SMK 1 PEMDA Pudak, Sekolah Gratis Berbasis Deklinasi Limbah
(Foto: Nira)
Kecamatan Pudak terkenal sebagai sentra
sapi perah di Ponorogo. Menurut data Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Ponorogo, pada tahun 2016, jumlah ternak sapi perah di Pudak mencapai 1.250
ekor sapi. Dengan jumlah tersebut, hasil susu yang dihasilkan pun cukup banyak.
Buktinya, Pudak menjadi salah satu pemasok susu bagi beberapa perusahaan besar
seperti PT Nestle dan PT Frisian Flag Indonesia. Akan tetapi, jumlah sapi yang
banyak juga menimbulkan potensi penumpukan limbah kotoran hewan yang besar pula.
Mengutip dari stikesbanyuwangi.ac.id, pengelolaan
limbah yang kurang tepat dapat mencemari lingkungan. Limbah, dalam hal ini
termasuk kotoran hewan, yang dibuang ke sungai dapat menyebabkan pencemaran air.
Hal ini dapat dilihat dari keruhnya aliran air pada jam-jam tertentu. “Kan
mayoritas penduduknya peternak sapi. Jadi, setiap pagi dan sore itu kebanyakan
kotorannya dibuang ke sungai [sehingga menyebabkan pencemaran],” ungkap
Didik Eko Suryanto, Kepala SMK 1 PEMDA Pudak.
Atas dasar itulah, SMK 1 PEMDA
mendirikan cabang di Pudak dengan fokus jurusan Agribisnis Ternak Ruminansia.
Dimana, dalam kegiatannya, para siswa mengolah limbah kotoran sapi menjadi
pupuk organik. Selain karena limbah, masih banyaknya remaja usia sekolah yang
putus sekolah di Pudak juga menjadi alasan didirikannya SMK 1 PEMDA Pudak. “Awalnya
[didirikan] karena faktor limbah. Kedua, karena adanya banyak siswa yang putus
sekolah,” ujar Didik.
Hal yang membedakan
SMK 1 PEMDA
Pudak dibandingkan sekolah lain yaitu para siswanya tidak
mengeluarkan biaya sedikitpun untuk bersekolah disana, alias gratis. Namun,
para siswa diminta untuk membawa kotoran sapi yang nantinya akan diolah menjadi
pupuk organik. “Sekolah di SMK 1 PEMDA Pudak gratis, yang penting siswanya mau
sekolah. Sebagai gantinya siswa disuruh membawa kotoran sapi yang akan diolah
menjadi pupuk,” jelas Didik lebih lanjut.
Tugiono selaku Kepala Desa Tambang,
Pudak juga menambahkan bahwa program pengolahan kotoran hewan memberikan manfaat
tersendiri bagi masyarakat Pudak. Sebab, pengolahan limbah kotoran sapi menjadi
pupuk dapat membantu mengurangi limbah hewan ternak. “SMK 1 PEMDA ini
membantu warga untuk mengurangi penumpukan limbah ternak yang terbuang sia-sia,”
ungkap Tugiono.
Didik menuturkan terkait cara pengolahan
limbah menjadi pupuk, yaitu kotoran yang telah dibawa siswa difermentasikan selama 1-2 minggu untuk
kemudian di-press. Setelah di-press, jadilah pupuk cair dan
padat. “Kotoran hewan dibawa ke sekolah, dibacem (fermentasi), kemudian
di-press,” tutur Didik.
Selanjutnya, limbah yang telah menjadi
pupuk tersebut kemudian dikemas dengan merek Zero Waste. Pupuk yang
dijual dengan harga Rp 15.000,- perbotol ini kebanyakan didistribusikan kepada
petani-petani Ngrayun melalui distributor. Hasil penjualan pupuk tersebut
kemudian digunakan untuk biaya operasional sekolah SMK 1 PEMDA Pudak. “Pupuk
diberi merek tersendiri, lalu dijual ke petani melalui distributor, yang
hasilnya nanti untuk operasional sekolah itu sendiri,” lanjut Didik.
Dalam proses pembuatan pupuk, pihak SMK
1 PEMDA Pudak juga mengalami kendala,
salah satunya kondisi cuaca yang tidak mendukung saat proses pengurangan kadar
urin limbah sebelum difermentasi. “Karena musim hujan, jadinya dalam proses
pengeringan butuh waktu yang lebih lama dari hari biasanya,” jelas Didik.
Meskipun program
yang ditawarkan berguna dan sudah sesuai dengan kondisi masyarakat Pudak yang
mayoritas peternak sapi, partisipasi siswa untuk mengenyam pendidikan tergolong
masih rendah. Hal ini dapat ditinjau dari jumlah siswa aktif yang hanya
berjumlah 15 anak saja. Kebanyakan siswa pasif karena sudah sibuk bekerja dan
mengurus ternak. “Itu karena sudah awang-awangen [malas], sudah kerja, dan
sibuk ngurusi sapi,” jelas Isnanto salah satu siswa saat dihubungi melalui
via WhatsApp.
Dengan adanya ketidakmaksimalan
kehadiran siswa tersebut, Didik berupaya untuk tetap menjalankan proses
pengajaran dengan mendatangkan guru ke rumah para siswa. “Kami selalu
berusaha mendatangi dari rumah ke rumah siswa untuk melakukan pembelajaran,”
ujarnya.
Meskipun demikian, adanya SMK 1 PEMDA
yang belum genap satu tahun ini mendapatkan tanggapan positif dari siswa,
seperti yang dikatakan oleh Isnanto, salah satu siswa yang aktif mengikuti
pembelajaran di SMK 1 PEMDA. Ia merasa wawasan dan pengalamannya dalam praktek
pengelolaan limbah di sekolah bertambah. “Tambahnya wawasan, saya juga bisa
nerapin langsung cara ngolah limbah kotoran sapinya di sekolah,” jelas
Isnanto.
Hal yang sama juga dirasakan oleh Erfai
yang juga salah satu siswa SMK, ia merasa bahwa pembelajaran praktik yang
diterima di SMK 1 PEMDA Pudak bermanfaat. Sebab, ilmu yang ia dapatkan sesuai
dengan bidang yang ia minati dan dapat diterapkan di lingkungannya. “Kalau
saya [senang] belajar praktik peternakan karena lebih ada kaitannya sama
lingkungan di rumah,” ujarnya.
Tugiono pun berharap agar SMK 1 PEMDA
Pudak dapat terus beroperasi sehingga permasalahan limbah ternak yang ada pun
dapat teratasi. “Harapannya yaitu dengan adanya SMK Pemda ini benar-benar
bisa mengurangi limbah sapi, yang mana di kecamatan Pudak ini ‘kan sentra sapi
perah,” tuturnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Didik
sebagai pendiri dan juga kepala SMK 1 PEMDA. “Saya berharap agar adanya SMK
1 PEMDA di Pudak ini dapat mengatasi permasalahan yang ada sebagaimana tujuan
awal,” harap pendiri SMK 1 PEMDA tersebut.
Reporter: Iza, Nira, Alinda, Salsabila
Penulis: Nira, Iza
PJTD 2022
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.