Peringati IWD, Aliansi GERAK Gelar Aksi Damai
lpmalmillah.com - Minggu (21/03/2021), Aliansi Gerakan Rakyat (GERAK) menggelar aksi damai sebagai bentuk peringatan International Women’s Day (IWD) di Jalan Suromenggolo, Ponorogo. Aliansi GERAK menyuarakan aspirasi-aspirasi mengenai perempuan, buruh, serta eksploitasi lingkungan kepada masyarakat Ponorogo.
Aksi damai dengan massa kurang lebih 30 orang, memulai aksi dari Jl. Djuanda pada pukul 07.00 WIB menuju titik aksi di depan Stadion Batoro Katong. Anis Fazirotul Muhtar selaku koordinator aksi mengungkapkan bahwa Jalan Baru (Jalan Suromenggolo) dipilih sebagai titik aksi dikarenakan kondisinya yang ramai pada hari Minggu, meskipun saat terjadi Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “Karena melihat setiap Minggu di Jalan Baru ini biasanya ada CFD (Car Free Day). Tapi karena kebetulan PPKM, jadi CFD-nya ditiadakan. Tapi kita melihat situasinya masih ramai,” ungkapnya.
Adapun tuntutan yang disuarakan Aliansi GERAK di antaranya adalah untuk segera mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU-PKS) sebagai upaya perlindungan dan keadilaan terhadap korban kekerasan sebagaimana Pancasila sila ke 5. Terlebih di Kabupaten Ponorogo sendiri, kasus kekerasan seksual semakin marak terjadi. “Kita melihat faktanya kekerasan seksual, kasus begal payudara di Ponorogo ini kan semakin marak,” ungkap Anis.
Lebih lanjut, Ponorogo juga merupakan salah satu kabupaten pemasok buruh migran terbesar di Jawa Timur, sehingga Aliansi GERAK juga menuntut perlindungan terhadap buruh migran dan keluarganya, dan mendesak pemerintah untuk merevisi dan memasukkan lebih rigit dalam UU Perlindungan Pekerja Buruh Migran terkait mekanisme perlindungan buruh migran secara komprehensif dan massif. “Ponorogo sendiri juga merupakan pemasok buruh migran terbesar di Jawa Timur juga, kita juga prihatin atas kasus-kasus yang terjadi terhadap buruh migran,” jelas koordinator aksi.
Selain itu, massa juga menuntut pemerintah untuk membuat Peraturan Daerah (Perda) tentang mekanisme pelayanan kasus kekerasan seksual perempuan dan anak. “Dari kemarin-kemarin, komisi V DPRD Ponorogo katanya menggodok (aturan) ini, tapi nyatanya belum ada,” ujarnya lagi.
Selain fokus pada isu-isu perempuan dan buruh, aksi Aliansi GERAK juga menyuarakan aspirasinya mengenai limbah Fly Ash Bottom Ash (FABA) yang dikeluarkan dari daftar limbah berbahaya oleh pemerintah. “Kami di sini menuntut pemerintah untuk mengembalikan limbah FABA ke dalam (daftar) limbah berbahaya,” ungkap Bayu, salah satu orator.
Foto: Adzka |
Di samping itu, terdapat beberapa tuntutan lain yang disuarakan oleh Aliansi GERAK, yakni: 1) Sahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) sebagai upaya untuk pemberantasan perbudakan modern; 2) Cabut UU Omnibuslaw dan UU turunannya serta UU Minerba, karena UU tersebut sama sekali tidak berpihak pada rakyat miskin; 3) Revisi pasal karet pada UU ITE, karena berpotensi besar mempersempit ruang-ruang demokrasi, yang mana hal ini sama sekali tidak sejalan dengan sistem pemerintahan Indonesia.
Anis berharap aksi damai yang disuarakan oleh Aliansi GERAK ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat dan mengajak untuk menciptakan ruang aman dan nyaman terhadap perempuan dan semua gender. “Pertama, untuk memberikan informasi kepada masyarakat Ponorogo bahwa ternyata masih banyak sekali kasus kekerasan terhadap perempuan, kasus pelecehan seksual dan kasus begal payudara serta mengajak masyarakat Ponorogo untuk menciptakan ruang aman dan nyaman terhadap perempuan dan bahkan terhadap semua gender,” harap Anis.
Senada dengan Anis, Andia Dini Pratiwi selaku koordinator umum aksi juga berharap dengan digelarnya aksi ini bisa menciptakan ruang aman bagi para korban. “Saya ingin kampanye ini outputnya ke masyarakat, kita memberi informasi kepada masyarakat bahwa KS (Kekerasan Seksual) di Ponorogo itu semakin bertambah. Penyumbang terbesar buruh migran no 2 se-Jatim itu di Ponorogo. Jadi dengan disahkannya RUU PKS itu bisa membuat korban memiliki ruang aman. Korban akan dibantu penyembuhan dan penanganannya,” jelas Andia.
Ia menambahkan jika aksi ini baru dilakukan satu kali. “Memang baru pertama ini aksi, memberi edukasi ke masyarakat bahwa KS di Ponorogo sangat marak. Lalu bagaimana dengan penegak hukum? mereka ngapain aja, seakan-akan mereka nggak mau mengurusi hal ini,” tambahnya.
Setelah melakukan orasi serta penyampaian aspirasi, aksi damai dilanjutkan dengan tampilan teatrikal oleh peserta aksi. Tampilan ini menceritakan tentang buruh dan perempuan yang seringkali ditindas oleh para penguasa. Tampilan ini ditutup dengan nyanyian lagu-lagu perjuangan oleh seluruh peserta aksi. “Hidup rakyat Indonesia, hidup rakyat yang melawan, hidup buruh!” ucap massa dengan lantang sebelum membubarkan aksi damai pada pukul 08.45 WIB.
Aksi ini mendapat tanggapan dari masyarakat, salah satunya Aris. Aris mengungkapkan bahwa aksi ini kurang terfokus pada satu bahasan. “Masih kurang terfokus ke masalah, misal (membahas masalah) perempuan, ya difokuskan pada (masalah) perempuan saja. Masalahnya apa, lalu solusinya bagaimana,” ungkap Aris.
Reporter: Titah Gusti, Febri Lorenza
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.