Niat Membantu Berujung Malu
(Gambar: pinterest.com)
Cerpen oleh: Helvi
Pagi ini jalanan masih sepi, matahari pun masih enggan untuk menampakkan diri. Tetapi di tepi jalan sana, terlihat seorang remaja perempuan yang sangat bersemangat melangkahkan kakinya. Ia bahkan menari kecil dan memutar badan di sela-sela gelak tawanya. Nampaknya, dia sangat bahagia.
"Kenalin, namaku Menma. Aku suka main game, dan jalan-jalan. Ayo berteman baik denganku." Kalimat itu sudah puluhan kali ia ucapkan dari tadi. Bahkan, sejak pertama kali ia melangkahkan kaki ke luar rumah untuk pergi ke gedung megah bernama kampus yang sudah dinanti-nantikan.
Gadis itu bernama Menma dan hari ini adalah hari yang paling menyenangkan baginya. Bagaimana tidak, ini adalah hari pertama dimana ia mendatangi kampus impiannya untuk mengikuti kegiatan orientasi. "Yoshh. Pokoknya aku harus mendapatkan banyak teman mulai hari ini," ucapnya kepada diri sendiri.
"Aku harus menyapa orang sebanyak-banyaknya, aku harus selalu tersenyum. Semangat, Menma! Kamu pasti bisa!" Tambahnya sembari mengepalkan kedua tangannya ke angkasa, memukul bahunya bagai pahlawan, lalu melanjutkan jalannya sambil terus mengoceh ria.
Hal pertama yang dia temui sesampainya di kampus adalah satpam di depan gerbang. Dengan spontan dan penuh percaya diri, Menma langsung mengangkat tangannya dan memberikan hormat kepada Pak Satpam. Walaupun sempat kebingungan, Pak Satpam tersebut membalas hormat.
"Perkenalkan, Pak, nama saya Menma. Saya mahasiswi baru, Pak. Senang bertemu dengan Bapak," ucap Menma layaknya komandan upacara.
"Oh, pantes. Maba, ya," Pak Satpam tersebut menganggukkan kepalanya.
"Iya Pak. Semangat kerjanya, Pak. Saya permisi dulu, Pak," ucap Menma lagi sambil terus mempertahankan sikap hormatnya.
"Iya, Menma. Kamu juga semangat," jawab Pak Satpam sambil terkekeh geli.
"Pasti, Pak." Setelah menjawab, Menma bergegas memasuki lingkungan kampus.
Matanya berbinar mengamati gedung kampusnya itu, mulutnya menganga lebar khas orang senang. Menma benar-benar kagum dengan apa yang dia lihat sekarang. Empat gedung megah berjejer rapi di sana. Warna cat yang cantik semakin memanjakan matanya.
“Kayaknya aku memang harus lebih banyak bersyukur bisa kuliah disini. Gimana enggak, Jisoo Blackpink aja belum pernah lihat gedung ini, sedangkan aku udah, hehe,” Menma mengklaim bahwa saat ini dirinya lebih beruntung dibanding artis idolanya karena sudah melihat gedung kampusnya ini.
Di tengah kesibukannya memuji gedung, tiba-tiba ada tangan menyentuh bahunya. Sontak, Menma kaget dan berbalik badan. Dilihatnya gadis dengan seragam sama sepertinya tengah berdiri melihatnya.
“Eeh, anu Kenalin, namaku Menma. Aku suka main game, dan jalan-jalan. Ayo berteman baik denganku." Spontan Menma langsung menyapanya, tak lupa mengulurkan tangan.
Gadis itu tertawa keras, “Hahahaha. Oke. Halo, Menma. Aku Yuri,” jawab gadis itu sembari menjabat tangan Menma. “Semangat sekali kamu.” Imbuhnya.
“Harus, Yuri!” jawab Menma berapi-api. Kemudian mereka melanjutkan obrolannya.
Satu persatu mahasiswa baru mulai berdatangan. Dengan sigap Menma selalu mendatangi mereka, mengajak berkenalan dan memulai obrolan ringan. Menma adalah pribadi yang ceria dan suka bercanda. Tak heran jika orang gampang akrab dengannya.
“Yes! Target satu selesai,” ucapnya sambil menutup buku yang baru saja ia tulisi.
“Apa yang kau tulis di situ?” tanya Yuri yang duduk didekatnya.
“Nama orang. Aku menulis daftar nama orang yang sudah kuajak berkenalan pagi ini. Targetnya tiga puluh, dan sudah tercapai.” Jawab Menma dengan bangganya.
“Jadi, hari ini kamu harus berkenalan dengan tiga puluh orang, dong?” tanya Yuri lagi.
“Tidak, targetku enampuluh. Pagi dan siang,” jawabnya lagi.
“Kamu ini suka banyak teman, ya,”
“Iyalah, banyak teman banyak rezeki. Siapa tau habis kenalan, pas pulang nanti nemu uang lima juta. Kan untung,” jawab Menma dengan cengirannya, sedangkan Yuri hanya geleng-geleng menanggapi teman yang baru saja ia temui itu.
