Uluran Kemanusiaan Mapala PASCA dan ICWP bagi Korban Banjir Ponorogo
Features oleh Adzka Haniina
Foto: Ula |
Parkiran
gedung BEM IAIN Ponorogo yang biasanya penuh dengan motor dan sepeda kayuh pagi
ini (7/3/19) tampak berbeda. Terlihat beberapa mahasiswa dan ibu-ibu sibuk
mengolah bahan makanan. Ada yang memotong tahu, tempe, dan sayuran. Ada pula
yang menumis bumbu hingga aromanya tercium sampai simpang empat kampus.
Di
samping mereka, beberapa pria tengah duduk sembari membincang korban banjir
yang daerahnya masih belum tersentuh bantuan. Memang, setelah curah hujan yang
cukup tinggi beberapa hari terakhir, banjir menggenangi daerah-daerah di
Ponorogo.
Mereka
ialah anggota UKM Mapala PASCA (Mahasiswa Pecinta Alam Persaudaraan Solidaritas Mahasiswa Pecinta Alam) IAIN Ponorogo dan ICWP (Info Cegatan Wilayah Ponorogo). Parkiran
gedung BEM pagi ini seketika disulap menjadi "Dapur Umum Bencana
Banjir".
Saya
lalu berbincang dengan Reiner Junge,
Pembina ICWP Pusat. Sudah sejak satu hari sebelumnya kedua organisasi ini
berjibaku untuk menyelamatkan warga di titik-titik yang terkena banjir. Mereka
turut dibantu oleh anggota RAPI (Radio
antar Penduduk Indonesia). Ia mengatakan, crew penyelamat semalam sudah terjun ke Kecamatan Balong.
Mereka sempat kesulitan
kembali ke kota karena terhalang banjir,
hingga perlu
memutar arah. Mereka harus mengambil rute yang memerlukan waktu tempuh dua kali lipat.
Selanjutnya
mereka meneruskan aksi sosialnya di
Jl.Imam Bonjol, Brotonegaran, Kecamatan Ponorogo, membantu pengungsian warga di
Masjid Agung Ponorogo. Tak sempat
merehatkan badan,
begitu
matahari menyingsing mereka bergegas membuat
dapur umum.
Animo masyarakat yang besar terlihat dari tumpukan kardus mi instan, tahu, tempe, hingga
sayur-mayur di sana. "Ya tiba-tiba saja inisiatif buat memasak, lalu
posting di facebook. Bantuan pun berdatangan entah darimana saja. Padahal baru
sekitar 2 jam posting", tutur Reiner.
Foto: Ula |
Dari sini, ICWP dan Mapala mengajarkan bahwa tidak perlu menunggu
banyak orang untuk peduli. Cukup berbekal semangat kemanusiaan untuk membantu sesama.
Membantu juga tidak lepas dari susah dan lelah. Kapal karet Mapala yang menjadi
modal terpenting crew untuk menerjang banjir tidak dilengkapi dengan mesin.
Sehingga, mereka perlu menguras tenaga untuk mendayung. Namun jiwa sosial
mereka lebih besar dari peluh yang mengalir, membuat itu tak jadi halangan.
Jiwa
sosial dan tekad untuk membantu sesama dimiliki oleh anggota Mapala. Nur
Rohman, koordinator relawan dari Mapala berkisah sangat mudah mengajak anggota
Mapala berkegiatan sosial. Hal itu tentu tidak
lepas dari doktrin yang diajarkan melalui pelatihan-pelatihan yang dilalui.
Saat
saya berbincang dengan Rohman, anggota Mapala masih terlihat sibuk memasak.
Nantinya, bantuan akan disalurkan ke daerah-daerah yang belum disentuh oleh
pemerintah. Salah satunya Prayungan yang sudah meminta bantuan sejak semalam. "Kita
sukanya mencari jalur sendiri untuk menyalurkan bantuan", tutur
Rohman.
Ia
berharap, tim relawan tetap solid dan peduli sesama. Begitupula Reiner, ia
berharap bupati
jangan sampai mengatakan
bahwa banjir di Alun-alun
Ponorogo adalah
hoaks semata. Betul memang,
menyikapi bencana dengan pernyataan yang asal tidaklah bijak. Karena yang
dibutuhkan oleh korban saat ini adalah
uluran bantuan
khususnya dari warga
dan Pemerintah
Ponorogo.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.