“Hari Penuh Tanda Tanya”
Sumber gambar: publicdomainvectors.org |
Senin pada suatu hari itu merupakan hari yang tak biasa bagiku. Sebagai mahasiswa baru, antusiasku memuncak saat mendengar akan ada acara satu tahun sekali. Dengan sangat bersemangat, kumabil jas hijau semu yang berada dideretan warna-warna lainnya, jas almamater yang baru kudapatkan sebagai identitas mahasiswa salah satu Perguruan Tinggi. Almamater pun sudah melekat erat dibadanku, dengan mengendarai motor matic tibalah aku pada tempat acara yang kutuju.
Ketika kumasuki ruangan, ternyata masih sepi dan sunyi. Hanya ada beberapa panitia yang sedang bersiap-siap, padahal aku sudah tiba sesuai jadwal acara. Sebenarnya aku masih tak terlalu paham ini acara apa, tetapi dengan antusis aku yakinkan diri untuk mengikuti acara yang katanya “sebuah acara pembukaan pesta demokrasi” yang entah tak kumengerti. Yang ada dibenakku hanyalah ini acara tahunan, dan aku harus ikut itu.
Sembari menunggu acara yang tak kunjung dimulai, kusempatkan diri untuk keluar ruang acara untuk menghirup udara segar. Sambil menghirup udara segar, di dalam hati aku terus bertanya-tanya “Kok sepi ya? Yang lain kemana ya? Apa teman-teman yang lain gatau kalau ada acara ini? Masa gaada pemberitahuan sih?” batinku. Tiba-tiba dari arah depan ada seseorang yang nampak berlari menghampiriku.
“Sin, aduh gimana ini aku telat. Kok kamu gak masuk ruangan? Acaranya belum mulai?” ucap Rara dengan napas terengah-engah.
“Belumlah, bosen banget nungguin dari tadi belum mulai-mulai,” balasku.
“Masuk aja yok, sambil ngadem. Soalnya panas banget siang-siang begini motoran cuma buat kesini” ucap Rara.
Seperti acara resmi pada umumnya, pembukaan pun diawali dengan pembacaan ayat suci Al-Quran dan menyanyikan Lagu Indonesia Raya. Memasuki inti acara, panitia pun menyampaikan informasi tentang pemilihan pemimpin-pemimpin baru yang akan diadakan secara online. Labih lanjut, panitia juga menjelaskan pemilihan tahun ini menggunakan konsep yang berbeda dari tahun lalu. Entah tahun lalu seperti apa, aku pun juga tidak tahu.
Lama-kelamaan aku mulai merasa bosan mendengarkan ceramah yang panjang lebar dan tak kumengerti. Kini, acara yang bagiku sangat spesial menjadi acaranya sangat biasa saja, padahal sebelum mulai aku sudah antusias. Untuk menghilangkan rasa bosan aku pun mulai mengajak ngobrol Rara.
“Ra, kok bosenin sih… ini gaada Reog atau Gong pembukaan gitu?” tanyaku.
“Haaaa… gatau Sin aku malah jadi ngantuk,” balas Rara.
“Padahal kan ini acara pembukaan pesta demokrasi buat pemilihan serentak di kampus setahun sekali, seharusnya dibuat upacara pembukaan yang istimewa gitu kek,” ucapku.
“Iya juga ya, padahal baru acara pembukaan aja udah ngebosenin gimana nanti pas acara inti pemilihannya?” ucap Rara.
“Bener Ra, padahal aku udah antusias lo dari tadi pagi,” ucapku.
Menit demi menit berlalu, rasa bosan terus menghantuiku. Dengan santainya Rara justru sudah tertidur pulas, mungkin sekarang dia sudah sampai alam mimpi. Akhirnya waktu yang dinanti pun tiba. Acara telah berakhir. “Ternyata begini saja acaranya” batinku. Padahal aku sudah berekspetasi terlalu tinggi, acara yang hanya setahun sekali ini dibuka dengan meriah dan menjadi acara yang istimewa.
Sembari menuju parkiran untuk mengambil motor dan pulang ke rumah, fikiranku selalu dipenuhi tanda tanya dan aku sendiri pun tidak tahu apa jawabannya. “Padahal dari tadi aku antusias, bagaimana dengan teman-temanku yang tidak antusias dan gak tau menahu tentang acara ini? Padahal kan ini pesta demokrasi setahun sekali, Apakah seperti ini demokrasi di kampusku?”.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.