Kegiatan orientasi sudah dimulai. Mahasiswa baru diarahkan untuk mengikuti serangkaian kegiatan yang diadakan. Semua nampak tertib dan bersungguh-sungguh, tak terkecuali Menma, dia sangat antusias mengikuti kegiatan orientasinya. Hingga tibalah di waktu istirahat, setelah melahap bekalnya, Menma memilih ke kamar mandi untuk mencuci muka. Sensasi dingin air mulai terasa di mukanya, terasa begitu segar dan menyenangkan.
“Nah, kalau gini kan aku lebih fresh, jadi makin semangat. Go, Menma! Go!” Ia bergumam menyemangati dirinya sembari berjalan keluar menuju teman-temannya. Tetapi, ada satu hal yang mengganggu pandangannya. Di depannya, terlihat seorang wanita tengah kesulitan membawa tas di punggung dan di tangannya. Langsung saja Menma menghampirinya. Wanita itu memakai rok hitam dan baju putih, sama sepertinya. Sehingga, bisa ditebak bahwa dia adalah maba juga.
“Hei, sini aku bantu bawa,” ucap Menma sambil melihat orang di depannya itu. Wanita itu terlihat sangat rapi dan anggun, wajahnya juga ayu. “Wah, tidak usah, ini ringan kok,” jawabnya sambil tersenyum manis.
“Ringan apanya, orang kamu kelihatan sempoyongan gitu jalannya,” tanpa aba-aba, Menma mengambil tas yang ditenteng di tangan wanita itu.
“Terimakasih, ya.”
“Santai saja. Oh iya, Kenalin namaku Menma, aku suka main game, dan jalan-jalan. Ayo berteman baik denganku." Menma mulai mengeluarkan senjata perkenalannya.
Wanita itu hanya tersenyum. “Heh, kenapa senyum-senyum begitu, kesurupan, ya? Lagian, ngapain kamu bawa tas banyak gini, kaya mau nginep aja,” ujar Menma
Wanita itu menggelakkan tawanya keras. “Kamu ini lucu sekali.”
“Memang. Kamu kok terlambat sampai jam istirahat, sih? Nggak boleh kaya gitu, tau. Kita ini harus tertib. Nanti kalau ketahuan kakak panitia gimana, hayo? Kan kasian kalau kamu dihukum,” sepanjang koridor Menma terus menceramahi orang di sebelahnya itu, sedangkan lawan bicaranya hanya merespon dengan senyuman.
“Ini tas kamu mau di taruh dimana? Kamu mau kemana dulu, nih?” Tanya Menma kemudian.
“Ke ruang dosen ya, di depan,” jawab wanita itu.
“Lah kok malah di ruang dosen sih, mau ngapai—HAH KE RUANG DOSEN?!” Teriak Menma cengo. Nggak mungkin orang ini, nggak! Nggak mungkin orang ini dosen. Ujarnya dalam hati.
Menma berusaha berpikir positif dan terus mengikuti langkah kaki wanita itu.
“Tasnya ditaruh di meja saya yang itu, ya, Menma,” ucap wanita itu. Mendengar hal itu, Menma langsung kaku di tempat. Wajahnya merah padam karena malu, dia masih tidak percaya dengan apa yang terjadi sebenarnya.
Sedangkan wanita itu tertawa lebar melihat Menma, “Saya Rumi Andini, sama mahasiswa biasanya sih dipanggil Bu Rumi. Kebetulan, mengajar mata kuliah Bahasa Inggris disini,” ucapnya menjelaskan.
Menma gagap seketika. “B-bu saya—”
“Hahaha. Tidak apa-apa, Menma. Saya kelihatan muda banget, ya, sama kamu?”
“IYA, BU. Ibu sangat muda, terlihat sangat cantik, saya tidak menyangka bahwa Ibu adalah dosen. Maafkan kelancangan saya, Bu. Saya minta maaf,” ucap Menma tanpa jeda, sambil membungkukkan badannya di hadapan wanita yang ternyata dosen itu.
“Iya, Menma, tidak apa-apa kok. Terimakasih, ya, sudah membantu saya. Kamu bisa kembali mengikuti kegiatan orientasi.”
“Baik, Bu. Sekali lagi, saya minta maaf,” setelah mendapat anggukan dari Bu Dosen, Menma meninggalkan ruangan itu. Wajahnya terasa sangat panas menahan malu. Ia berlari menuju kamar mandi dan membasuh mukanya berulang kali. Kejadian ini benar-benar di luar dugaannya. Dibandingkan takut, rasa malu lebih mendominasinya saat ini. Untung saja, teman-temannya tidak melihat kejadian barusan. Setelah dirasa cukup mendinginkan muka, Menma berjalan sempoyongan menuju rombongan yang lain.
“Lah, Menma, kenapa mukamu loyo gitu, habis dikejar hantu?” Tanya seorang temannya.
“Lebih, lebih dari itu. Aku dikejar rasa malu.”
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.