Pahlawan Tanpa Tanda Jasa, Masihkah Ada?
Oleh Muhamad Riza Ardyanto
Guru
merupakan profesi yang dipandang mulia, karena dengan jasa-jasanya maka
tercipta insinyur, bupati, bahkan presiden. Ketika bicara mengenai guru,
jasa-jasa mereka sudah tidak bisa didefinisikan. Bayangkan
bagaimana jika tidak ada guru pada perjalanan hidup kita? Walaupun ada kata
mutiara “pengalaman
adalah guru terbaik”,
namun pengalaman mana yang layak untuk direferensikan sebagai guru?.
Pada
hakikatnya guru adalah segala sesuatu yang dapat membentuk kita dari keadaan
sekarang lalu terjadi proses transfer ilmu. Hal itu memantik pergolakan antara
hati dan fikiran hingga memunculkan persepsi yang baru mengenai suatu hal. Istilah guru menurut KBBI adalah orang
yang pekerjaannya sebagai pengajar. Pekerjaan
guru memang dianggap mulia karena jasa-jasanya, hingga profesi guru disebut-sebut sebagai pahlawan tanpa tanda jasa. Istilah
pahlawan tanpa tanda jasa masihkah bisa dibanggakan atau hanya jadi isapan
jempol semata? Di bawah ini penulis melampirkan sebuah puisi karya pribadi
penulis mengenai julukan pahlawan tanpa tanda jasa tersebut dengan fenomena
yang sekarang tengah ramai di masyarakat. Selamat
menikmati!
Masihkah Ada Pahlawan Tanpa Tanda Jasa?
Karya Muhamad Riza Ardyanto
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Tersemat
pada bahu tegapnya
Menanam
benih masa depan dalam setiap langkahnya
Dirawat
dengan kasih sayangnya
Disiraminya
hingga ia tumbuh besar oleh cinta
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Masihkah
kalimat itu pantas untuknya?
Dengan
gaji pegawai negeri yang semakin hari semakin membumbung tinggi
Masihkah
kalimat itu pantas untuknya?
Memperebutkan
jabatan untuk menjadi yang tertinggi
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Hanya
untuk mereka yang ikhlas dalam bekerja
Mendidik
putra-putri bangsa
Menjadi
panutan dalam tingkah lakunya
Bukan
hanya sekedar mengisi absen dan memberi tugas alakadarnya
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Semoga
kalimat itu masih menjadi tujuan hidupnya
Semoga
bukan hanya kalimat semu tanpa makna
Semoga
cinta kasih masih tercurah pada anak didiknya
Mari kita kritisi bait per bait dari puisi di atas.
“Masihkah
Ada Pahlawan Tanpa Tanda Jasa?”
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Tersemat
pada bahu tegapnya
Menanam
benih masa depan dalam setiap langkahnya
Dirawat
dengan kasih sayangnya
Disiraminya
hingga ia tumbuh besar oleh cinta
Istilah
pahlawan tanpa tanda jasa memang sudah melekat pada bahu seorang guru, hingga
pada lirik hymne guru juga tercantum sebutan itu. Walaupun demikian pada versi terbaru lagu
hymne guru lirik yang menggunakan istilah itu sudah diubah menjadi pembangun
insan cendekia. Istilah yang berganti tersebut lantas apakah menandakan
bahwasanya guru sudah tidak lagi bisa disebut pahlawan tanpa tanda jasa? Guru
juga bisa diibaratkan petani yang menanam benih masa depan, yang selalu merawat
tanamannya dengan cinta, kasih, sayang dan selalu memberikan siraman berupa
ilmu-ilmu yang bermanfaat hingga tanaman itu tumbuh besar.
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Masihkah
kalimat itu pantas untuknya?
Dengan
gaji pegawai negeri yang semakin hari semakin membumbung tinggi
Masihkah
kalimat itu pantas untuknya?
