Sulit? Bukan Hanya Milik Anda
Tirto.id |
Opini
oleh Zanida
Berita digesernya RUU PKS (Rancangan Undang-undang Penghapusan Kekerasan Seksual) dari Prolegnas (Program Legislasi Nasional) 2020 merupakan sebuah berita buruk di bumi pertiwi ini. Bagaimana tidak, sejak 2016 RUU PKS katanya jadi prioritas, lalu 2017 akan disahkan tetapi tidak jadi. Tidak tahan di PHP, pada tahun 2018 terjadi demo dimana-mana dan hingga hari ini kita mendengarkan lelucon (kata ‘sulit’ dari mulut DPR yang terhormat), dan akhirnya RUU PKS digeser ke tahun 2021.
Betapa disayangkan, orang-orang yang pintarpejabat negara itu hanya bisa mengatakan bahwa membahas RUU PKS itu SULIT. Rakyat menangis mendengar ini. Mari kita lihat kasus kekerasan seksual yang tercatat di Komnas Perempuan pada 06/03/2020 selama 12 tahun terakhir kasus kekerasan meningkat tajam hampir delapan kali lipat atau hampir 800% peningkatannya. Sepertinya, oknum DPR tetap mau mempertahankan prestasi tersebut.
Selama dua periode, pemerintah hanya memberikan janji. Pembahasan tentang kekerasan seksual saat ini sudah terlampau banyak dan tidak bisa mengelak, bahwa membahas RUU PKS itu Sulit. Dikutip dari CNN Indonesia, “Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyebut pembahasan RUU ini sulit karena waktu yang tersedia tinggal tiga bulan.” Waktu hanya 3 bulan? Lalu selama 2 periode ini, mereka bahas apa? Bahas RUU Cilaka, wkwkwk.
Pembahasan yang SULIT bukan merupakan alasan yang logis untuk tidak mengesahkan UU PKS. Sebagai seorang pejabat negara seharusnnya lebih memperhatikan jeritan korban dari kasus yangmenjadi kebanggaan sangat melimpah tersebut yakni kasus kekerasan seksual. Kasus kekerasan seksual yang didata oleh Forum Pengada Layanan (FPL) yang dihimpun oleh 25 organisasi, tercatat 106 kasus dalam kurun waktu Maret-Mei 2020. Dalam kurun waktu tiga bulan saja kasus tersebut mencapai ratusan, bagaimana jika setahun?
Kasus kekerasan seksual sangat penting untuk dibahas, banyak orang-orang di sekitar kita yang mendapatkan kekerasan seksual, juga tidak luput dari orang yang kita sayangi. Dilansir dari kompas.com, terjadi kasus pecabulan anak di bawah umur di Cianjur, P2TP2A Cianjur menangani 20 kasus lebih yang melibatkan ayah kandung, ayah tiri, saudara maupun kerabat sebagai pelakunya. Betapa mirisnya, bahkan orang terdekat mereka merupakan pelaku kejahatan yang menjijikkan itu.
Dikutip dari m.mediaindonesia.com, menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak dan lebih dari separuhnya merupakan kasus kekerasan seksual, yakni sebanyak 1.848 kasus. Sedangkan sisanya berupa kekerasan fisik 852, dan psikis 768. Lalu kenapa RUU PKS yang melindungi segenap manusia ini tidak kunjung disahkan?
Dengan tidak adanya undang-undang yang mengatur tentang kekerasan seksual, para penegak hukum juga akan kesulitan dalam memihak korban serta mengadili pelaku, karena kurangnya rumusan normal pasal maupun alat bukti yang seharusnya sudah diatur di undang-undang. Tak kunjung disahkannya RUU PKS ini, bisa membuat pelaku kekerasan seksual bisa semau jidatnya untuk tetap berkeliaran serta menambah korban lagi.
Sulit bukan hanya Milik Anda. Selain penegak hukum, korban kekerasan seksual juga sulit menjalani hidupnya, banyak kasus korban depresi bahkan bunuh diri, juga bisa menjadi pelaku pembunuhan atas ketidakadilan yang ia dapatkan. Beberapa tahun terakhir, banyak gurauan yang hadir di negara ini. Tidak dapat dihindari, banyak geruh dimana-mana. Indonesia sedang tidak baik-baik saja bung.
Sulit mudah dikatakan, yang sulit itu memudahkan yang sulit.
Betapa disayangkan, orang-orang yang pintar
Selama dua periode, pemerintah hanya memberikan janji. Pembahasan tentang kekerasan seksual saat ini sudah terlampau banyak dan tidak bisa mengelak, bahwa membahas RUU PKS itu Sulit. Dikutip dari CNN Indonesia, “Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI, Marwan Dasopang, menyebut pembahasan RUU ini sulit karena waktu yang tersedia tinggal tiga bulan.” Waktu hanya 3 bulan? Lalu selama 2 periode ini, mereka bahas apa? Bahas RUU Cilaka, wkwkwk.
Pembahasan yang SULIT bukan merupakan alasan yang logis untuk tidak mengesahkan UU PKS. Sebagai seorang pejabat negara seharusnnya lebih memperhatikan jeritan korban dari kasus yang
Kasus kekerasan seksual sangat penting untuk dibahas, banyak orang-orang di sekitar kita yang mendapatkan kekerasan seksual, juga tidak luput dari orang yang kita sayangi. Dilansir dari kompas.com, terjadi kasus pecabulan anak di bawah umur di Cianjur, P2TP2A Cianjur menangani 20 kasus lebih yang melibatkan ayah kandung, ayah tiri, saudara maupun kerabat sebagai pelakunya. Betapa mirisnya, bahkan orang terdekat mereka merupakan pelaku kejahatan yang menjijikkan itu.
Dikutip dari m.mediaindonesia.com, menurut Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA) telah terjadi 3.087 kasus kekerasan terhadap anak dan lebih dari separuhnya merupakan kasus kekerasan seksual, yakni sebanyak 1.848 kasus. Sedangkan sisanya berupa kekerasan fisik 852, dan psikis 768. Lalu kenapa RUU PKS yang melindungi segenap manusia ini tidak kunjung disahkan?
Dengan tidak adanya undang-undang yang mengatur tentang kekerasan seksual, para penegak hukum juga akan kesulitan dalam memihak korban serta mengadili pelaku, karena kurangnya rumusan normal pasal maupun alat bukti yang seharusnya sudah diatur di undang-undang. Tak kunjung disahkannya RUU PKS ini, bisa membuat pelaku kekerasan seksual bisa semau jidatnya untuk tetap berkeliaran serta menambah korban lagi.
Sulit bukan hanya Milik Anda. Selain penegak hukum, korban kekerasan seksual juga sulit menjalani hidupnya, banyak kasus korban depresi bahkan bunuh diri, juga bisa menjadi pelaku pembunuhan atas ketidakadilan yang ia dapatkan. Beberapa tahun terakhir, banyak gurauan yang hadir di negara ini. Tidak dapat dihindari, banyak geruh dimana-mana. Indonesia sedang tidak baik-baik saja bung.
Sulit mudah dikatakan, yang sulit itu memudahkan yang sulit.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.