‘Berbahagia’ bersama Fahruddin Faiz dalam Purnabakti DEMA-I
Foto : Ardyanto
lpmalmillah.com- Kamis (18/04/2019)
malam menuju Jumat, Kampus IAIN Ponorogo yang sempat hening karena mahasiswa
sibuk hiruk-pikuk dalam pemilu, kembali terlihat meramaikan Graha Watoe Dhakon.
Pernah
kulihat lukisan cantik, tujuh bidadari dari langit, namun saat kulihat dirimu,
cantikmu mengalahkan semua...Pernah kubaca puisi raja, syairnya indah getarkan
rasa, namun saat namamu disebut, ku tergetar jiwa penuh rasa...
Terdengar
lagu berjudul “Kamulah Takdirku” yang dinyanyikan Raffi Ahmad dan Nagita
Slavina diputar panitia, sempat membawa
suasana pra-acara menjadi agak romansa. Panitia yang sibuk menunggu tamu di
depan pintu Graha terlihat ramah, seperti akan menyambut kekasihnya. Waktu
menunjukan pukul 20:27, seorang lelaki yang memakai udeng merah mulai berbicara
lewat microfon. Mu’iz namanya, dia MC acara ini. Sesontak ia
berkata “mari
kita sambut penampilan dari UKM Bela Diri sebelum acara dimulai,” ungkapnya.
Dua
orang berseragam kembar warna hitam berjalan menaiki panggung, satu diantaranya
membawa pedang, dan satunya lagi membawa tongkat. Mereka berdua menyedekapkan
kedua tangannya masing-masing di depan dada, sebelum akhirnya saling
bersalaman. Atraksi dimulai, mereka saling beradu diiring musik gamelan,
sebelum akhirya salah satu dari mereka berhasil dikalahkan. Entahlah apa yang
mereka perselisihakan, harta, tahta, atau malah seorang wanita.
Memasuki
acara, “Ngaji Kebahagiaan” bertemakan “Menalar Kebahagiaan” yang di selenggarakan Dewan Eksekutif
Mahasiswa Institut dimulai dengan lantunan ayat suci Al-Quran, lagu Indonesia
Raya dan Subanul Whaton. Ada
pula beberapa sambutan, diantaranya disampaikan oleh Ketua Panitia, lelaki
berpawakan besar semester 8 jurusan PAI bernama Adam Nugroho. Kemudian disampaikan pula oleh Ketua DEMA-I,
Adhie Handika. Lelaki
yang kerap disapa Dhika
itu memberi sambutan sambil sesekali
tertawa. Lalu
terakhir
disampaikan oleh Wakil Rektor III, Syaifullah yang menyambut hadirin sekaligus membuka
acara secara simbolis dengan pemotongan tumpeng.
Waktu
menunjukan pukul 21:15, seorang laki-laki menaiki panggung didampingi seorang
wanita. Ya, dia adalah Fahruddin Faiz
yang akan mengisi acara, didampingi Ina
Imroatul sebagai moderator. Saat Fahruddin mulai berbicara, suaranya
nampak lembut dan agak serak, persis
seperti pada video berdurasi 1 menit ngaji filsafat yang kerap diunggah
di instagram. Awalnya ia bertanya, “mengapa temanya menalar kebahagiaan? apa
kalian gak pernah bahagia?” diiringi tawa penonton.
Fahruddin
bercerita tentang perjalannya ke Ponorogo.
Ia sempat melaksanakan salat di pom bensin dan
tak sengaja ia teringat tentang kisah Nabi Adam yang dibuang ke bumi untuk
mejadi khalifah. Hingga ia berkata “Allah menjadikan kita khalifah ingin kita untuk
bahagia. Betapa Allah ingin kita untuk bahagia, tampakkan bahwa kita bahagia.
Jadi, judul
tema itu agar kalian tahu lebih dalam apa itu bahagia,”
ungkapnya memecah suasana dengan tepuk tangan penonton.
Ia
pernah melakukan survey kecil di Google.