Memperebutkan
jabatan untuk menjadi yang tertinggi
Dalam
bait kedua kembali penulis mempertanyakan apakah istilah
itu masih pantas disandang oleh seorang guru? Dengan adanya kategori pegawai
negeri bagi guru menandakan kesejahteraan guru negeri sudah terjamin, dengan
gaji yang sudah layak hingga banyak tunjangan dan fasilitas dari negara
menjadikan profesi guru negeri sungguh sangat menggiurkan bagi sebagian orang.
Walaupun
guru negeri sudah sejahtera malah justru menimbulkan masalah kesenjangan
kesejahteraan bagi guru non PNS atau biasa disebut GTT (Guru tidak tetap). Pasalnya gaji GTT hanya diambilkan sisa dari dana BOS
(Biaya Operasional Sekolah) yang jumlahnya jauh dari kata layak. Pengangkatan
PNS pun masih dipenuhi kolusi dan nepotisme. Masalah ini sudah menjadi rahasia
publik dan dianggap suatu hal yang wajar. Sehingga berakibat mengapa guru sudah
tidak terlalu dihormati. Pada akhirnya mereka hanya adu kekuatan untuk mencapai
pangkat yang paling tinggi, lalu apa bedanya guru dengan politikus?
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Hanya
untuk mereka yang ikhlas dalam bekerja
Mendidik
putra-putri bangsa
Menjadi
panutan dalam tingkah lakunya
Bukan
hanya sekedar mengisi absen dan memberi tugas alakadarnya
Asal muasal istilah ‘Pahlawan Tanpa
Tanda Jasa’ karena rasa ikhlas para guru dalam mendidik putra putri bangsa dan menjadi
panutan dalam tingkah lakunya. Guru mempunyai kepanjangan digugu lan ditiru (ditaati
dan ditiru) dalam istilah Bahasa Jawa, artinya memang seharusnya guru menjadi
panutan muridnya.
Dilansir
oleh www.lpmalmillah.com
Pada hari kamis (27/9/2018) ribuan
guru honorer yang tergabung dalam FGTT (Forum Guru Tidak Tetap)/PTT
(Pegawai Tidak Tetap) mengadakan istighosah dalam rangka unjuk rasa di
alun-alun Ponorogo. hal ini dilakukan guna menuntut
pemerintah segera merevisi aturan perekrutan CPNS berdasarkan Peraturan Menteri
Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi No. 36 Tahun
2018 tentang kriteria penetapan kebutuhan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan
Pelaksanaan Seleksi Pencalonan Pegawai Negeri Sipil (CPNS). Poin yang dimaksud
adalah pembatasan usia paling tinggi adalah 35 tahun pada tanggal 1
Agustus dan masih aktif bekerja.
Etiskah
aksi guru-guru tersebut melakukan aksi? Hingga banyak kasus GTT yang mogok
mengajar karena menuntut revisi aturan tersebut. Guru yang menanamkan sifat ikhlas,
qona’ah, dan budi pekerti yang baik justru beramai-ramai menuhankan
uang. Saat sudah menjadi guru negeri pun tidak sedikit yang hanya mengisi
absen dan memberi tugas alakadarnya sebagai syarat mendapatkan gaji.
Pahlawan
tanpa tanda jasa
Semoga
kalimat itu masih menjadi tujuan hidupnya
Semoga
bukan hanya kalimat semu tanpa makna
Semoga
cinta kasih masih tercurah pada anak didiknya
Pahlawan tanpa tanda jasa pada
akhirnya hanya tinggal istilah yang disemogakan dapat menjadi acuan guru ideal
di masa depan. Bukan hanya sekedar kalimat semu tanpa makna yang dibanggakan
tetapi tidak sepadan dengan tindakan, dan cinta kasih selalu tercurah pada anak
didik mereka yang rela berjalan berkilo-kilo meter demi mendapat pendidikan
yang layak. Pendidikan harus diperjuangkan, jika pendidikan masih dijadikan
alat meraup keuntungan jangan salahkan pada masa yang akan datang negeri ini
semakin tidak beraturan.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.