar tahun 2009 sehingga pemahaman agama Islam-nya masih rendah,
maksudnya belum banyak pemahaman agama
Islam dalam hal akidahnya yang belum kuat.” Tidak heran mayoritas penduduknya
masih awam terhadap
Islam.
Akan tetapi warga
sadar perlunya pendidikan Islam
di dusun ini. Siti Nur Astuti, salah satu orang yang
peduli terhadap pengembangan agama Islam di RT. 06 RW.01 menyatakan, “sebenarnya agama Islam
sudah ada sejak saya lahir tetapi jauh disana (belum sampai di dusun Jurang
Sempu –red),” terangnya.
Sebagai
upaya untuk meningkatkan kesadaran terhadap masyarakat tentang keislaman maka sengaja didirikan TPQ, terletak di beberapa
tempat di dusun Jurang Sempu. TPQ yang terletak di RT 03 RW 01 dusun Jurang
Sempu menjadi embrio atau cikal bakal adanya pendidikan agama disini. Sulastri salah satu
pengajar TPQ membenarkan hal tersebut. “TPQ di RT 04 dan 05 sebenarnya jadi
satu grup dengan yang di RT 03, hanya saja karena anaknya banyak dan tempatnya
jauh, jadi disana dibuka lagi sebagai cabangnya,” jelas Sulastri.
Meskipun tempatnya jauh
dari rumah, anak-anak berantusias
mengikuti pembelajaran
di TPQ terbilang tinggi. Akan tetapi tidak diimbangi dengan tersedianya tenaga
pengajar yang tersedia. Hal ini disampaikan oleh Katimun, yang menjabat sebagai
Jagabaya sekaligus
perintis TPQ di Jurang
Sempu. “Sebenarnya disini itu minat belajar ngaji anak-anak sangat tinggi,
tetapi tenaga pengajarnya masih kurang dan hanya seadanya saja,” terang
Katimun kepada kami.
Menapaki lika-liku
jalan bergelombang, anak-anak datang lebih
awal dari jadwal yang dibuat. “Anak-anaknya
semangat ikut mengaji, masuk jam 14.00 WIB tetapi jam 12.30 WIB sudah ada yang
datang, bahkan disuruh tidur siang juga tidak mau karena temannya banyak,” terang Sulastri dengan tersenyum kecil sambil mengingat murid-murid
yang bersemangat.
Tenaga
pengajar yang berjumlah 2 orang dengan 25 anak yang harus diampu, Sulastri
mengaku kurang maksimal dalam pendidikan di TPQ. “Jika ada pengajar yang
berhalangan hadir maka akan diganti oleh pengajar yang berasal dari TPQ RT 04,
begitupun sebaliknya. Jika ada yang berhalangan maka salah satu pengajar ada
yang menghubungi untuk dimintai bantuannya,” terang Sulastri di
kediamannnya, RT 03 RW 01 dusun Jurang Sempu. Keterangan
Sulastri tersebut menggambarkan kuantitas atau jumlah pengajar yang ada
di dusun ini masih minim.
Saling oper tenaga pengajar di dusun ini sebagai bukti
minimnya jumlah tenaga pengajar TPQ di Jurang Sempu. Akan tetapi Sulastri
mengaku kegiatannya tersebut terbayar dengan semangat anak-anak. “Ya
susahnya begitu harus bolak-balik sana sini, capek sih iya tapi itu semua
terbayar dengan semangatnya anak-anak, itu sudah membuat kami bangga,” tambahnya.
Selain
itu, untuk merekrut pengajar TPQ juga
tidak
mudah. Di dusun ini hanya mengandalkan seseorang yang sadar agama dan sukarela
ingin menjadi pengajar al-Quran.
Sulastri mengungkapkan
alasannya ikut mengajar dengan niat membantu daripada di rumah, maka dari itu
dia memilih ikut mengajar meski belum profesional. “Saya juga ikut
terpanggil untuk mengajar, selain dari ajakan dari pihak desa saya juga ingin
mengembangkan pengetahuan tentang agama disini,” jelas Sulastri.
Alasannya
tersebut diperkuat karena memang tidak ada orang lain yang mengajukan diri
sebagai pengajar. Hal ini
dikarenakan warga masih
awam tentang agama dan kurang
lancar
dalam membaca Al-Qur’an. Hal ini seperti yang diutarakan Katimun, “tingkat
kelancaran membaca Al-Qur’an warga di sini masih kurang, saya bisa melihat
ketika bulan ramadhan, mereka membaca masih belum lancar, tetapi saya himbau untuk
terus tadarus,” terangnya.
Sulastri
mengatakan sebenarnya
beberapa remaja sedang menempuh pendidikan di pondok. Ia berharap para remaja bisa membantu
menghidupkan suasana pendidikan di TPQ.
“Disini para remaja banyak yang mondok, tetapi belum
ada yang lulus. Jadi mereka yang menjadi harapan kedepannya masih belum bisa
diterapkan untuk saat ini,”
ungkapnya.
Katimun
mengharapkan adanya tambahan tenaga pengajar serta uluran tangan dari
pemerintah untuk mengadakan pelatihan untuk pengajarnya. “Karena tenaga
pengajarnya terbatas, harapan saya ada tambahan tenaga pengajar agar
keberlangsungan pengajaran bisa lebih maksimal, selain itu saya juga berharap
adanya dana dari pemerintah, yang berguna untuk pelatihan agar bisa lebih
meningkatkan pengajarannya,” tegasnya. (Reporter:
Dendy.Shofia.Ahmanda.Umi.crew/depth/PJTD/
pnddknAgama)
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.