NOBAR dan Diskusi “Sexy Killers”: Ungkap Oligarki dan Dampak Pertambangan Batu Bara
Puluhan pemuda menghadiri Nobar dan Diskusi Sexy Killers |
Film dokumenter terbaru karya rumah produksi
Watch Doc “Sexy Killers” sedang ramai ditonton dan didiskusikan oleh berbagai
komunitas dan organisasi di seantero tanah air. Film yang merupakan bagian dari
Ekspedisi Indonesia Biru ini hasil perjalanan dua jurnalis ternama Indonesia Dhandy
Dwi Laksono dan Ucok Suparta bersama 14 videografer berjelajah Indonesia pada 2015.
Salah satu komunitas perpustakaan jalanan Ponorogo, Pustaka Kaki Lima (PKL)
yang didukung oleh LPM Al-Millah, Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Nasional, PPMI Dewan Kota
Madiun, Gusdurian, dan Front Nahdliyin untuk Kedaulatan Sumber Daya Alam (FNKSDA) turut
mengadakan Nonton Bareng dan Diskusi “Sexy Killers” di Warung Jangkrik pada Rabu
(10/04/19).
Acara diawali dengan penampilan dari Aji
“Tonggeng” yang membawakan lagu Iwan Fals “Bangunlah putra putri ibu pertiwi”. Serta,
persembahan cover puisi dari Fuadin dan Rica dari komunitas langit malam dengan
puisi yang berjudul “Ada yang Lebih Tabah dari Bulan Juni” karya Amigdala.
Zaenal Abidin selaku moderator juga memperkenalkan sekilas mengenai Sexy Killers
dan Watch Doc.
Seusai itu koordinator PKL Shohibul Fahmi
menyampaikan terimakasih atas antusias penonton yang telah menyempatkan waktu
untuk menghadiri nobar malam ini. Serta menyampaikan bahwasanya nobar ini bukan
kampanye golput. “Nobar malam ini bukan mengampanyekan golput ya, akan
tetapi memberi sudut pandang lain” ucap Fahmi.
Acara ini juga dihadiri oleh beberapa
komunitas seperti Komunitas Peduli Pendidikan Indonesia (KP2I), FNKSDA, Langit Malam,
dan organisasi mahasiswa ektra kampus (OMEK) seperti PMII, HMI, dan IMM. Tidak hanya
dari IAIN Ponorogo, tapi juga
kampus STKIP .
Audien yang memenuhi warung Jangkrik terlihat
antusias dalam menonton film tersebut, bahkan beberapa penonton sampai
meneteskan air mata. Sesekali, mereka bersorai dan mengumpat pengusaha dan
pemerintah yang terekam merusak lingkungan. Sexy Killers menunjukkan berapa
harga yang harus dibayar untuk mengalirkan listrik di setiap tempat. Batu bara
merupakan bahan bakar yang paling murah dalam hitungan rupiah sebagai bahan
bakar listrik dibandingkan tenaga air maupun surya. Tapi dalam waktu yang sama,
kerusakan lingkungan, polusi udara, mata pencaharian warga, penyakit pernapasan
hingga kematian harus dikorbankan. Tepukan tangan mengakiri pemutaran film ini.
Achmad Rizal Taufiqi (Gus Rizal) |
Forum dilanjutkan dengan diskusi yang dipantik oleh Achmad Rizal Taufiqi dari
FNKSDA. Pertama-tama, ia menyampaikan
sejarah mulainya pertambangan di Indonesia. Tahun 1997 terjadi krisis moneter di Indonesia,
lalu disusul dengan diberlakukanya Undang-Undang
(UU) Otonomi daerah. Kemudian
pada kepemimpinan megawati mulai diberlakukanya Undang-Undang tentang
pertambangan, mulai sejak itu pertambangan batu bara di Indonesia mengalami
peningkatan. “Tahun
2015 indonesia mulai rakus-rakusnya mengonsumsi batu bara,” imbuh Rizal.
Setelah menyampaikan hal tersebut Rizal yang akrab disapa Gus Rizal ini mempersilahkan hadirin untuk menyampaikan
pertanyaan atau tanggapan. Ilham,
penggagas perpustakaan jalanan “Scooter Coffee Literary” bertanya mengenai cara pembuatan panel surya. “Bagaimana cara pembuatan dari panel surya
tersebut sebagai sumber tenaga listrik dan juga solusi dari permasalahan penggunaan batu bara yang
terus menerus meningkat?” tanya pria yang berasal dari Pandeglang, Banten ini.
Gus Rizal menyampaikan bahwasanya pada film tadi sudah disinggung terkait
penggunaan panel surya sebagai alternatif tenaga listrik lain dari PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) yang bahan
bakar utamanya menggunakan batu bara. Ia melanjutkan, gerakan “Bersihkan Indonesia”-lah
yang memulai penggunaan panel surya sebagai pengganti sumber tenaga lisrtik yang ramah lingkungan.“Teman-teman bisa menghubingi
mereka. Alangkah baiknya jika
dapat menyediakan panel surya
di setiap rumah” imbuhnya.
Pertanyaan dari Ilham juga
ditanggapi oleh Lambang.
Ia menyampaikan bahwasanya penggunaan
panel surya sebenarnya sudah dimulai oleh negara lain, Cina misalnya. “Cina yang dulunya
termasuk negara industri yang juga menggunakan batu bara sebagai sumber tenaga
listriknya, namun kini sudah mengalihkanya ke panel surya,” ucap lambang.
Tak hanya merefleksikan
film, Gus Rizal juga
menyampaikan data dari JATAM (Jaringan Advokasi Tambang). Ia menyajikan data tentang oligarki pertambangan batu bara
dalam kontestasi pemilu 2019 ini yang juga melibatkan beberapa politisi di
Indonesia “Data dari JATAM ini sebelumnya sudah dipaparkan di Jakartanicus, dan data ini dapat dipertanggung jawabkan,” tegas Rizal.
Pada akhir kesempatan ia Juga menyampaikan bahwasanya sebenarnya selain di daerah Kalimantan dan daerah lain lain di Indonesia, Ponorogo juga mempunyai lahan tambang
sumber daya
alam yang melimpah seperti gamping. Ia mengibaratkan, SDA itu dapat juga menjadi bom waktu dan meledak
di kemudian
hari. Gus Rizal pun berpesan, “lingkungan adalah bagian dari kita, lalu apa yang sudah
kita berikan pada lingkungan, dan jika terjadi kerusakan lingkungan di sekitar kita
apa yang akan kita lakukan, apakah hanya mengeluh melihatnya?”
Menjelang selesainya diskusi Zaenal Abidin mengucapkan terimakasih
kepada semua pihak yang telah berpartisipasi dalam acara malam ini. “Semoga forum ini memberikan sudut pandang lain kepada
siapa yang akan menjadi pilihan teman-teman” ujar Zaenal Abidin.
Agenda ini ditutup dengan lagu dari Iksan Skuter yang berjudul Cari Pemimpin oleh Aji “Tonggeng”. “Aku cari pemimpin yang naiknya bis kota,
kami cari pemimpin yang hidup sederhana. Bukan cari pemimpin yang lupakan
janjinya, apakah ada pemimpin yang kami idam-idamkan?”
Reporter: Umar Alix N.
Foto: Irfan Waskito
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.