DIFABEL JUGA BERHAK BERPENDIDIKAN TINGGI
Foto: Syarifa |
Oleh Syarifa
Menikmati pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi merupakan impian banyak orang. Namun, impian itu mungkin hanya sekedar angan bagi golongan yang mempunyai keterbatasan fisik, atau yang biasa disebut penyandang disabilitas. Tak banyak perguruan tinggi yang menyediakan fasilitas bagi mereka. Salah satunya kampus kita, IAIN Ponorogo.
Penyandang disabilitas cenderung minder dengan teman yang lain. Tak jarang dari mereka juga merasa bahwa teman-temannya memandang rendah atas mereka, seperti penuturan dari seorang mahasiswi tunadaksa di kampus.
IAIN Ponorogo memang belum (atau tidak) menyediakan fasilitas bagi para penyandang disabilitas. Kampus yang bisa menjadi teladan dalam hal ini adalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. UIN SUKA inklusif menyediakan berbagai fasilitas dan layanan bagi mahasiswa difabel, seperti halnya menyediakan pusat studi dan layanan difabel serta perpustakaan dengan fasilitas multimedia bagi difabel netra.
Selain itu, ada relawan baca buku teks dan bahan pustaka penelitian untuk mahasiswa dengan gangguan penglihatan, serta dosen yang sensitif terhadap kebutuhan khusus mahasiswa difabel yang lebih komunikatif dan proaktif. Masalah teknis yang terkait dengan layanan diatur tersendiri oleh fakultas masing-masing.Kampus itu juga mempunyai Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD) yang bahkan sudah dibentuk sejak tahun 2007 berdasarkan Surat Keputusan Rektor UIN SUKA.
Tak hanya UIN SUKA, POLITEKNIK Negeri Jakarta juga menyadiakan fasilitas bagi penyandang disabilitas. POLITEKNIK Negeri Jakarta merupakan satu-satunya POLITEKNIK di Indonesia yang membuka program khusus bagi penyandang disabilitas. Sejak 2013 sudah membuka program Manajemen Pemasaran untuk Warga Negara Berkebutuhan Khusus (MP-WNBK), yang mana ada perbedaan mengajar mahasiswa program ini (mahasiswa difabel) dengan mahasiswa regular.
Dalam proses belajar-mengajar, dosen memberikan cara yang berbeda dalam mengajar tergantung jenis disabilitasnya. Bagi mahasiswa tuna rungu lebih banyak teori atau tulisan dan menggunakan alat bantu yang menerjemahkan suara ke tulisan dalam proses belajar. Sedangkan kalau yang bermasalah dengan konsentrasi, maka dibuat lebih intensif dalam pengajarannya.
Di awal perkuliahan, semester satu dan dua, mahasiswa khusus (difabel) mengikuti mata kuliah manajemen pemasaran sebagai proses observasi dalam menentukan minat dan bakat. Kemudian di semester selanjutnya, mereka akan mengikuti mata kuliah sesuai konsentrasi yang diminati dengan arahan dosen. Selain itu, terdapat juga mengikuti pelatihan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti pelatihan Internasional Computer Training (ICT) dari Korea Society Rehabilition Of Persona With Disabilities (KRPD) dan kerja sama dengan BPRTIK (Balai Pelatihan dan Riset TIK) Kemenkominfo yang dapat melatih kemampuan mereka.
Itu semua jauh dari pengandaian mengenai gambaran IAIN Ponorogo yang baru saja mengalami perpindahan dari STAIN ke IAIN tahun 2016. Kini, kampus mengupayakan untuk memberikan fasilitas yang mumpuni bagi mereka. Seperti memberikan keringan bagi mahasiswa penyandang difabel saat presentasi. Mahasiswa difabel hanya dibebani ikut mengerjakan makalah namun tidak presentasi. Selain itu memberikan kelas lantai paling bawah bagi mahasiswa difabel, serta fasilitas khusus bagi difabel saat melaksanakan ujian.
Meski dengan segala keterbatasan yang ada, IAIN Ponorogo tetap mengusahakan membuka pintu lebar bagi para calon mahasiswa berkebutuhan khusus. Walaupun keterbukaan itu belum terlihat di dalam sistem dan fasilitas yang ada. Pelaksanaan proses belajar-mengajar dan lingkungan fisik kampus belum cukum ramah terhadap mereka.
