PMK Mewabah, Peternak Pudak Kulon Lakukan Berbagai Pencegahan
Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) atau bisa disebut juga dengan Foot
and Mouth Disease (FMD) dan Apthtae Epizooticae adalah penyakit
hewan menular bersifat akut yang disebabkan oleh virus. Wabah virus PMK pertama
kali masuk
Indonesia pada tahun 1887 di daerah Malang, Jawa Timur. Pada
tahun 2022, penyebaran
PMK di Jawa Timur awalnya terdeteksi di daerah Gresik, Sidoarjo, Lamongan, dan
Mojokerto. Sedangkan untuk
Ponorogo sendiri, PMK juga sudah menyebar di berbagai lokasi, seperti
Pudak,
Siman, Pulung, Balong, dan Sukorejo.
Di
Ponorogo saat ini, penyebaran virus PMK
mulai menjangkit hewan ternak yang dipelihara. Desa Pudak Kulon,
Pudak, Ponorogo pun tak luput dari kasus penyebaran PMK. Kasus pertama yang
teridentifikasi berjumlah tiga
kasus pada (26/05). Namun, pada (28/05/2022), menurut penuturan seorang mantri
desa, sudah terdapat 10
kasus penularan PMK di Pudak Kulon. “Tanggal 26, awal-awal masuk [penularan
PMK] itu tiga
sapi. Lalu, tanggal 28 Mei itu sudah 10 sapi yang terjangkit,”
ujar Rusdi Zaini selaku mantri Pos Kesehatan Hewan (Poskeswan).
Penularan PMK yang disebarkan sapi perah dapat melalui
angin,
air liur, serta feses. Penyebaran melalui angin terjadi saat ada interaksi sapi
yang sudah terjangkit. Air liur yang berlebihan saat sapi terjangkit PMK juga
turut mengandung virus yang dapat menyebar saat terjadi kontak fisik dengan
sapi lain. Kemudian, pengeluaran feses sapi yang terjangkit virus menular dari
interaksi dalam satu kandang. Untuk menghindari
penularan pada hewan, peternak harus menjaga kebersihan dan steril saat masuk
ke kandang. “Makanya, yang mengurus kandang pun dibatasi. Peternak juga
harus menjaga kebersihan agar
kandangnya steril,” imbuhnya.
Peternak
bisa melihat gejala-gejala PMK melalui beberapa hal, seperti sapi yang
mengalami hypersalivasi [keluar air liur terus menerus], tidak mau
makan, dan demam. Tinggi demam berkisar pada 40,6-41,7 derajat celcius.
Kondisi sapi ini berakibat pada penurunan jumlah susu yang didapatkan tiap kali
waktu perah. “Itu memengaruhi susu yang keluar, yang biasanya pagi
keluar 10 liter jadi hanya keluar 2 liter,” jelasnya.
Meskipun
keberadaan PMK terbilang sudah cukup lama, namun masih ada beberapa peternak
yang belum memahami apa itu PMK. Mereka mengaku belum ada sosialisasi PMK dari
pihak desa selain imbauan agar tidak membeli sapi dari daerah lain dan menjual
sapi dari Desa Pudak Kulon. “Untuk imbauan sudah ada melalui pengumuman di
story WA, tapi terkait sosialisasi baru akan diadakan [kelompok peternak],” ujar
Erna Sugianto pada (28/05/2022).
Sementara
itu, mengingat Pudak merupakan salah satu pemasok susu untuk PT Nestle, Madi Sutomo
selaku Ketua Kelompok Peternakan mengaku sudah mendapat imbauan untuk lebih
menjaga kebersihan dengan cuci tangan dan menyemprot kandang dengan
disinfektan. “Sementara ini belum ada [sosialisasi], kalau dari Nestle itu
ada imbauan. Ya,
seperti covid itu [imbauannya]; cuci tangan, semprot disinfektan,” ungkapnya.
Rusdi
mengatakan penyebaran PMK semakin
pesat dan untuk penanganan yang paling mudah yakni dengan cara memisahkan
hewan yang telah terjangkit dan belum. Selama terjangkit pun, sapi harus tetap
diperah. Namun, susu hasil perahannya tidak boleh dikonsumsi dan harus dibuang
untuk menghindari percepatan penularan. “Harus ada perlakuan khusus. Sebenarnya, untuk susunya [hasil perahan]
harus dimasak dulu sampai matang, lalu bisa dibuang,” ungkapnya.
Selain
itu, tiap sapi yang sedang terjangkit harus diurusi oleh pemilik dan satu orang
pegawai saja untuk memerah susu. Hal ini disebabkan karena manusia bisa menjadi
salah satu faktor penularan apabila tidak melakukan sterilisasi setelah
melakukan kontak fisik dengan sapi yang terjangkit. “Saya tiap selesai
menangani kasus langsung mandi agar tetap bersih dari virus sehingga tidak ikut
menularkan ke sapi lain saat pemeriksaan lanjutan,” jelasnya lebih lanjut.
Dalam
upaya pencegahan penularan PMK pada sapi sehat, Rusdi menyarankan untuk
memberikan vitamin, suplemen, antibiotik, dengan pemakaian satu hari satu liter
untuk satu sapi setiap tiga hari sekali. “Sebenarnya untuk pencegahan itu
yang baik yang ada vitamin C-nya. Suplemen bisa, vitamin bisa. Untuk
pemberiannya, perkiraan satu hari satu liter untuk satu sapi, diberikan tiga
hari sekali,” tambahnya.
Upaya
pemberian obat alternatif juga dilakukan oleh peternak dalam rangka mencegah
penularan PMK pada sapi-sapi mereka. Obat ini berasal dari racikan tumbuhan
herbal seperti kunyit, temu ireng, dan gula aren. Bahan-bahan ini diblender,
lalu dimasak hingga mendidih dan diminumkan kepada sapi sebanyak satu liter
perhari tiap tiga hari sekali. “Kunyit, temu ireng, gula aren diblender.
Lalu, dimasak sampai mendidih, kemudian diminumkan dengan menggunakan bambu.
Sejak dulu sudah dilakukan untuk penguat tubuh sapi,” ujar Madi.
Menanggapi
kasus penularan PMK yang sudah menjangkit sapi-sapi di Pudak Kulon, Sujadi
selaku Kepala Desa menyarankan untuk melakukan karantina, pemberian suntikan
serta pembatasan lalu lintas hewan. “Jadi, untuk
saat ini, selain karantina dan suntikan, lalu-lintas hewan itu benar-benar kami
batasi. Tidak ada lalu lintas keluar atau masuk,” jelasnya.
Bahkan,
Sujadi menyarankan warganya untuk mulai mempertimbangkan kembali untuk bertani
sayuran. Akan tetapi untuk melakukan peralihan, pertama-tama, jumlah ternak
harus dikurangi agar lahan yang tadinya digunakan untuk menanam pakan ternak
bisa dialihkan untuk kembali menanam sayuran. “Misal peternak itu mau ganti
nanam sayur lagi, sebenarnya bisa, Mbak. Tapi, sapinya harus dijual dulu
sebagian. Biar lahannya bisa dialihkan dari suket gajah ke sayuran,”
katanya.
Reporter: Zakiyyah, Vivia, Esti, Maria
Penulis: Maria
PJTD 2022
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.