Kulit Coklat dan Kumis Tebal yang Kurindukan
mozaik.inilah.com |
Oleh: Syamsulhadi
Aku
berdiri di tengah padang rumput yang luas, desir angin membelai lembut
menerobos disetiap pori-pori. Tempat apa ini? Tiba-tiba terlihat sosok
laki-laki dari kejauhan, ia terlihat menatapku dari jauh. Nampak dia berkulit
coklat, perawakannya kekar, dengan otot-otot menjiplak disetiap lenganya,
layaknya tanda pekerja keras dengan pekerjaan kasar. Kupandangi wajahnya, berkumis
agak tebal nan matanya yang teduh. Samar-samar jiwaku bergetar hebat. Ia adalah
sosok yang kurindukan saat ini, sosok yang bertahun-tahun lamanya meninggalkan
aku dan keluarga ku. Sontak akupun terkejut, dengan perasaan tidak karuan
sepasang kakiku berlari ingin menghampirinya, ingin ku memeluknya, melepas
kerinduan selama ini, air mata bercucuran membasahi pipi. “Ayaah!!” teriakku, aku
berlari sekuat tenaga, ia masih berdiri di tempat, tetapi hal
janggal mulai terjadi, semakin aku berlari mendekatinya terasa semakin jauh,
semakin jauh, dan semakin jauh untuk digapai. “Ayaaah!!” mendengar
teriakanku, ia pun tersenyum dengan mata yang berkaca-kaca, aku kembali berlari
semakin kencang, ditengah aku berlari, tak sadar aku terperosok kedalam jurang
dan terjatuh. Astaga!
Aku
terkejut disertai jantung yang berdegup kencang, seluruh tubuh terasa beralih
kesuatu tempat, beralaskan kasur yang empuk, ruangan yang damai, aku reflek terbangun dari tidurku, “ternyata tadi cuma mimpi,” bicaraku dalam
hati. Aku tengok jam dinding ternyata waktu menunjukan jam tiga dini hari, aku
bergegas bangun kemudian turun dari ranjang untuk mengambil air putih, guna
menyejukkan tenggorokan yang terasa amat kering, gemricik air yang
kutuangkan kedalam gelas memecahkan keheningan malam, selesai kuteguk air minum,
aku menghela nafas teringat mimpiku tadi, akupun sedikit flash back
tentang masa lalu.
Di saat
umurku masih 10 tahun, aku begitu manjanya, pulang sekolah selalu dijemput
dengan motor butut ayah dengan gerobak pentol, ayahku bekerja sebagai pedagang
pentol keliling, kadang saat aku liburan aku ikut ayah untuk berdagang,
dibonceng di jok depan di antara tangan ayahku yang
sedang menyetir.
Hal
yang paling berkesan saat itu saat aku lulus SD, pada saat wisuda, ayah dan ibu
hadir.
Pagi itu terasa sejuk, sangat sejuk. Perbincangan ringan menambah suasana damai
saat itu.
“Ayaah,
nanti Nisa wisuda lo, jangan lupa ya,” ujarku sambil mengingatkan ayahku.
“Iyaaa,
Ayah selalu ingat kok,” balasnya dengan penuh ramah.
“Ayah, coba
tebak, ntar Nisa dapat ranking berapa?” ujarku.
“Anak
ayah pasti, dapat ranking 1 doong,” ujar ayahku dengan penuh keyakinan.
“Kalau
tidak gimana?” tanyaku sambil manyun.
“Ntar,
kalau dapat ranking berapapun, ayah belikan sepedah deh.” ujar ayahku
“Wah,
beneran ayah?, terimakasih Ayah,” sambil memeluknya.
Kemudian
aku dan kedua orang tuaku berangkat untuk menghadiri hari kelulusanku,
murid-murid beserta orang tuanya hiruk pikuk menghadiri acara
tersebut. Acara wisuda pun dimulai, tiba saatnya sesi penyematan murid terbaik
dengan nilai tertinggi “ranking satu, diraih oleh….., ananda Anisa binti
Joko,” ruangan wisuda pun bergemuruh dengan riuhan tepuk tangan, aku dan
keluargaku pun riang gemira, “Ananda Anisa dan walinya dipersilakan untuk
menuju ke depan,” aku dan ayahku pun begegas menuju ke depan, dan
mendapatkan piagam penghargaan dan piala.
Setelah selesai acara wisuda, aku dan orang
tuaku kembali ke rumah, hal yang dijanjikan ayahku pun ditepati. Sebuah
sepedah berwarna orange terpampang di teras rumah. Hah ! Betapa bahagia saat
itu. Otakku tidak hanya mengingat kenangan indah namun ada juga kejadian yang
membuat ku hancur berkeping-keping. Pada suatu hari hal yang mengejutkan
menimpa keluarga ku, setelah pulang bekerja ayahku tiba-tiba jatuh pingsan
kemudian dilarikan ke rumah sakit, pada saat itulah
ayahku menghembuskan nafas terahirnya, hatiku sangat hancur kala itu, aku
kehilangan sosok ayah yang aku sayangi.
Tiba-tiba
ada yang menepuk pundakku, sontak aku pun kaget dan pecahlah lamunan
ku tadi, sepontan aku memeluk ibu ku “Ibu, aku teringat ayah, tadi Nisa mimpi
ketemu ayah” mataku kembali meneteskan air kesedihan, kemudian ibuku
menenangkan ku lalu menasehatiku “Naak, sekarang ayah sudah tenang di alam sana,
tidak perlu bersedih, yang ia harapkan hanyalah do’a mu,” sembari mengusap air mataku, diriku mulai
tenang.
Keesokan
harinya, akupun bergegas berkemas, sekarang aku sudah masuk di Perguruan Tinggi Negeri mengambil
jurusan Hukum. Hari ini merupakan hari pertamaku masuk kuliah, Setelah
mengenakan sepasang sepatu aku pun keluar dari pintu rumah
sejenak, menatap langit sambil memejamkan mata. Disini aku akan belajar
bersungguh-sungguh dan kelak menjadi orang yang berguna sebagai wujud rasa
syukurku kepada Tuhan dan sebagai wujud pembuktianku kepada ayah yang
mungkin dia bisa melihatku, sehingga aku
kelak bisa sukses.
Jangan naro bawang disiniii😒ðŸ˜
ReplyDelete