Perubahan positif sangat dibutuhkan agar pemenuhan kebutuhan bagi difabel akan pendidikan tinggi tidak sekedar menjadi konsep tanpa aplikasi. Mulanya dengan menyediakan sarana belajar, fasilitas khusus yang mendukung aksebilitas, dan lingkungan sosial yang mendukung. Semua itu perlu dibentuk untuk mewujudkan kampus yang ramah bagi difabel seperti yang telah disebutkan dalam Undang-undang 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
Penyandang disabilitas cenderung minder dengan teman yang lain. Tak jarang dari mereka juga merasa bahwa teman-temannya memandang rendah atas mereka, seperti penuturan dari seorang mahasiswi tunadaksa di kampus.
IAIN Ponorogo memang belum (atau tidak) menyediakan fasilitas bagi para penyandang disabilitas. Kampus yang bisa menjadi teladan dalam hal ini adalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. UIN SUKA inklusif menyediakan berbagai fasilitas dan layanan bagi mahasiswa difabel, seperti halnya menyediakan pusat studi dan layanan difabel serta perpustakaan dengan fasilitas multimedia bagi difabel netra.
Selain itu, ada relawan baca buku teks dan bahan pustaka penelitian untuk mahasiswa dengan gangguan penglihatan, serta dosen yang sensitif terhadap kebutuhan khusus mahasiswa difabel yang lebih komunikatif dan proaktif. Masalah teknis yang terkait dengan layanan diatur tersendiri oleh fakultas masing-masing.Kampus itu juga mempunyai Pusat Studi dan Layanan Difabel (PSLD) yang bahkan sudah dibentuk sejak tahun 2007 berdasarkan Surat Keputusan Rektor UIN SUKA.
Tak hanya UIN SUKA, POLITEKNIK Negeri Jakarta juga menyadiakan fasilitas bagi penyandang disabilitas. POLITEKNIK Negeri Jakarta merupakan satu-satunya POLITEKNIK di Indonesia yang membuka program khusus bagi penyandang disabilitas. Sejak 2013 sudah membuka program Manajemen Pemasaran untuk Warga Negara Berkebutuhan Khusus (MP-WNBK), yang mana ada perbedaan mengajar mahasiswa program ini (mahasiswa difabel) dengan mahasiswa regular.
Dalam proses belajar-mengajar, dosen memberikan cara yang berbeda dalam mengajar tergantung jenis disabilitasnya. Bagi mahasiswa tuna rungu lebih banyak teori atau tulisan dan menggunakan alat bantu yang menerjemahkan suara ke tulisan dalam proses belajar. Sedangkan kalau yang bermasalah dengan konsentrasi, maka dibuat lebih intensif dalam pengajarannya.
Di awal perkuliahan, semester satu dan dua, mahasiswa khusus (difabel) mengikuti mata kuliah manajemen pemasaran sebagai proses observasi dalam menentukan minat dan bakat. Kemudian di semester selanjutnya, mereka akan mengikuti mata kuliah sesuai konsentrasi yang diminati dengan arahan dosen. Selain itu, terdapat juga mengikuti pelatihan yang bekerja sama dengan berbagai pihak, seperti pelatihan Internasional Computer Training (ICT) dari Korea Society Rehabilition Of Persona With Disabilities (KRPD) dan kerja sama dengan BPRTIK (Balai Pelatihan dan Riset TIK) Kemenkominfo yang dapat melatih kemampuan mereka.
Itu semua jauh dari pengandaian mengenai gambaran IAIN Ponorogo yang baru saja mengalami perpindahan dari STAIN ke IAIN tahun 2016. Kini, kampus mengupayakan untuk memberikan fasilitas yang mumpuni bagi mereka. Seperti memberikan keringan bagi mahasiswa penyandang difabel saat presentasi. Mahasiswa difabel hanya dibebani ikut mengerjakan makalah namun tidak presentasi. Selain itu memberikan kelas lantai paling bawah bagi mahasiswa difabel, serta fasilitas khusus bagi difabel saat melaksanakan ujian.
Meski dengan segala keterbatasan yang ada, IAIN Ponorogo tetap mengusahakan membuka pintu lebar bagi para calon mahasiswa berkebutuhan khusus. Walaupun keterbukaan itu belum terlihat di dalam sistem dan fasilitas yang ada. Pelaksanaan proses belajar-mengajar dan lingkungan fisik kampus belum cukum ramah terhadap mereka.
Perubahan positif sangat dibutuhkan agar pemenuhan kebutuhan bagi difabel akan pendidikan tinggi tidak sekedar menjadi konsep tanpa aplikasi. Mulanya dengan menyediakan sarana belajar, fasilitas khusus yang mendukung aksebilitas, dan lingkungan sosial yang mendukung. Semua itu perlu dibentuk untuk mewujudkan kampus yang ramah bagi difabel seperti yang telah disebutkan dalam Undang-undang 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.