Mahasiswa Ragukan Kredibilitas Program Tahsin Metode Ummi
IAIN
Ponorogo- Pada bulan November 2018, Fakultas
Syariah (FASYA) IAIN Ponorogo mengadakan program tes baca Al- Qur’an untuk mahasiswanya.
Program ini termasuk dalam program pengembangan kemampuan mahasiswa dalam
bidang keagamaan dan juga akan berpengaruh pada pengajuan proposal
tugas akhir. Selain itu supaya mahasiswa
mampu membaca alquran secara baik dan benar. Akan tetapi perbedaan cara baca dan ketidaktertiban
jadwal pembelajaran menimbulkan banyak pertanyaan dari mahasiswa FASYA.
Wakil
dekan III Fakultas Syariah Bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama, Moh. Mukhlas menjelaskan tujuan diadakannya program tahsin ini minimal
mahasiswa bisa membaca Al-Quran secara baik dan benar. Hal ini dikarenakan akan berpengaruh pada tugas akhir sebelum mereka mengajukan proposal skripsi. “Selain ada tes baca
Al- Quran, mereka juga diwajibkan hafalan surat-surat pendek mulai dari
semester pertama, untuk itu program tahsin ini dijadikan upaya penyempurnaan
bacaan mereka saat setoran hafalan surat pendek kepada DPA masing-masing”
jelasnya kepada crew
aL-Millah.
Pada
awal semester lalu, seluruh mahasiswa diwajibkan
mengikuti tes baca Alquran. Bagi mahasiswa yang tidak lolos harus
mengikuti kelas pembelajaran tahsin
yang dilaksanakan 2x pertemuan dalam satu minggu yaitu
pada Rabu dan Kamis.
Beberapa respon
terhadap kegiatan tersebut diungkapkan oleh mahasiswa Fasya. Salah
satunya dikatakan oleh Imroatul
Afifah jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah semester 3. Ia merupakan salah satu mahasiswa yang
wajib ikut pembelajaran tahsin metode ummi. Ia mengeluhkan adanya perbedaan dari audio yang diberikan dengan metode
pengajaran di dalam kelas ummi. ”Ketika dalam
pembelajaran metode baca nya dari pengajar berbeda dengan audio yang sudah dikirimkan
sebelumnya” ungkapnya.
Senada dengan itu Latifah Nur Aini yang juga merupakan mahasiswa Hukum Keluarga
Islam mengatakan di kelasnya ada dua pengajar, dari masing-masing pengajar
berbeda dalam hal makharijul hurufnya. “Aku sendiri bingung harus mengikuti
pengajar yang mana, lalu hasil tesnya pun kurang akurat,” ungkapnya.
Terkait hal tersebut Ade Ratna
mahasiswa Hukum Keluarga Islam semester 3 sebagai pengajar memberikan tanggapan
atas beberapa kerisauan yang dirasakan oleh mahasiswa tersebut. Menurutnya pada tes ini
fakultas mewajibkan seluruh mahasiswa ikut tes dengan tidak melihat latar
belakang mereka dari SMA, SMK ataupun pondok. “Dikatakan tidak lolos tes itu bagi mereka yang
nilainya
kurang dan cukup, tidak memperhatikan makharijul huruf, tanda
waqaf, panjang pendek tajwid dan dari fakultas ditetapkan perlu adanya
pendalaman materi, sementara dari hasil tes yang sudah baik mereka tidak
diwajibkan untuk ikut,”
ujarnya.
Di sisi lain,
tanggapan Ade Ratna mengenai perbedaan pengajaran di dalam kelas itu dikarenakan
masih ada pengajar yang belum sertifikasi atau masih dalam tahap proses
sertifikasi saat ini. “ kalau ada
perbedaan metode, nada, atau caranya itu karna masih ada pengajar yang belum
tersertifikasi. Baiknya, kalau ada hal seperti itu harus ditanyakan lagi ke
pengajar agar didiskusikan bersama karena masih sama- sama belajar,“ ujarnya.
Lain halnya
dengan jawaban dari Wadek III Fasya Moh. Mukhlas. Ia sebagai penanggung
jawab program ini mengatakan
semua mahasiswa yang mengajar di kelas ummi sudah tersertifikasi oleh
kampus. Ia menekankan,“jadi yang mensertifikasi
pengajar adalah pihak kampus. Memang bukan dari Cabang Ummi Foundation sendiri
karena membutuhkan biaya yang sangat besar. ”
Permasalahan
lain yang juga turut mengganggu pikiran mahasiswa Fasya adalah ketidakdisiplinan
jadwal pembelajaran tahsin. Erna Indah Sari mahasiswa Hukum Keluarga Islam
mengatakan, “Kalau di kelasku itu baru satu kali pertemuan, padahal yang
lain sudah ada yang 3-4 kali pertemuan,” ujarnya dengan kecewa. Akan tetapi Moh. Mukhlas menekankan bahwa dalam
aktivitas tahsin ada absensi yang menjadi bukti terlaksananya program.
Penulis: Vega, Rista
Reporter: Vega, Fitri, Rista
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.