Wahyu (WALHI JATIM): Dengan PLTP, Ngebel Dipertaruhkan
Wahyu Eka Setyawan (sebelah kanan) |
Potensi panas bumi yang begitu besar membuat pembangunan PLTP di Indonesia gencar dilakukan. Salah satunya yang sudah berdiri adalah Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTP) di Ngebel, Ponorogo yang diprakarsai oleh PT Bakrie Damakarya Energi. Ngebel termasuk kawasan hutan lindung yang juga berpotensi mengandung energi panas bumi. Energi panas bumi adalah energi panas yang terdapat dan terbentuk di dalam kerak bumi serta berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik. Wahyu Eka Setyawan dari Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Jatim memberikan penuturan mengenai pembangunan PLTP khususnya yang ada di Ngebel, pada acara “Melek Ekologi” dalam rangka launching majalah LPM aL-Millah edisi 36 tempo hari (25/11/19).
Wahyu menjelaskan bahwa PLTP sudah menjadi proyek strategis nasional khususnya pada tahun 2015 ketika pemerintahan Presiden Joko Widodo merancang pengembangan listrik sampai 35.000 Megawatt. Kapasitas listrik tersebut akan diprioritaskan pada energi baru terbarukan, sebagaimana mandat dalam United Nations Environment Programme (UNEP) atau program lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa. UNEP sendiri berperan mengkoordinasikan aktivitas-aktivitas alam sekitar PBB dengan membantu negara-negara berkembang dalam melaksanakan kebijakan mengenai alam dan menggalakkan sustainable development di dunia.
Hal tersebut menjadi poin penting ketika Indonesia didesak untuk beralih ke energi baru terbarukan. Landasan panas bumi dikatakan sebagai energi baru karena belum pernah digunakan dan dikatakan energi yang tidak bisa habis. “Salah satu yang menjadi landasan bahwa panas bumi dikatakan energi baru karena belum pernah dipakai sebelumnya, dan dikatakan energi terbarukan yang tidak dapat habis atau bisa terus menerus digunakan,” tutur Wahyu.
Selanjutnya, ia menerangkan bahwa PLTP sangat mengancam sumber air. Selain Ngebel, wilayah yang masuk area PLTP seperti Dagangan Kabupaten Madiun juga mempunyai banyak sumber air. “PLTP dalam prosesnya membutuhkan air dalam jumlah yang besar, maka wilayah Ngebel, Dagangan (Madiun) sebagai wilayah air dipertaruhkan masa depannya,” terang Wahyu.
Ia juga menyarankan peserta diskusi untuk membaca salah satu tulisan di majalah yang membahas kalkulasi konsumsi air PLTP. “Mungkin pasokan air akan berkurang, ataupun kekeringan di situ ketika panas bumi dieksploitasi, kita tidak tahu,” jelasnya.
Menjelang akhir pembicarannya, ia mengungkapkan kekhawatirannya mengenai adanya PLTP di Ngebel. Ia khawatir proyek tersebut akan menjadi percontohan di wilayah lain yang memiliki tingkat potensi kerusakan yang berbeda. “Bicara soal Ngebel ini juga akan mengkhawatirkan. ketika proyek ini goal akan menjadi percontohan juga untuk di wilayah Wilis, Lawu, Ijen yang memiliki potensi kerusakan yang berbeda,” ujar Wahyu.
Rasa kekhawatiran juga dikatakan oleh Fathurrrohman, Mahasiswa semester 3, ia khawatir dengan dampak yang sudah dilihatkan ketika forum diskusi berlangsung. “Khawatir ya khawatir, tadi dampaknya sudah dilihatkan dan itu sudah sangat buruk, jadi sebagai masyarakat ya khawatir,” katanya.
Terakhir Wahyu menekankan kesadaran untuk menjaga alam. “Proses penciptaan alam tidak difokuskan pada manusia saja. Alam adalah sesuatu yang netral. Artinya ada tumbuhan, ada hewan, ada manusia. Alam bukan hanya untuk manusia melainkan saling berkesatuan satu sama lain,” pesan Wahyu.
Reporter: Ririn, Eka
NB: Majalah LPM aL-Millah edisi 36 dengan judul “Melukai Alam demi 120 Megawatt” bisa didapatkan secara GRATIS di sekretariat LPM aL-Millah di Jl. Pramuka No. 156, Gedung BEM lt. 2 IAIN Ponorogo, Ronowijayan, Siman, Ponorogo mulai Senin, 2 Desember 2019.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.