Mengintip Dampak Pengerukan Tanah di Desa Wringinanom
Features oleh: Rokhim
Udara pagi itu sangat sejuk. Udara yang membuat siapapun merasa malas untuk melakukan sesuatu. Namun, hal itu tidak terjadi pada saya dan teman-teman. Kami akan menuju ke sebuah tempat yang menggugah mata manusia, yaitu ke sebuah desa asri yang bernama Wringinanom. Desa yang disebut-sebut sebagai desa dengan mayoritas penduduknya adalah perajin genting.
Saya membonceng seorang teman yang bernama Arifin. Dalam perjalanan, mata kami tertuju pada sebuah gunung yang menjulang tinggi layaknya piramida. Rasa takjub kemudian muncul dari diri saya karena jarang melihat pemandangan tersebut. Sembari menikmati pemandangan tersebut, saya dibuat kaget dengan pertanyaan dari Arifin. Ia bertanya-tanya tentang sesuatu yang ia pikir sebagai menara pendek. Saya menanggapinya dengan tawa. Mana ada menara yang pendek? Kemudian saya menjelaskan bahwa itu bukanlah menara seperti pada umumnya, melainkan tempat pembakaran genting.
Setelah 10 menit, kami tiba di lokasi yang menjadi tujuan kami. Saya tercengang melihat apa yang ada di depan mata. Tempat tujuan kami yang awalnya dirasa memiliki suasana yang asri, nyatanya tidak sesuai ekspektasi. Aroma sangit menyeruak akibat pembakaran sampah yang ada. Kemudian, kami pun turun dari kendaran dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki. Tampak pohon-pohon jati dan beberapa daun keringnya yang berceceran mengiringi perjalanan kami.
Kami melanjutkan perjalanan dengan terus melangkahkan kaki dengan harapan jarak antara tempat yang dituju itu dekat. Sambil berjalan, kami berbincang mengenai kondisi jalannya yang sempit dan curam. Meskipun begitu, kami bisa mendapati pemandangan persawahan yang hijau. Sebuah pemandangan yang menggugah selera mata manusia. Hal tersebut membuat kami bersyukur telah mengambil keputusan untuk berjalan kaki dan bisa menikmati pemandangan tersebut.
Untuk mempersingkat waktu, kami pun mempercepat langkah kaki. Tak lama, ada suatu kejadian yang cukup kocak. Saat kita berjalan, ada suara gemuruh seperti gempa. Seketika kami berhenti dan mendengarkan suara gemuruh itu. Saya yang merasa cemas pun mengajak teman-teman untuk berjalan lebih cepat. Namun, tiba-tiba muncul sebuah truk. Kami kembali lega ketika menyadari bahwa suara gemuruh tadi akibat dari truk yang melintas.
Tak lama kemudian, kami tiba di tempat tujuan, yaitu lokasi pengerukan tanah liat untuk bahan produksi genting. Kami pun terkejut dengan lokasi tersebut. Ada banyak truk berlalu-lalang di lokasi. Terlihat juga ada beberapa pekerja yang sedang melakukan pengerukan tanah di sana. Rasa tertarik pun muncul dari diri kami. Sehingga, kami makin bergerak untuk menipiskan jarak.
Terlihat seseorang mendekat kepada kami. Beliau adalah sopir truk yang kerap dipanggil Pak Gaplek. Ia kemudian memberitahu kami bahwasanya inilah tempat pengerukan tanah paling besar di Desa Wringinanom. Ia juga menyatakan bahwa tanah ini memang dikhususkan untuk keperluan industri genting di Wringinanom. Pernyataan tersebut kemudian mengundang rasa penasaran kami. Jika dilakukan pengerukan seperti ini dan berlaku seterusnya, bukankah akan menimbulkan kerusakan lingkungan?
Namun, hal tersebut dibantah oleh pernyataan Pak Gaplek. Ia menjelaskan bahwa kegiatan pengerukan tanah di daerah ini malah menimbulkan efek yang positif. Dari yang semula sekitar tempat tersebut hanya bisa ditanami ketela, kini menjadi membuka lahan persawahan yang bisa dikelola dengan banyak jenis tanaman. “Jadi produktif [setelah dilakukan pengerukan tanah]. Dulu, tegal ini [hanya] ditanami ketela. Kemudian dikeruki hingga menjadi sawah ini. Nanti [bisa] ditanami padi, jagung, dan palawija,” tutur sopir truk tersebut.
Yanto selaku sopir truk lainnya, juga memaparkan mengenai kualitas dari tanah di tempat ini yang membuatnya menjadi daerah pengerukan terbesar di Wringinanom. Alasannya tidak lain karena tanah di tempat ini mempunyai kualitas yang bagus untuk pembuatan bahan baku genting. Namun, jika tanah itu dikeruk terlalu dalam, maka akan mengurangi kualitas tanah yang digunakan. Serta cara pengerukan di sini lebih memilih manual menggunakan tenaga manusia, karena jika menggunakan alat berat itu perizinannya juga cukup sulit.
Penjelasan tersebut membuat kami terkesiap. Kegiatan pengerukan tanah yang memang lebih sering merugikan alam, kini malah memberikan lahan penghidupan bagi masyarakat sekitar lokasi. Hal ini cukup menguntungkan bagi masyarakat yang ada di sana. Sayangnya, kami tidak bisa mengabadikan keadaan lokasi tersebut karena adanya satu dan lain hal. Meskipun begitu, kami tidak mempermasalahkan terlalu panjang hal tersebut.
Kami memahami bahwasanya tidak semua hal yang tampak negatif itu akan berdampak negatif pula. Dengan adanya aktivitas pengerukan tanah di Wringinanom ini akan memenuhi kebutuhan bahan baku pembuatan genting dan peningkatan produktivitas lahan di desa tersebut. Hal tersebutlah yang kemudian bisa membantu menyokong pemenuhan kebutuhan masyarakat desa.
PJTD 2023
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.