UAS Molor, ‘Kalender’ Akademik Tidak Bisa Jadi Acuan
Opini oleh Ardyanto
Mahasiswa
IAIN Ponorogo dikejutkan dengan mundurnya jadwal UAS (Ujian Akhir Semester) semester ganjil ini. Jika dihitung dari
awal masuk tanggal 20 Agustus 2018 hingga 14 kali pertemuan, maka seharusnya
tanggal 10 Desember 2018 ini IAIN Ponorogo sudah harus melaksanakan UAS. Namun muncul surat edaran yang dikeluarkan bidang akademik dan kelembagaan IAIN
Ponorogo bernomor surat B-6587/In.32.1/PP.00.9/11/2018 menyebutkan UAS
dilaksanakan pada tanggal 7-18 Januari 2018.
Surat tersebut dikeluarkan tanpa ada
keterangan atau ‘alasan’ mengapa UAS
diundur. Akibat dari pemberitahuan resmi tersebut, muncul respon dari
mahasiswa. Salah satunya diungkapkan oleh Ketua DEMA Institut (Dewan Eksekutif Mahasiswa) IAIN Ponorogo Adhie Handika. “Etisnya karena kita berkehidupan dikampus maka semua manusia yang
hidup dikampus harus tahu, termasuk mengetahui alasan mengapa UAS itu diundur,”
ujarnya.
Adanya perubahan jadwal agenda kampus mengakibatkan
banyak mahasiswa bertanya-tanya akan validitas
kalender akademik yang sudah tersusun rapi didalam kalender hijau berslogan Research University tersebut setiap tahunnya. Kalender akademik memang menjadi sebuah acuan bagi pihak pengelola
pembelajaran, sekaligus acuan bagi mahasiswa sebagai ‘objek’ pengelolaan.
Persoalan gonta-ganti kalender
tersebut memang meresahkan mahasiswa yang sedang berupaya menjadi ‘mahluk taat’
pada sakralitas agenda kampus hijau. Bahkan, beberapa mahasiswa pun mengaku
jadwal kampus dirasa tidak perlu dipublikasikan di awal tahun ajaran apabila
berakhir pada anggapan mencla-mencle bagi sejumlah mahasiswa. Ya,
cukup lewat siakad saja tanpa ditulis rapi padahal aslinya morat-marit, atau
diumumkan langsung di corong masjid Ulin Nuha. Hehehe!
Salah satu mahasiswa MPI semester 5 pun merespon perihal tersebut. Nur Alfiyah Mahmudah mengeluhkan ketidakjelasan kalender itu. “Saya
merasa kecewa, kita sudah dua kali di PHP, yang pertama pada liburan lebaran
kemarin seharusnya sudah UAS dan libur panjang ternyata liburan hanya 20 hari,
yang kedua semester ini juga demikian, UAS mundur tidak seperti yang diharapkan.
Ya mungkin masalah tidak sepenuhnya dari mereka, tapi setidaknya masalah
molornya waktu ujian bisa diminimalisir, agar para perantau seperti kami dapat
sedikit bersantai dan menikmati masa liburan bersama keluarga yang selalu kita
rindukan, sehingga kita bisa menikmati liburan yang sebenarnya,” ujar mahasiswa asli Merauke ini.
Ungkapan Alfiyah tersebut merupakan satu
dari ribuan mahasiswa yang menggelisahkan hal seirama. Namun, tentu saja objek
harus patuh pada subjek yang mengendalikan. Sebenarnya, jadwal UAS yang dinilai
mundur itu memiliki alasan-alasan yang mungkin sulit untuk dipahami. Disini,
peran publikasi ataupun yang disebut ‘Humas’ kampus, belum terasa perannya bagi
mahasiswa. (Emang Humas kampus ada, ya?)
Melihat keresahan tersebut, penulis (bukan
humas) bermaksud mencari jawaban dari kegelisahan yang menimpa teman-teman
mahasiswa. Tentu saja wakil rektor III bidang kemahasiswaan, Syaifullah, angkat bicara untuk menjawab desas-desus tersebut. Ia menjelaskan
awal mula keputusan ini terjadi. Pada ajaran baru lalu, pihak akademik
berencana awal kegiatan perkuliahan akan dimulai pada bulan September, tapi mereka mengajukannya menjadi
bulan Agustus. Hal ini
dilakukan, masih Syaifullah, supaya perkuliahan akan segera berakhir di bulan Desember.
Namun karena sedang pada kondisi
peralihan atau masa transisi maka rencana tersebut tidak
bisa direalisasikan sekaligus. Maka dari itu, lanjutnya, tahun ini belum bisa dilaksanakan secara keseluruhan. Selain itu,
UAS yang dilaksanakan bulan Januari mendatang juga disebabkan oleh anggaran
yang akan digunakan untuk UAS merupakan jatah di tahun 2019, sehingga tidak
bisa digunakan pada akhir tahun ini. “Anggaran yang seharusnya bisa
digunakan untuk UAS desember ini tidak bisa dikeluarkan karena kegiatan yang
ada ditahun tertentu tidak boleh dibiayai oleh anggaran tahun berikutnya,
sehingga harus menunggu tahun depan yaitu januari ini,” jelasnya secara gamblang.
Selain itu, ia juga merespon adanya keluhan mengenai mahasiswa
rantau yang merasa menjadi korban atas kebijakan, sehingga liburan yang didapat
terasa sempit. “Bagi mahasiswa
rantau yang memang ingin liburan dirumah kami mempersilahkan, ada dispensasi
selama 3 sampai 4 kali pertemuan (3 sampai 4 mingu) untuk tidak hadir dalam
perkuliahan dan itu memang hak mahasiswa untuk tidak masuk,” tambahnya. Terimakasih
pak Warek atas penjelasannya!
Beralihnya status STAIN menjadi IAIN semestinya
dibarengi dengan kualitas managemen yang semakin
baik. Salah satu komponen kualitas yang baik adalah tepat waktu dalam berbagai
hal salah satunya ketepatan pelaksanaan
kalender akademik. Masa transisi sebenarnya
sudah tidak lagi relevan untuk digunakan sebagai alasan atas fenomena tersebut. Kualitas manajemen institusi yang berkualitas akan berpengaruh pada
kualitas dosen, jika kualitas dosen bagus maka kualitas mahasiswa pun akan
mengikuti.
Untuk menutup tulisan receh ini, mari berdoa agar segala urusan akademik berjalan sesuai dengan harapan,
sehingga mahasiswa tidak lagi berstatus korban!
B aja
ReplyDelete