Ketika itu ia menemukan
ada feedback antara Indonesia dan Barat. Ditemuinya kata “happy” lebih
banyak dari “succes” dan kata “sukses” lebih banyak daipada “bahagia”.
Menurutnya orang
Indonesia lebih konsumtif
dengan sukses daripada bahagia. Sukses memang tak buruk, tapi tak perlu
menunggu sukses untuk bahagia. “Sekarang saja yuk bahagia,” ujarnya pada
penonton dengan senyum ramah.
Dosen Akidah Filsafat UIN Sunan Kalijaga ini menyampaikan
rumus kebahagiaan yang ia rujuk dari 2 kitab, pertama Al-Farabi – Takjil
Sa’adah, kedua Imam Ghazali – Kimyatus Sa’adah. Menurutnya itu harus dipelajari, karena terkadang
kita salah menafsirkan. Menurutnya, terkadang kita menganggap yang bukan
kebahagiaan sebagai kebahagiaan, yang kebahagiaan kita anggap bukan
kebahagiaan. Beberapa rumus bahagia ia sampaikan, diantaranya:
Pertama,
mensyukuri apapun yang kita dapat
tanpa menunggu tercapainya target. “Alhamdulillah saya jomblo pak,” ucap
lirih mahasiswi yang duduk di sebelah kanan saya.
Kedua,
kenali dirimu. Pahami watak,karakter, dan passion-mu. Kamu akan tahu
kapan kamu merasa bahagia. “Kalo kamu mau masuk jurusan sains tapi diterima di
jurusan tafsir, ya sumpek jiwamu. Nikmati saja, bahagialah dengan situasimu
saat ini,” ungkap Fahruddin.
Ketiga,
tahu batas sekaligus membatasi diri agar tidak melampaui batas. Tahu porsi dan
proporsi. Ibarat, kita suka makan rawon, tapi jika banyak pasti enggan dan gak
akan kuat untuk terus memakannya sekalipun itu makanan kesukaan kita. “Logikanya
sama seperti pacar, kalo tiap hari sayang-sayangan dan bertemu. Hormon oksitosin (hormon cinta) manusia
terbatas, maksimal habis 4 tahun. Yang pacaran lama tapi gak nikah juga banyak kan?,” kata
Fahruddin kembali memecah tawa penonton. Satu atau dua penonton terlihat
tertawa tapi mengerutkan dahi.
Keempat,
parade Kebahagiaan. Barang siapa mencari, tidak akan bertemu. Dia tidak puas
dan tidak akan bahagia (tidak cocok dengan situasi). Padahal, Allah sudah
deklarasi “dengan kamu bersyukur, nikmatmu akan ditambah”.
Kelima,
Kualitas kebahagiaan seseorang ditentukan dengan pengetahuannya. Pasalnya, kuncinya
berada pada ilmu, tanpa ilmu seseorang tidak bisa bersyukur, tidak bisa
mengenali diri, tidak tahu batas-batasan. “Jangan bosan-bosan cari ilmu
kapanpun, di manapun,
dari siapapun, yang serius,” pesannya.
Keenam,
bukan kebebasan
yang membuat kita
bahagia. Kebebasan ada dalam mengenal batas. Tahu kapan berhenti itu
membahagiakan, kalau tidak kita akan kelelahan. “Segala
yang melampaui batas itu tidak sehat, maka kenali batasmu,” pesannya
lagi-lagi.
Terakhir,
bahagia atau tidak tergantung apakah kamu mampu mengoptimalkan pemberian Allah.
Nalar, akal, naluri, imajinasi, apakah sudah kau pakai?
Jam
menunjukan pukul 22:48 acara selesai ditutup oleh moderator. Ina juga memberi motivasi
penonton sebelum salam. “Boleh jadi kau tak
bahagia karna kau tak memutuskan dirimu untuk bahagia,” ujar mahasiswa
Jurusan KPI semester 8 itu.
Acara ditutup secara simbolis pula, Warek III menaiki panggung diiringi tepuk
tangan yang meriah saat pemberian tanda
mata pada Fahruddin.
Reporter: Yulia, Alifah
Penulis: Yulia
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.