Pembelajaran siswa SLB Saat Pandemi
Pendidikan menjadi salah satu hal yang diprioritaskan masyarakat. Meskipun dalam keadan pandemi seperti sekarang ini. Tak terkecuali dengan pendidikan anak berkebutuhan khusus. Sekolah Luar Biasa (SLB) Pertiwi, salah satu SLB yang tetap menjalankan pembelajaran di tengah pandemi seperti saat ini.
SLB Pertiwi adalah salah satu lembaga pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus yang berada di Jl. Anjasmoro No 62 Kel. Mangkujayan, Ponorogo. SLB ini di bawah naungan Yayasan PLB Dharma Wanita Persatuan. SLB Pertiwi ini dikhususkan untuk anak penyandang tunarungu dan tunagrahita yang masing-masing memiliki kepala sekolah.
Dalam situasi pandemi seperti saat ini, pemerintah mengimbau untuk melakukan pembelajaran secara daring. “Pemerintah hanya mengimbau saja dan memberi kebijakan untuk melakukan pembelajaran secara online, tidak ada tindakan khusus untuk siswa SLB,” ujar Yamiati, kepala SLB Pertiwi tunagrahita.
Namun, kebijakan tersebut tidak sepenuhnya dapat diterapkan di SLB Pertiwi. Selain menggunakan sistem online, sekolah ini juga melaksanakan secara offline. Hal ini dikarenakan kondisi siswanya yang berbeda-beda. “Kondisi setiap anak berbeda, ada yang bisa mengoperasikan HP dan ada yang tidak, maka guru harus menyesuaikannya,” tutur Yamiati.
Menurut keterangan dari Yamiati, pembelajaran dilakukan dengan sistem online bagi yang memungkinkan dan sistem offline atau home visit bagi yang tidak memungkinkan. “Proses pembelajaran saya sesuaikan dengan kebutuhan siswa, jika dirasa kurang mampu menerima materi melalui sistem online, ya saya datang ke rumah mereka untuk mengajarinya,” jelasnya.
Ia meneruskan, sistem pembelajaran di tengah pandemi ini sulit untuk dilakukan, mau tidak mau guru mengajar semampunya, karena kebijakan study from home terbilang mendadak. “Pembelajaran seperti ini (online.red) jika diterapkan di SLB tidak bisa berjalan, guru juga kurang matang dalam menyiapkan pembelajaran. Awalnya guru banyak memberikan tugas, ternyata yang diminta pemerintah guru juga ikut menerangkan,” tuturnya
Kesulitan tersebut dirasakan oleh Binti, siswi kelas IX SMP di SLB Pertiwi, anak penyandang tunarungu ini mengungkapkan bahwa ia merasa sulit belajar dari rumah. “Sulit,” ujar Binti dengan bahasa isyarat.
Pada dasarnya siswa SLB memerlukan perhatian khusus untuk menerima materi yang diajarkan oleh guru. Wajar saja jika pembelajaran online sulit diterapkan untuk mereka karena kebutuhannya berbeda, sehingga guru harus menyesuaikan dengan keadaan siswa. “Ya kami para guru menyesuaikan, kalau bisa daring dan kondisi siswa mendukung maka kami lakukan, jika kondisi siswa tidak mendukung maka kami datang kerumahnya dan mengajarnya dengan buku dari sekolah,” ujar Yamiati.
Senada dengan Yamiati, Hartanti wali kelas 3 SD di SLB Pertiwi, mengatakan bahwa sistem pembelajaran di tengah pandemi ini melibatkan orang tua siswa dalam proses pembelajaran. “Anak SD belum punya HP jadi saya buatkan grup Whatsapp untuk wali murid, selain itu ada tugas untuk mengikuti pembelajaran di TVRI,” ujarnya.
Lebih lanjut, Hartanti menjelaskan bentuk penugasan yang diberikan olehnya. “Kalau online melalui Whatsapp, dengan memberi tugas berupa foto soal dan instruksi untuk mengerjakan halaman di buku paket. Jika menggunakan sistem offline maka siswa akan didatangi secara langsung ke rumah siswa,” terangnya.
Sedikit berbeda dengan Hartanti, Yamiati justru memberikan penugasan berupa video untuk pembelajaran onlinenya. “Jika menggunakan sistem online, penugasan yang diberikan berupa video kegiatan siswa di rumah. sedangkan sistem offline langsung ke rumah siswa,” ujarnya.
Saat ujian semester, para guru SLB menerapkannya secara offline. “Waktu ujian semester guru ke rumah siswa untuk memberi tugas, setelah 2 hari orang tua mengumpulkannya ke sekolah,” ujar Hartanti.
Pemberian tugas kepada siswa berkebutuhan khusus ini tidak banyak dan menekan. Guru mengutamakan kesehatan siswa agar tidak memberatkan. “Yang penting anak itu sehat, merasa nyaman di rumah,” ujar Hartanti.
Memerlukan metode khusus untuk memberi pengertian kepada anak agar memahami kondisi pandemi seperti ini. Anak sering merasa rindu dengan guru dan teman-teman mereka di sekolah. Sehingga guru harus menjaga emosi siswa agar tetap senang saat belajar di rumah. “Walaupun ada Whatsapp anak-anak masih sering kangen dengan sekolah, untuk menyiasati hal itu saya merekam kondisi sekolah atau kadang saya videocall mereka,” ujar Yamiati.
Dalam pelaksanaannya, proses pembelajaran di SLB saat pandemi ini menuai kendala. Salah satunya adalah kondisi siswa itu sendiri, mereka sulit menerima materi yang diberikan dan mengerjakan tugas dari guru. Selain itu, faktor lain yang menghambat proses pembelajaran adalah signal. Orang tua banyak mengeluhkan kondisi seperti ini, sehingga mereka sulit untuk mengajari anak yang diberi tugas oleh guru. “Iya, orang tua banyak mengeluhkan signal, karena rumah mereka berada di daerah yang terpencil,” tutur Hartanti.
Proses pembelajaran daring di SLB memang perlu melibatkan banyak pihak, tidak hanya interaksi antara guru dan murid saja, namun peran orang tua dalam mendampingi anak sangat diperlukan. Namun pendampingan belajar untuk anak berkebutuhan khusus memang tidak mudah, hal ini lah yang membuat orang tua siswa susah untuk mengajari anaknya ketika mendapat materi dan tugas yang diberikan oleh gurunya.
Hal tersebut dirasakan oleh Sri Retno Mulatsih, pengasuh Panti Asuhan Bina Anak Yatim. “Di sini ada anak asuh kami yang sekolah di SLB Pertiwi, ada 3 anak. Belajarnya sekarang tidak efektif, di panti hanya difasilitasi 1 Hp saja, sehingga anak-anak harus bergantian memakainya, jadi ya susah,” ujar Sri.
Namun, meski proses pembelajaran tergolong sulit dilakukan dan menemui kendala, Sri menuturkan bahwa siswa SLB di Panti Asuhan Bina Anak Yatim memiliki nilai yang stabil. “Nilai anak-anak bagus, mereka teliti dan telaten dalam mengerjakan tugas,” tuturnya
Penulis: Hanif, Tika
Reporter: Febri, Hanif, Ika, Tika
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.