Pemilihan Koruptor Serentak
Bumi Indonesia sedang memperlihatkan panggung guyonan, menteri sosial korupsi dana bantuan sosial. Kemarin, Pilkada digelar serentak di tengah rakyat yang kehabisan oksigen untuk bernapas dan mengais uang. Aku biasa saja, tak menggubris. Toh siapa pun yang terpilih pasti akan korupsi, entah sedikit atau pun banyak, disengaja maupun tidak. Dunia politik memang begitu, iming-iming uang seakan menutup mata.
Pemilihan digelar, hari-hari kampanye yang menegangkan sudah selesai. Kemarin, suasana kota mulai sepi, mungkin dialihkan ke Tempat Pembuangan Suara. Ya, tempat pembuangan suara bagi orang-orang yang dapet duit. Aku geram demokrasi dinodai dengan praktik-praktik busuk pejabat.
Aku terdiam saja semalam, melihat kemenangan paslon nomor 01 di kota sebelah.
“Marilah kita buat daerah *** yang aman dan damai,” tuturnya menggunakan pengeras suara.
“Anjing, omongan macam apa itu.” Hatiku berkata.
Para pendukung paslon 01 bersorak-sorai menyambut kemenangan ini. Ada yang menangis terharu karena paslon 02 tidak terpilih lagi. Ada yang berbisik-bisik berharap dapat kucuran uang yang lebih banyak.
“Kira-kira dapat berapa juta lagi ya,” katanya sembali mendengarkan musik kemenangan.
“Anjing bahasan yang tidak bermutu.”
Aku emosi melihat para polisi berjejeran mengatur lalu lintas, aku geram melihat kebahagiaan mereka, aku benci mendengar ucapan-ucapan busuk yang terlontar dari mulut mereka. Musik-musik mengalun tak merdu, berisik. Membuat telingaku seketika hampir tuli.
“Ga punya otak!” Kenapa tidak menyewa gedung yang kedap suara saja, yang tempat parkirnya luas agar tidak mengganggu jalan? Belum sah menjadi wakil rakyat saja, sudah meresahkan rakyat. Bagaimana dengan warga sekitar yang punya anak kecil? Bagaimana dengan warga yang capek karena mencari nafkah dan butuh istirahat pada malam harinya? Aku tahu, tidak semua warga libur di hari pemilihan wakil rakyat, buktinya masih banyak petani yang ke sawah, masih banyak warga yang berkeliling menjajakan barang dagangannya.
Entah begitu geramnya aku, melihat bumi dikuasai orang-orang yang notabenenya tidak mengerti lingkungannya sendiri.
" Hmmm"
Aku mengira bahwa budaya korupsi sudah diterapkan sejak usia pendidikan menengah.
Saat di sekolah menengah, siswa-siswi yang mengabdikan dirinya di organisasi sekolah pasti pernah, bahkan sengaja memanipulasi anggaran ketika akan mengajukan proposal atau laporan pertanggungjawaban.
Pikiranku mulai tak karuan melihat sistem pendidikan yang kurang waspada terhadap pendidikan anti korupsi. Korupsi sudah dibudayakan sejak dini, nggak heran korupsi di Indonesia membudaya dan membumi.
Sistem yang kotor dibudayakan melalui pendidikan. Pemilihan mahasiswa tingkat kampus pun demikian, para paslon mengusung nama dari satu organisasi tertentu, yang lain dibuang jauh-jauh supaya tidak bisa maju menjadi pemimpin. Walaupun calonnya kurang berkompeten untuk menjadi pemimpin, masih saja dipilih. Biar apa? Biar dapat uang untuk perputaran organisasi mereka. Ini sistem yang sangat sempurna untuk tetap dijalankan.
Pemilu hari ini diciptakan untuk menghasilkan kader terbaik koruptor baru, macam menteri sosial. Selamat!
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.