Wewenang KPUM di Atas UU PEMIRA (?)
Opini: Feona
Derap perpolitikan Republik Mahasiswa (RM) IAIN Ponorogo kian menghangat. Pemilihan Umum Raya (PEMIRA) dihelat untuk
memilih ketua, wakil ketua, maupun anggota Organisasi Mahasiswa (ORMAWA) dalam
tingkat institut, fakultas, dan jurusan. Dengan adanya PEMIRA, mahasiswa dapat
memilih pasangan calon (paslon) untuk menjabat dalam satu periode ke depan. Semua mahasiswa sepatutnya turut berpartisipasi
dalam kontestasi politik ini. Sebab, PEMIRA merupakan salah satu bentuk
perwujudan dari demokrasi dalam miniatur negara ini.
Rangkaian PEMIRA dimulai dari pendaftaran hingga
penetapan calon terpilih. Dari rangkaian PEMIRA yang ada, salah satu agenda yang baru-baru ini
terlaksana adalah pengambilan nomor urut paslon yang telah diselenggarakan pada
Kamis (08/02/2024). Acara ini disiarkan secara langsung melalui media sosial Instagram
pada akun KPUM-I dan empat KPUM-F yang ada di IAIN Ponorogo.
Hal ini seperti yang telah diatur dalam UU RM IAIN
Ponorogo Nomor 1 Tahun 2023 tentang PEMIRA Bab V Pasal 72 ayat 3 yang berbunyi,
“(3) KPUM mengumumkan nama dan nomor urut calon
anggota SEMA Institut per daerah pemilihan dan pasangan calon ketua dan wakil
ketua DEMA Institut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui media massa
dan/atau lembaga penyiaran publik.”
Selanjutnya, ketentuan penetapan dan pengumuman calon dalam ranah fakultas turut dijelaskan pada Pasal 73 ayat 3 yang berbunyi,“(3) KPUM Fakultas mengumumkan nama dan nomor
urut calon anggota SEMA Fakultas per daerah pemilihan, pasangan calon ketua dan
wakil ketua DEMA Fakultas dan HMJ sebagaimana dimaksud pada ayat (2) melalui
media massa dan/atau lembaga pers mahasiswa.”
Selaras dengan pemaparan pasal di atas, KPUM-I maupun KPUM-F telah menjalankan tugasnya dengan mengunggah pengambilan nomor urut pada media massa Instagram. Yah, meski ada saja akun yang terlambat memberikan
pemberitahuannya, tapi tidak apa, dimaklumi saja. Ketika mengacu pada kedua pasal tersebut, catatan pentingnya adalah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) juga memiliki
peran dalam penyampaian informasi. Faktanya, LPM aL-Millah merupakan satu-satunya Lembaga Pers Mahasiswa
yang ada di RM IAIN Ponorogo.
Namun, yang disayangkan dalam proses peliputan pengambilan nomor urut tersebut, kru LPM aL-Millah tidak diperbolehkan
memasuki lokasi acara dengan berbagai alasan yang tidak konsisten. Padahal,
pada UU RM IAIN Ponorogo Nomor 1 Tahun 2023 Bab II Pasal 3, menyebutkan bahwa
penyelenggaraan PEMIRA harus memenuhi 11 prinsip. Salah satu prinsipnya adalah
terbuka. Lalu, alasan apa yang mendasari KPUM untuk tidak memperbolehkan kru
LPM aL-Millah mengikuti serangkaian acara tersebut?
Selain tidak diperbolehkan memasuki lokasi acara, kru LPM aL-Millah juga tidak diperbolehkan melakukan wawancara
kepada peserta tanpa seizin Ketua KPUM dengan alasan wewenang. Padahal di UU sudah jelas kalau pers juga
berhak menginformasikan hal-hal terkait penetapan dan pengumuman calon. Sedangkan, dalam menjalankan tugas LPM aL-Millah sebagai media massa, proses peliputan dan wawancara diperlukan untuk keaslian data. Juga, peserta PEMIRA seharusnya memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya
tanpa perlu izin kepada KPUM. Apabila dilogikakan, apakah suara peserta juga diatur oleh KPUM?
Oh, barangkali itu juga menjadi wewenang KPUM sekarang,
atau tidak? Sebab, rasanya sangat unik sekali melihat pers
mahasiswa yang bertugas meliput acara malah dihalangi ketika melakukan
peliputan. Apakah perlu kita maklumi lagi? Sebab, barangkali KPUM lupa jika di UU PEMIRA ada prinsip keterbukaan. Juga, tertutup bukan bagian dari asas PEMIRA, melainkan langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil
(Luber dan Jurdil). Tunggu, apakah mereka menerapkan asas ‘rahasia’? Sebab beberapa waktu lalu, diksi ‘rahasia’ yang dimaksud itu memiliki pemaknaan bahwa hanya Tuhan dan Ketua KPUM yang tahu, makanya dinamakan ‘rahasia’. Akankah demikian?
Sejauh ini, masih cukup membingungkan ketika LPM dibatasi aksesnya dalam mengikuti serangkaian acara PEMIRA, termasuk di dalamnya mewawancarai peserta dan harus menunggu izin dari Ketua KPUM dengan dalih wewenang. Barangkali KPUM perlu membaca UU PEMIRA-nya terlebih dahulu, agar bisa menerapkan prinsip dan asas dengan sesuai dalam menjalankan serangkaian agenda PEMIRA. Sangat disayangkan jika peraturan yang ada tidak dijalankan sesuai pantasnya. Apalagi, mengingat persoalan pembatasan akses ini tidak hanya sekali dua kali menimpa pers mahasiswa. Jadi alangkah baiknya, UU PEMIRA dibaca lagi dengan lebih saksama.
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.