Etiskah Mengubah Jadwal Sempro Seenak Hati?
(gambar: berandakampus.com)
Opini
oleh : Dwi Winarti
Skripsi merupakan salah satu hal yang
harus dilewati mahasiswa untuk
menyelesaikan masa studi S1
di kampus. Berbicara mengenai skripsi,
tentunya akan akrab pula terdengar
soal seminar proposal atau sering disebut sempro. Pada saat sempro, mahasiswa
akan mempresentasikan proposal skripsi yang telah dibuat di depan dua dosen
penguji.
Pelaksanaan sempro biasanya
dijadwalkan menjadi beberapa gelombang, tergantung kebijakan masing-masing
fakultas. Jadwal yang dibuat pasti sudah
diberitahukan jauh-jauh hari sebelum pelaksanaan. Setelah penentuan jadwal,
mahasiswa juga harus gerak cepat untuk menghubungi dosennya masing-masing. Selain itu, mahasiswa juga harus mempunyai
kesadaran tinggi dan sikap
peka terhadap dosennya. Sebab, setiap
dosen pasti memiliki karakteristik
yang berbeda-beda. Untuk itu,
mahasiswa harus punya
strategi yang baik untuk menghadapinya.
Namun,
siapa sangka jadwal yang sudah ditentukan tanggalnya sejak jauh hari tersebut
bisa mengalami perubahan,
baik dimajukan maupun diundur.
Hal ini kemudian menimbulkan
ketidaknyamanan bagi
sebagian mahasiswa. Apalagi, sempro
merupakan gerbang awal mereka untuk lanjut ke tahap skripsi.
Adanya perubahan jadwal ini seringkali di luar kendali
mahasiswa. Sebagian mahasiswa sudah
persiapan dengan matang untuk menghadapi sempro, tapi justru jadwalnya diundur.
Sebaliknya, sebagian mahasiswa yang lain justru harus melakukan sempro meski
dengan persiapan yang seadanya.
Kalau dipikir-pikir, perubahan jadwal
seminar proposal memang sesuatu
yang wajar. Mengingat, seminar proposal
merupakan hal yang bisa dibilang agak luwes dibandingkan dengan ujian
skripsi. Namun, perlu digarisbawahi bahwa perubahan jadwal ini harus didasarkan pada kesepakatan
antara mahasiswa dan
kedua dosen penguji. Namanya
saja kesepakatan, pastinya semua pihak terkait
harus sama-sama setuju. Lalu, bagaimana jika hanya disetujui oleh satu pihak saja?
Hal ini seperti
yang dirasakan salah satu mahasiswa
yang sempro
beberapa waktu lalu. Muna mengeluh akibat perubahan jadwal yang mendadak. “Harusnya jadwal yang dilakukan tanggal 20. Tiba-tiba, dosen mengajukan ujian
pada tanggal 14 dan waktu pengujian dosen 1 dan 2 tidak sama. Alasan perubahan
jadwal ini karena dosen penguji memiliki kepentingan. Bukan hanya saya saja
yang mengalami hal ini, tetapi beberapa teman saya juga mengalami hal yang
serupa,” ungkapnya.
Berkaca pada keluhan
tersebut, sudah sepatutnya bagi dosen penguji untuk tidak seenak hati mengganti jadwal seminar
proposal yang sudah dijadwalkan.
Memang, tidak bisa dipungkiri kalau setiap orang punya
kesibukan sendiri-sendiri. Tapi, ya
jangan terlalu mendadak, dong. Apalagi sampai mahasiswa masih harus
ujian mandiri karena masing-masing dosen menetapkan jadwal sendiri. ‘Kan,
jadi tidak efektif?
Lantas, apakah eksistensi mahasiswa
tidak dianggap tatkala keputusan hanya berpihak pada sang dosen saja? Apa mahasiswa harus berada di posisi yang manut-manut
saja? Tentu akan lebih baik lagi jika mahasiswa juga turut diajak berdiskusi perihal perubahan jadwal agar
persiapan dalam menghadapi seminar proposal bisa maksimal. Meski dianggap lebih ringan dari ujian skripsi, saya
kira tiap prosedur yang ditetapkan kampus ada bukan untuk digampangkan begitu
saja.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.