Pemulihan Trauma Masyarakat Banaran
Prasasti yang bertuliskan nama-nama korban jiwa tanah longsor di Banaran. Dibangun untuk mengenang dan sebagai tempat ziarah, karena banyak korban jiwa yang tidak ditemukan. |
Desa Banaran merupakan salah satu desa yang
terletak di ujung timur Kecamatan Pulung Kabupaten Ponorogo. Secara geografis
Desa Banaran adalah wilayah pegunungan yang jauh dari perkotaan. Desa Banaran
terdiri dari 4 Dusun, antara lain Dusun Tangkil, Dusun Krajan, Dusun Sooro,
Dusun Gondang Sari, daerah ini juga
terkenal sebagai penghasil cengkih, jahe dan palawija, serta pernah mendapatkan
sebuah penghargaan penghasil jahe terbaik se-Ponorogo.
Pada
Jum’at (01/04/17) terjadi
bencana tanah longsor
di Desa
Banaran yang mengakibatkan
adanya korban
jiwa. Di luar prediksi ternyata tanah
longsor terjadi saat pagi bersamaan dengan warga beraktivitas di ladang. Jumlah
korban yang tertimbun sebanyak 28 jiwa, 7 diantaranya ditemukan tidak bernyawa. Bencana
ini sangat besar melebihi prediksi, sehingga dampaknya juga besar. Diantaranya
adalah gangguan kesehatan, baik fisik, maupun psikis serta kerugian materi.
Kejadian ini menarik simpati banyak pihak. Dinas
pemerintahan serta relawan
turun langsung ke desa Banaran untuk memberi bantuan berupa tim pencarian, tim
medis, obat-obatan, barang, serta uang. Bencana ini juga menimbulkan trauma tersendiri bagi warga
sekitar, baik korban yang selamat ataupun warga yang melihat langsung kejadiannya, serta keluarganya yang
menjadi korban dalam bencana tanah longsor tersebut.
Pemerintah
desa tidak
tinggal diam untuk mengurangi trauma kejadian bencana longsor. Perangkat desa mengajak masyarakat
untuk beraktivitas
seperti biasanya. Tempat-tempat
umum seperti sekolah, polindes, tempat ibadah, dan kantor desa juga dibuka seperti sedia kala. “Kalau untuk
pemerintahan desa juga tidak tinggal diam, untuk menghilangkan trauma, kami
mengajak masyarakat untuk kembali beraktivitas seperti sebelumnya,” ujar
Sarnu, Kepala Desa Banaran.
Senada
dengan ungkapan Sarnu, Hal ini juga diungkapakan oleh Sujiati, salah satu warga
korban longsor. Ia pun merasa aman dengan tempat tinggal yang baru. “Trauma itu pasti ada, namun hidup terus
berjalan. Makanya
kita sibuk kerja agar trauma hilang. Di sini
sudah aman, kalau ada apa-apa kita pasrah aja sama yang diatas,” ujarnya.
Setelah bencana yang
menimbulkan trauma itu, sebagian besar penduduk lingkungan
sekitar area longsor juga memilih untuk bertahan. Pak Sugeng adalah salah satu
orang yang tidak pindah dari tempat kejadian longsor. “Iya memang tempat
kami disini, jika mau pindah, mau pindah kemana lagi,” ujarnya.
Tidak
sampai itu saja upaya pemerintah dalam trauma, pemerintah berupaya membuat inovasi
tentang penangkalan bencana. Pemerintah membentuk sebuah program antara lain Kampung
Siaga Bencana (KSB) dan Desa Tangguh Bencana (Destana) yang keduanya diketuai
oleh Tri Muryadi.
Program
KSB dibentuk oleh Dinas Sosial. Program Destana tersebut dibentuk oleh Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) yang dibentuk khusus di Desa Banaran setelah bencana
terjadi, dan juga sebagai wujud sambung tangan pemerintah kepada masyarakat
Desa Banaran. Progam ini guna mengantisipasi bencana karena kondisi dan situasi
Desa Banaran dan juga menyebarkan kesadaran mengenai bencana alam. “Destana
di desa banaran dibentuk setelah adanya bencana longsor ini, untuk anggotanya
dari masyarakat sendiri. Tujuan dibentuk mendidik agar masyarakan waspada
terhadap bencana dan pendidikan
penanganan bencana,” ujar kepala Desa Banaran.
Ada
beberapa respon dari masyarakat tentang Destana tersebut. Sugeng menjadi salah satu yang antusias terhadap
sosialisasi Destana. Ia
berpendapat, Destana membantu masyarakat untuk waspada
terhadap bencana masyarakat. “Untuk
sosialisai Destana itu sangat bagus, rutin dan sangat membantu bagi masyarakat
desa Banaran,” ujar Sugeng.
Tetapi tidak semua warga
merasakan dampak dari Destana seperti Sugeng. Tika mengaku tidak tahu-menahu
tentang Destana. “Tidak pernah dengar
mbak,” ujarnya pada crew aL-Millah.
Walaupun
pemerintahan desa sudah memotivasi serta mengupayakan pemulihan terhadap masyarakat
Desa Banaran, namun tidak sepenuhnya bisa menjamin menghilangkan trauma. Pemuda
Desa Banaran juga ikut antusias dalam mengembangkan dan menunjukkan bahwa Desa
Banaran sudah benar-benar aman. Mereka
turut membantu pemerintah desa untuk membangun desa wisata. Karang Taruna juga
membentuk tim volley dan aktif dalam berlatih.
Kepala
desa berharap supaya desa banaran tidak menjadi desa mati. “Semoga kehidupan
masyarakat tangkil bisa pulih kembali termasuk akses jalan kembali normal.
Dengan semangat masyarakat yang luar biasa desa banaran dalam dua tahun terakhir ini
kembali seperti biasa, ini pencapaian yang luar biasa.”
Ujarnya.
Reporter:
Dhamuri, Rista, Alifa
Penulis: Diyani
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.