Antara Bakat dan Minat
gambar: http://kibrisdpr.org/
Cerpen oleh: Siti
Sejak
masih sekolah dasar Riza tidak pernah bisa menentukan apa yang dia
cita-citakan. Saat guru SMA-nya bertanya apa bakat yang ia miliki, maka ia akan
kebingungan antara tidak tahu bakatnya apa dan bingung karena ia merasa tidak
memiliki bakat apapun. Dalam hal materi pelajaran, ia tidak dapat dikatakan
pintar, namun tidak juga bodoh. Riza banyak mencoba hal-hal yang berbeda
seperti menggambar, menulis, memotret atau mengedit gambar.
Sebenarnya,
ada banyak hal yang dia suka, namun ia tidak begitu yakin kemampuan mana yang
cocok dan berguna untuk ia kembangkan. Meskipun begitu, gurunya dulu mengatakan bahwa Riza cukup berbakat dalam
bidang seni, terutama menggambar. Tapi Riza tidak setuju, meskipun ia menyadari
nilai dari gambar yang ia buat dulu selalu lebih baik dari nilai mata pelajaran
Bahasa Indonesia favoritnya.
Di
sini, di tengah-tengah lapangan
yang ditempati ribuan manusia dalam acara
Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK), Riza teringat masa-masa kelamnya dulu. Dimana ia mendaftar ke banyak kegiatan ekstra
ketika ia masih SMA, tapi tidak satupun dari kegiatan itu dapat membuatnya
bertahan lama. Riza sendiri tidak kesulitan dalam mempelajari hal baru, akan
tetapi ia merasa kegiatan-kegiatan yang ia ikuti tidaklah cocok untuk dirinya.
Sehingga tidak ada satupun kegiatan yang ia ikuti sampai akhir, semuanya putus
di tengah jalan.
“Riz, kamu mau ikut UKM atau UKK yang mana?” Perhatian
Riza yang awalnya tercurahkan pada kertas bergaris ukuran besar itu beralih
pada teman yang baru ia kenal beberapa hari ini. Nanda namanya. Namun Riza
tidak segera menjawab dan kembali meneruskan catatan yang awalnya ia kerjakan.
“Entahlah, paling tidak ada yang sesuai denganku,” jawab
Riza tak acuh. Saat ini,
mereka berdua bersama mahasiswa baru lainnya sedang menyimak penampilan dari
beberapa UKM dan UKK di universitasnya. Sebenarnya Riza tidak mengerti
seluruhnya dengan unit kegiatan yang dikenalkan. Namun apa salahnya mencatat? Siapa tahu,
suatu saat ia tertarik dan bisa langsung mencari tahu lebih dalam.
“Kamu berminat di bidang apa?” temannya itu bertanya
lagi. Sejak tadi Riza meyadari bahwa temannya begitu antusias pada setiap unit
kegiatan yang tampil, seolah dia akan mendaftar ke seluruh unit kegiatan itu. Bahkan, dia selalu sangat
antusias selama PBAK berlangsung sejak hari pertama, tapi menurut Riza,
sikapnya sangat berlebihan. Satu-satunya bagian paling menarik dari PBAK ini
adalah pada hari ini, dimana dia tidak perlu berbuat banyak; hanya menikmati penampilan UKM
dan UKK yang
sibuk menarik
perhatian maba untuk ikut dalam unit kegiatan mereka.
“Aku tidak berbakat dalam bidang apapun, mungkin menurut
orang gambaranku terlihat bagus namun aku tidak menyukainya,” jawab Riza agak
kesal, sejak dulu ia selalu buntu jika ditanyai tentang hal-hal seperti itu.
“Maksudku itu minat, bukan bakat. Hal apa yang kamu
lakukan, dan itu membuatmu merasa senang meskipun kamu tidak benar-benar bisa
melakukannya,” Nanda menjelasakan dengan nada agak ditekan, Riza adalah orang
yang sok tidak
acuh,
dan itu membuatnya kesal.
Penjelasan Nanda membuat Riza menemukan sesuatu, kali ini
ia benar-benar tertarik pada obrolan mereka. Riza menaruh alat tulisnya di
karpet kemudian menuntut penjelasan lebih rinci dari Nanda dengan gestur tubuh
menghadap Nanda sepenuhnya.
“Apakah minat lebih bisa diandalkan daripada bakat? Setahuku, bakat membuat orang-orang
lebih cepat dalam bersaing dan itu adalah keberuntungan; keberuntungan yang tidak dimiliki orang lain.” Nanda
menggelengkan kepala, menepuk-nepukkan tangan seoalah mendapatkan respon yang
ia inginkan.
“Tidak benar. Mau tau contohnya?” Nanda tersenyum meledek
pada Riza yang masih meragukan ucapannya dan menginginkan keterangan yang
lebih. Puas dengan wajah penasaran Riza, akhirnya Nanda berhenti meledek.
“Itu kamu. Kamu punya bakat du bidang menggambar, benar?
Tapi kamu tidak merasa senang dengan hal itu, karena kamu tidak suka
menggambar, dan kamu juga tidak berminat untuk melakukannya.”
Penjelasan Nanda yang menggunakan Riza sendiri sebagai
contohnya membuat mahasiswa baru itu mengangguk-anggukkan kepala. Dia
mempertanyakan mengapa ia baru menyadari hal ini. Jadi, untuk menentukan unit kegiatan
mana yang sesuai dengannya, salah satunya bisa diketahui dengan mencari tahu ia berminat dalam bidang apa. Tidak
harus memiliki bakat, karena semua hal bisa dipelajari.
“Lalu, unit kegiatan mana yang ingin kamu ikuti?” kini
Riza bertanya apakah Nanda sudah menentukan pilihannya, atau yang ia katakan
tadi hanya teorinya saja.
“Aku?” Nanda menunjuk dirinya sendiri. “Tentu saja sudah,
aku berminat di bidang kepenulisan. Aku suka membaca, dan sekarang aku ingin
mencoba untuk menulis.” Nanda meunjuk sederet huruf di kertas Riza, membuat
Riza membaca huruf-huruf yang tadi ia tulis.
“UKM Pena? Bukannya ini tentang penulisan karya ilmiah?” Riza bertanya-tanya, pasalnya ia tidak terlalu paham
dan hanya terterik pada namanya karena menurut Riza bagus. Riza mencatat nama
unit kegiatan tersebut beserta nama akun Instagramnya.
“Benar, tapi masih banyak tulisan-tulisan selain karya ilmiah yang dapat diasah
kemampuan menulisnya. Aku menyukai tulisan sastra, jadi aku berminat untuk
bergabung. Jadi apakah kamu sudah merasa tertarik untuk mengikuti salah satu
unit kegiatan?” Nanda menjawab dan diakhiri dengan pertanyaan yang tadi belum
ia dapatkan jawabannya.
“Ehm, aku belum tahu. Aku tidak tahu, aku berminat di
bidang apa, karena yang kusukai sering berubah-ubah.” Riza termenung menatap
barisan-barisan kalimat yang ia susun di atas kertas.
“Aku juga lumayan suka membaca sastra, mungkin aku juga
bisa bergabung ke unit kegiatan itu,” Riza memutuskan dengan begitu saja,
seolah pilihan yang ia ambil tidak memiliki dampak pada dirinya.
Nanda hanya menghela nafas dengan kesal melihat Riza yang
tidak memiliki pendirian, namun tidak dapat disimpulkan juga bahwa Riza akan
gagal dengan keputusannya
yang terkesan sangat spontan. Mungkin saja dengan ketertarikannya, ia bisa konsisten dan jadi
sastrawan terkenal.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.