Jelang Rakorwil, FKMTHI Jatim Gelar Seminar Nasional
lpmalmillah.com - Minggu,
(27/11/2022) Forum Komunikasi Mahasiswa Tafsir-Hadits Indonesia (FKMTHI) Jawa
Timur melaksanakan acara Seminar Nasional Bedah Buku Fenomena Berislam
bertempat di Aula Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) kampus 2
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo. Acara ini merupakan agenda pembuka
dari Rapat Koordinasi Wilayah (Rakorwil) yang bertemakan 'Konservasi Keilmuan
dan Solidaritas FKMTHI Jawa Timur.' Dimulai pada pukul 09.00 WIB,
seminar nasional tersebut diikuti oleh 72 peserta dari jurusan Tafsir-Hadits
yang berasal dari berbagai kampus di wilayah Jawa Timur.
Dalam
sambutannya, Koordinator Wilayah Jawa Timur (Korwil Jatim) mengatakan bahwa
solidaritas merupakan budaya yang penting dalam FKMTHI. Ia juga mengatakan
semoga budaya yang baik dalam sisi keilmuan ini dapat lebih ditingkatkan lagi. “[Hal]
yang terpenting dari FKMTHI Jatim ini adalah budaya solidaritas dan hari ini
terbukti. Kita perlu meningkatkan budaya baru berupa budaya intelektual dan
kami harap mampu membawa [budaya] yang lebih baik lagi dan lebih matang dalam
sisi keilmuan yang ada,” ungkap Nazih Hibatullah Muhammad.
Acara
seminar ini membedah buku yang berjudul Fenomena Berislam: Genealogi dan
Orientasi Berislam Menurut Al-Qur’an. Kegiatan ini diisi oleh Sahiron
Syamsuddin, guru besar bidang Tafsir Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga
(UIN SUKA) Yogyakarta dan Aksin Wijaya, guru besar bidang Ilmu Al-Qur’an dan
Tafsir (IAT) IAIN Ponorogo sekaligus penulis dari buku tersebut. Buku tersebut
membahas tentang epistemologi hingga aksiologi kajian Al-Qur’an. “Dalam buku
ini, saya menulis dari epistemologi ke aksiologi. Kalau kita membaca kajian
Al-Qur’an dari zaman dulu sampai sekarang atau bahkan akhir zaman, yang menjadi
objek kajian utama mereka adalah ontologi, epistemologi, serta aksiologi. Tulisan
ini mulai saya tulis [mulai] tahun 2021 sebelum saya dikukuhkan menjadi guru
besar,” jelas Aksin.
Di
samping itu, ia juga mengungkapkan bahwa kajian Al-Qur’an salah satunya
membahas tentang hakikat Al-Qur’an. Dalam hal ini, para pemikir terbagi ke dalam
tiga golongan besar yang memiliki pendapat yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. “Kajian dari Al-Qur’an diantaranya membahas tentang apa kakikat
dari Al-Qur’an [terbagi ke dalam tiga kelompok besar]. Kelompok
pertama yaitu para pemikir berhaluan Ahlussunnah Wal Jama’ah yang berpendapat
bahwa Al-Qur’an itu bersifat qadim dengan tokohnya adalah Imam Asy’ary.
Kemudian muncul Mu’tazilah yang mengatakan bahwa Al-Qur’an bersifat hadits atau
baru sehingga mereka berkeyakinan bahwa Al-Qur’an ini seperti makhluk. Terakhir ada Ibnu Rusydi dan para pengikutnya yang
menjadi penengah antara kedua pendapat diatas serta menjadi sintesis antara
keduanya,” ucap Aksin.
Lebih
lanjut, Sahiron mengatakan bahwa penafsiran itu harus disesuaikan dengan
keadaan yang ada pada suatu komunitas tertentu. Selain itu, penafsiran
Al-Qur'an pun akan terus dilakukan sampai hari akhir. “Kecocokan tafsir itu
menyesuaikan [dengan] kelompok atau komunitas tertentu. Tafsir yang dituliskan
oleh orang Arab belum tentu bisa diterapkan di Jawa sesuai dengan kondisi di
Jawa dan itu juga berlaku sebaliknya. Oleh karena itu, kita tidak bisa
mengklaim bahwa penafasiran ini yang paling benar. Penafsiran Al-Qur’an akan
terus dapat dilakukan sampai hari akhir, sebab keilmuan dan keadaan sosial semakin
berkembang dan kalam Allah juga semakin luas penjabarannya. Kalau kita terpaku
pada penafsiran ulama salaf dan mengabaikan penafsiran kontemporer, kita bisa
ketinggalan zaman,” ucapnya.
Menurut Koordinator Wilayah (Korwil) Jatim, selain berdasarkan kesepakatan panitia, acara ini dilaksanakan di Ponorogo sebab kultur keilmuan di Ponorogo yang tergolong cukup kuat. “Alasan memilih [IAIN] Ponorogo karena kesepakatan panitia sebab kultur keilmuan [di] Ponorogo masih pekat dan ada satu tokoh yang kami akui sebagai ayah dari mahasiswa Tafsir-Hadits Jawa Timur yaitu Pak Aksin Wijaya,” ungkap Nazih.
Sementara itu, Izzan Ghani Wafin selaku ketua pelaksana seminar buku ini mengatakan alasan lain perihal pemilihan agenda seminar ini berkaitan dengan kurangnya literasi dalam membaca. “Sebab kultur keilmuannya dan membacanya masih rendah. Maka, seminar ini diadakan sebagai landasan. Gampangnya [agar] kita tahu tugas utama mahasiswa adalah membaca,” ujar ketua pelaksana Seminar Bedah Buku ini.
Salah
seorang mahasiswa dari Universitas Yudharta Pasuruan merasa senang bisa
mengikuti acara ini karena menurutnya sangat berkesan. “Kesannya ya impresif
[dan] seneng, karena ilmunya banyak serta segala macem. Apalagi saya dikasih
kesempatan untuk bertanya, dapat ilmu, terus juga dapat bonus buku juga dari
pemateri [dan juga] dapat tanda tangan juga dari pemateri,” kata Faiq Aqil
Muhammad, mahasiswa semester 7 tersebut.
Muhammad
Fajrul Falach juga mengungkapkan merasa gembira dengan adanya acara ini.
Terlebih, ia baru pertama kali bertemu dengan pemateri asal UIN SUKA Yogyakarta
tersebut. “Sulit untuk diungkapkan sih sebenarnya, soalnya juga baru pertama
kali bertemu dengan Prof. Sahiron. Kalau Pak Aksin, alhamdulillah ini kali
ketiga,” ungkapnya selaku mahasiswa IAIN Kediri.
Tak
lupa, Sahiron berpesan agar FKMTHI menyusun program khusus yang jelas output-nya.
“Saya berpesan untuk FKMTHI nanti [agar] ada program yang output-nya jelas,
misalnya kegiatan menerjemahkan buku entah dari Bahasa Arab atau Bahasa Inggris
ke dalam Bahasa Indonesia yang [fokus] kajiannya berkaitan dengan Tafsir dan
Hadits. Bisa diagendakan setahun mungkin satu saja sehingga nanti [forum]
pertemuan selanjutnya bisa ditampilkan dan dibedah oleh penulis atau
penerjemahnya sekaligus bisa menghadirkan dosen yang sesuai dengan klasifikasi
keilmuannya,” pesannya.
Setelah
acara seminar nasional selesai, acara kemudian dilanjutkan dengan Rapat
Koordinasi Wilayah FKMTHI.
Reporter: Miftah
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.