Usaha dalam Mencapai Hasrat Organisasi
(Ilustrasi: Pinterest.com) |
Opini:
Feona
Pengenalan Budaya Akademik dan Kemahasiswaan (PBAK)
merupakan suatu kegiatan yang diikuti oleh mahasiswa baru (maba) sebelum
memasuki bangku perkuliahan. Kegiatan ini bertujuan untuk mengenalkan
lingkungan kampus kepada maba, baik terkait budaya akademik kampus maupun
kemahasiswaannya. Sederhananya, menjadi batu loncatan bagi maba dalam mengenal
kampusnya.
Umumnya, PBAK di IAIN Ponorogo berlangsung selama 4
hari: 2 hari untuk institut dan 2 hari di ranah fakultas. Dalam kegiatan ini, biasanya
juga para maba diminta oleh kakak-kakak panitia untuk mengikuti segala
peraturan yang telah dibuat. Mulai dari dresscode, barang pribadi atau
kelompok yang sesuai clue, sampai atribut, semuanya diatur melalui perundang-undangan
PBAK ala panitia. Ketentuan yang telah diumumkan tersebut harus ditaati
oleh maba, jika tidak ya pasti ada konsekuensinya.
Sebagai mahasiswi yang baru tahun lalu mengikuti PBAK,
saya mendengar dan mengalami sendiri bahwa ketentuan yang dibuat itu justru
membuat para maba kepayahan. Pasalnya di PBAK 2023, mayoritas maba tidak mampu untuk
memenuhi segala ketentuan yang ada, baik segi persiapan hingga finansial. Ya,
tidak semua, tapi banyak. Apalagi terkait atribut yang ditentukan oleh panitia
PBAK per fakultas kepada mahasiswa-mahasiswi barunya. Dari keempat fakultas S-1
yang dimiliki IAIN Ponorogo, ketentuan-ketentuan yang diberlakukan sangat
bervariasi satu sama lain.
Barangkali teman-teman dapat melihatnya dengan teliti
pada akun Instagram PBAK masing-masing fakultas di tahun 2023. Namun, kali ini yang akan
disoroti adalah perihal id card. Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
(FTIK) menggunakan bentuk perisai dengan warna biru pada kertasnya dan berwarna
kuning untuk tali id card. Tidak hanya FTIK yang menggunakan bentuk
perisai, Fakultas Syariah (FASYA) pun menggunakan ketentuan yang sama. Namun,
hanya perbedaan warna pada kertas id card berwarna putih dan bertali
biru untuk perempuan, sedangkan laki-laki berwarna kuning.
Jika FTIK dan FASYA memiliki kesamaan, Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) dan Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah
(FUAD) juga memiliki sedikit kesamaan dalam ketentuan id card-nya. Kedua
fakultas ini sama-sama tidak membuat perisai pada id card-nya, tetapi
mereka mencetak id card lalu dimasukkan ke dalam mika yang berukuran b2.
Namun, perbedaan keduanya terdapat pada tali, FUAD berwarna biru dan kuning dan
untuk FEBI berwarna biru untuk perempuan, sedangkan laki-laki berwarna kuning
yang sama dengan FASYA.
Dari penjabaran ini saya sedikit mempertanyakan,
mengapa simbol dan warna itu yang digunakan oleh panitia? Sebab dalam kamus
Logika (Dictionary of Logic), The Liang Gie menyebutkan bahwa simbol
adalah tanda buatan yang bukan berwujud kata-kata untuk mewakili atau
menyingkat sesuatu artian apapun. Jadi, kiranya suatu artian apa yang hendak
disampaikan panitia secara tersirat sekaligus tersurat ini?
Padahal jika dilihat, kampus kita ini berwarna hijau,
(katanya) mendapat julukan kampus hijau, dan bahkan mayoritas pewarnaan pada
beberapa gedung juga berwarna hijau. Ya, mungkin saja panitia bosan dengan
warna hijau yang dilihatnya setiap hari atau malah ada tujuan dari pembuatan
aturan itu. Tentu saja ada tujuan. Tapi masa iya, simbol dan warna itu-itu saja
yang dipakai dari tahun ke tahun? Barangkali bisa tertarik ke bentuk lain deh,
kan kasihan persegi, lingkaran, dan jajar genjang, tidak dilirik eksistensinya.
Perlu digarisbawahi jika hal ini bukan hanya pendapat
pribadi saya saja, tapi juga ada beberapa orang menyadari bahwa unsur
kesengajaan dalam pembuatan aturan atau atribut untuk PBAK itu ada. Kemarin
saya sedikit berbincang dengan salah satu mahasiswa di lingkup kampus, ia
berkata bahwa atribut yang dikenakan maba itu secara tidak langsung menyiratkan
sebuah organisasi. Tidak hanya itu, beberapa panitia juga secara
terang-terangan menempelkan atribut organisiasi itu pada id card panitia
(di sisi baliknya) dan tempat minum panitia. Selain itu juga, beberapa panitia
acap kali memanggil maba dengan sebutan akrab organisasi tersebut.
Wah, apakah ini termasuk soft selling? Ah,
tidak juga. Sudah jelas begitu masa namanya masih soft selling.
Teman lain juga sempat bercerita kepada saya terkait
atribut PBAK sewaktu ia maba. Ia pernah bertanya kepada kakak tingkatnya, bahwa
id card yang dikenakan itu dimiripkan pada sebuah lambang dari suatu
organisasi. Selain itu, ia berkata bahwa dulu secara tidak langsung tengah didoktrin
untuk mengikuti dan menghargai organisasi itu oleh katingnya. Aduh, sikap
menghargai itu bukannya diberlakukan pada setiap eksistensi? Jadi tidak perlu
susah payah ditekankan begitu, pasti dihargai kok, kakak-kakak. Jangan terlihat
begitu haus penghargaan lah, kan panutannya ilmu padi.
Selain itu, ketika kru LPM aL-Millah mewawancarai Miftahul Huda selaku Warek
3 IAIN Ponorogo terkait kebijakan organisasi kemahasiswaan (Ormawa) intra dan organisasi
mahasiswa ekstra kampus (Ormek) selama PBAK, pihaknya menjelaskan bahwa pada
PBAK jangan dijadikan ajang promosi yang tidak sesuai tempatnya. Sudah jelas
betul jika namanya adalah pihak eksternal kampus, jadi hendaknya promosi tidak dilakukan
di dalam kampus atau masuk agenda kampus. Hal ini menjadi koreksi yang tentu
perlu menjadi perhatian serius. Sudah ada kebijakannya, tentu betul-betul
ditanggapi. Bukan malah mendarah daging sampai-sampai setiap agenda PBAK yang
terjadi selalu yang begitu-begitu saja.
Reporter: Feona, Rokhim
No comments
Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.