Ngaji Kebudayaan HMJ SPI, Irfan Afifi: Tegalsari Jadi Solusi dalam Ber-Islam
lpmalmillah.com - Kamis (16/11/2023), Himpunan Mahasiswa Jurusan
Sejarah Peradaban Islam (HMJ SPI) IAIN
Ponorogo mengadakan acara Ngaji Kebudayaan dengan tema “Pesantren Tegalsari: Semesta
Pemaknaan terhadap
Jawa dan Islam”. Acara yang bertempat di Gedung Indrakila ini dimulai pukul 13.45 WIB. Adapun
peserta yang hadir berasal dari kalangan mahasiswa dan sejarawan yang ada di Ponorogo.
Pegambilan tema ini dilatarbelakangi
adanya rencana alih status IAIN Ponorogo
menjadi UIN. “Alasan mengambil tema ini karena adanya rencana IAIN Ponorogo
akan alih status menjadi UIN. Di mana akan menggunakan nama tokoh
Tegalsari, yaitu
Kiai Ageng Muhammad Besari sebagai namanya. Maka, tidak afdal rasanya jika
tidak mengenalnya,”
ujar Miftahul
Munir dalam sambutannya.
Ngaji Kebudayaan diawali dengan penyampaian materi
oleh Fuad Faizin, pegiat Komunitas Jagongan Ponorogo. Ia memaparkan materi mengenai historiografi dan
warisan budaya dari Pesantren Tegalsari. Mulai dari silsilah keluarga Tegalsari, peninggalan bangunan, hingga sistem pendidikan
yang digunakan Pesantren
Tegalsari pada masanya.
Lebih lanjut, pada
materinya, Fuad
juga menyampaikan pernyataan dari Elout bahwa Pesantren Tegalsari disematkan
pada masanya sebagai Oxford-nya Jawa.
“Tegalsari dianggap sebagai Oxford Van Java. Jadi seperti Oxford-nya bagi
pesantren-pesantren di Jawa,” paparnya.
Materi kemudian
dilanjutkan oleh
Irfan Afifi, penulis
sekaligus budayawan. Ia menyampaikan bahwa Pesantren Tegalsari merupakan pesantren tertua di Tanah Jawa. “Sebenarnya tidak ada bukti tertulis
pesantren paling tua, kecuali
Tegalsari,
alias menurut bukti historis Pesantren Tegalsari merupakan pesantren tertua di Tanah
Jawa,” terangnya.
Terakhir, ia juga menyampaikan bahwa Kiai Ageng Muhammad Besari sudah melalui dua masa perubahan dan corak, mulai dari corak pengajaran Islam berbasis kearifan dan teladan hingga pengajaran yang sudah menggunakan kitab.
Dengan melihat sejarah Tegalsari dan Kiai Ageng Besari, Irfan Afifi berharap agar Tegalsari dapat menjadi titik tengah bagi perselisihan. “Saya membayangkan Tegalsari bisa menjadi jembatan. Kalau kita bisa membangkitkan nilai-nilai yang dihasilkan Tegalsari, bisa menjadi titik simpul dan solusi ketegangan dalam ber-Islam,” pungkasnya.
Diselenggarakannya Ngaji Kebudayaan
ini mendapat tanggapan positif dari Erwin Inu Dwi Saputra, mahasiswa jurusan MPI. Ia menyatakan
bahwa adanya acara ini memberikan keterbukaan pandangan terkait sejarah Islam di tanah Jawa, khususnya di Ponorogo. “Adanya acara ini memberikan
keterbukaan bagi mahasiswa terkait sejarah-sejarah Islam di tanah Jawa. Di mana, dalam acara ini
mengusung tema terkait Pesantren Tegalsari serta hubungan Kiai Ageng Besari
dengan beberapa tokoh yang belum diketahui oleh mahasiswa,” jelasnya.
Reporter: Anas
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.