‘Pegiat’ Jurnalisme Sastrawi Sapa MUKERNAS PPMI Ke-12
Andreas Harsono (paling kanan), Sekjen PPMI Nasional saat ini (nomor dua dari kanan) |
Oleh Redaksi
www.lpmalmillah.com--
Musyawarah Kerja Nasional Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia
(MUKERNAS PPMI) ke-12, tahun ini digelar di kota Ponorogo, tepatnya di salah
satu hotel kawasan objek wisata Telaga Ngebel. Agenda nasional pers mahasiswa
tersebut digarap oleh Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) yang tergabung dalam PPMI
Dewan Kota Madiun.
Serangkaian agenda para mahasiswa didikan
persma tersebut dikemas dengan beberapa gelaran acara, salah satunya bedah buku
"Agama Saya Adalah Jurnalisme" karya Andreas Harsono
yang akan dilaksanakan pada Jumat (23/11/2018) malam. Tak tanggung-tanggung,
panitia penyelenggara menghadirkan
langsung penulisnya, AndreasHarsono.
Jurnalis mana yang tak mengenal Andreas Harsono?
Andreas Harsono adalah penulis yang juga
merupakan aktivis hak asasi manusia. Bahkan dia pernah mendalami aliran
jurnalisme sastrawi di Harvard University pada tahun 1999 hingga ia disebut
sebagai pelopor dan pegiat Jurnalisme Sastrawi. Ia pernah bekerja sebagai reporter di Jakarta
Post. Tulisan-tulisan yang ia tampilkan
sangat berbeda dari pers umum lainnya. Gaya sastra dalam penggambaran fakta
menjadi cirri khas Andreas. Bahkan, tak segan-segan Andreas meliput dan menulis
tema-tema yang sangat sensitif dan beresiko tinggi dengan dukungan data lapangan
yang dikumpulkan sungguh-sungguh.
Lantas apa sebenarnya yang ditulis rapi dan menarik dalam
buku “Agama Saya adalah Jurnalisme” tersebut?
Aliran jurnalisme Andreas berangkat dari
karya-karya Bill Kovach, sang penulis The Elements of Journalism: What
Newspeople Should Know and The Public Should Expect. Bill Kovach ternyata
gurunya Andreas ketika mendapat beasiswa Nieman Fellowship on Journalism
di Harvad. Dari didikan Bill Kovach tersebut, Andreas melahirkan mahakarya
dalam dunia jurnalisme, salah satunya adalah buku yang akan dibedah oleh
teman-teman pers mahasiswa se-Nasional tersebut.
Gambaran umum buku “Agama Saya Adalah
Jurnalisme” memiliki beberapa bagian, pertama adalah tentang laku wartawan, kepenulisan,
dinamika ‘Ruang Redaksi’ dan terakhir adalah tentang peliputan.
Ketika kita didoktrin bahwa seorang wartawan
atau jurnalis itu harus netral, maka berbeda dengan cara pandang Andreas
melihat ke-netral-an seorang wartawan. Andreas menulis dalam bukunya bahwa
netral bukan prinsip jurnalisme. Sedangkan ia
memaknai independensi adalah sebagai semangat bersikap dan berpikir
independen dari apa yang kita jadikan
objek liputan. Opini wartawan itu sangat diperbolehkan dengan prinsip kelengkapan data dan juga dilakukan
demi kepentingan publik. Tentunya bukan dalam sebuah berita, namun tulisan
dengan bumbu opini itu diletakkan dalam rubrik
opinions.
Yang menarik dari Andreas adalah
argumentasinya tentang pertanyaan apa sebenarnya agama apa yang ia anut. Sepertiyangdikatakannya
dalam sebuahwawancara yang dilakukan oleh salah satu media Indonesia, “Kalau
masih juga ditanya soal apa agama saya, saya akan jawab: agama saya adalah
jurnalisme. Saya percaya bahwa jurnalisme sangat berguna untuk kebaikan
masyarakat.” Begitu ia sangat
percaya bahwa kebenaran dapat diejawantahkan dalam garis jurnalisme. Diketahui
pula, kebenaran dalam prinsip jurnalisme yang diunjung tinggi bukanlah
kebenaran yang bersifat filosofis, melainkan kebenaran secara fungsional. Menakjubkan!
Ketika jurnalisme sekarang semakin kehilangan
ruhnya, maka pers mahasiswa harus berani mengembalikan jurnalisme ke dalam hakikat
esensinya. (ar)
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.