Iklan Layanan

Cuplikan

Kawal Putusan MK: Aliansi Ponorogo Melawan Lakukan Aksi Demonstrasi di Depan Gedung DPRD Ponorogo

 

(Foto: Mila)

lpmalmillah.com - Jum’at (23/08/2024), ratusan mahasiswa Ponorogo, jurnalis, dan beberapa elemen masyakarat yang tergabung dalam Aliansi Ponorogo Melawan melakukan aksi demonstrasi di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Ponorogo. Aksi demonstrasi ini merupakan upaya untuk mengawal Keputusan Mahkamah Konstitusi MK Nomor 60/2024 dan Nomor 70/2024 tentang syarat usia dan threshold dalam pemilihan kepala daerah (PILKADA) yang coba dianulir oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI.

Aksi demonstrasi ini dimulai pukul 13.30 WIB. Para demonstran terlebih dahulu berkumpul di lapangan basket barat stadion Bathoro Kathong, kemudian berangkat bersama menuju Gedung Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Ponorogo dengan puluhan motor berarak-arakan. Dilanjut berjalan menuju depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Setiba di sana, mahasiswa yang terdiri dari IAIN Ponorogo, Universitas Muhammadiyyah Ponorogo (UMPO), Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII), Ikatan Mahasiswa Muhammadiyyah (IMM), dan aliansi jurnalis secara bergantian menyampaikan orasi dan beberapa tuntutan.

Dari beberapa tuntutan yang disampaikan, Agus Miftahul Arzaq, selaku Koordinator Lapangan (koorlap) Aliansi Ponorogo Melawan, menyatakan garis besar dari aksi demonstrasi kali ini. “Poin utama tuntutan kita ya perihal apa yang telah jadi putusan Mahkamah Konstitusi (MK), yang sempat dianulir oleh DPR RI, meskipun belakangan sudah dibatalkan. Namun, kita meminta komitmen DPR RI agar tidak mengutak-atik lagi peraturan yang telah dibuat oleh MK,” jelasnya.

Agus berpendapat bahwa cawe-cawe DPR RI melalui Badan Legislasi (Baleg) yang mencoba merevisi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan indikasi adanya kebejatan sistematik dalam praktik demokrasi di Indonesia. Hal ini juga berkaitan erat dengan dugaan politik dinasti di bawah pemerintahan Jokowi yang itu menunjukkan kualitas demokrasi. “Tentunya kami mengutuk keras tindakan presiden Jokowi dan kroni-kroninya yang telah disinyalir mengotak-ngatik konstitusi,” lanjutnya.

Dalam aksi demonstrasi ini, para demonstran sempat membakar ban bekas dan memaksa masuk Gedung DPRD Ponorogo sebagai bentuk ekpresi kekecewaan terhadap pemerintahan Jokowi. Namun disebabkan adanya pihak kepolisian yang menjaga gerbang, membuat para demonstran tidak bisa menerobos masuk. Hal ini membuat demonstran tidak bisa kondusif sampai perwakilan dari DPRD Ponorogo, Dwi Agus Prayitno dan Anik Suharto menemui demonstran.

Setelah demonstran menyampaikan tuntutan, mereka meminta perwakilan dari DPRD Ponorogo untuk menandatangani surat komitmen untuk mengawal putusan MK. Dwi Agus Prayitno menyatakan bahwa pihaknya juga sepakat terhadap putusan MK yang bersifat final dan mengikat. Oleh karena itu, ia menyepakati komitmen yang dibuat dengan para demonstran. “Kita mengawal itu dan dengan keyakinan, insyaallah keputusan MK akan tetap dilaksanakan. Jadi apa yang jadi tuntutan teman mahasiswa, kita mengamini mencoba untuk mendukung. Setelah ini kita langsung memberikan surat ke kantor pos untuk kemudian dikirimkan ke DPR pusat,” paparnya.

Adapun tuntutan dari aksi demonstrasi ini sebagai berikut:

1. Mengawal komitmen DPR RI dalam pembatalan revisi UU Pilkada tahun 2024 dan melaksanakan putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Nomor 70/PUU-XXII/2024 Tgl 20-08-2024. Sebab ketentuan pasal 10 Ayat 1 UU Nomor 7 Tahun 2020, menyatakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat.

2. Mengutuk segala bentuk upaya tindakan yang mencederai konstitusi seperti yang dilakukan oleh Pemerintah dan DPR RI.

3. Menolak dengan tegas wacana untuk menerbitkan Perpu yang berpotensi menjadi biang masalah baru, sangat tendensius dan akan mempengaruhi politik hukum pada Pilkada 2024

4. Mengajak DPRD Ponorogo dan seluruh elemen masyarakat Ponorogo untuk mengawal tuntutan di atas.

Beberapa peserta yang bergabung dalam Aliansi Ponorogo Melawan juga memberikan tanggapan atas kekecewaannya terhadap pemerintah. Salah satunya adalah Garda Anggaraksa, mahasiswa Universitas Muhammadiyyah Yogyakarta yang turut andil dalam aksi demonstrasi di Ponorogo. “Dinasti buat apa, sih, kalau di negara kaya gini gitu, ya? Kok bisa mengubah Undang-Undang sesuka hati,” ucapnya.

Salah satu anggota IMM UNMUH Ponorogo, Rifki Dwi Nugroho juga berpendapat tentang ketidakpuasannya, karena hanya beberapa pihak DPR saja yang menunjukkan kehadirannya ketika aksi demonstrasi berlangsung. “Harapan saya, mungkin ke depannya bisa menerima omongan mahasiswa dan juga rakyat yang lain dan ke depannya RUU bisa ditegaskan lagi,” harap Rifki.

Natan, salah satu anggota HMI turut memberikan pendapat agar pemerintah DPRD Ponorogo turut mengawal kebijakan dari MK. Ia berharap DPRD Ponorogo turut terlibat dalam aksi mengawal keputusan MK, serta berpartisipasi aktif dalam memberikan pencerahan kepada para mahasiswa dengan memberikan klarifikasi setelah adanya aksi demonstrasi tersebut. “Mengawal dari Undang-Undang kemarin, jadi putusan MK itu bagaimana? Karena di DPR kan ada baleg yang menggagalkan putusan MK. Tuntutan hari ini menginginkan pemerintah DPRD Ponorogo ini turut mengawal terhadap kebijakan dari pada MK sendiri,” ucap Natan.

 

Penulis: Munir, Paradila

Reporter: Munir, Paradila, Siti, Mila, Rokhim, Erik

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.