Iklan Layanan

Cuplikan

Lestarikan Warisan Budaya, Pramono Gelar Pameran Mothik

Foto: Zhalma

lpmalmillah.com - Minggu (16/02/2025), Paguyuban Pangerso Mothik Ponorogo atau biasa disingkat Pramono mengadakan sebuah acara bertajuk Pameran Mothik Ponorogo yang mengusung tema “Mbedhah Pusaka Ajining Dhiri, Dlondonge Wong Ponorogo”. Pameran mothik ini diadakan di Warung Wakoka yang berada di Jl. Menur, No. 147, Ronowijayan, Kecamatan Siman, Kabupaten Ponorogo.

Mothik merupakan senjata khas warok dari Ponorogo. Kata mothik berasal dari sebutan “menthok” yang tertulis pada catatan Raffles. “Mothik berasal dari kata ‘menthok’ dalam tulisan Raffles di ‘History of Java’. Nah, kemudian karena di Ponorogo akhirnya menjadi mothik,” jelas Gondo Puspito, salah satu pengurus dari Pramono.

Gondo juga menjelaskan bahwa terdapat berbagai macam mothik yang ditampilkan di pameran ini, seperti Mothik Irung Buta yang memiliki panjang 30 hingga 40 sentimeter. Selain itu, ada Mothik Lar Walang, umumnya mempunyai panjang 70 sentimeter. “Sebenarnya mothik adalah pedang sabet, digunakan untuk perkelahian atau pertarungan jarak dekat kalau Mothik Irung Buta, karena cuman panjang 30 sampai 40 sentimeter. Paling panjang [ukuran mothik] 70 sentimeter dan itu namanya Mothik Lar Walang,” papar Gondo.

Selanjutnya, Catur Prihandoko sebagai ketua dari Pramono menjelaskan bahwa tujuan diadakannya pameran ini ada tiga, yaitu pendidikan, kebudayaan, dan ekonomi. Mothik sebagai salah satu wujud kekayaan budaya Ponorogo dapat menjadi khazanah yang berharga. “Jadi, nanti bisa ada penelitian yang nanti ujungnya adalah mothik itu menjadi khazanah yang berharga bagi Ponorogo khususnya menjadi hak cipta senjata khas Ponorogo,” jelasnya.

Lebih lanjut, Catur menuturkan bahwa mothik bisa menjadi penggerak perekonomian masyarakat Ponorogo, misalnya dijadikan cendera mata. Pembuatan mothik sebagai cendera mata tentu bisa menghidupkan kembali pekerjaan para pengrajin besi. “Kalau perekonomian itu kaitannya dengan nanti kalau mungkin mothik sudah dikenai sosialisasi, itu kan bisa menjadi sesuatu yang menggerakkan ekonomi masyarakat Ponorogo,” tuturnya.

Menanggapi adanya pameran ini, Purwanto, salah satu pengunjung mengharapkan pameran semacam ini dapat diadakan setiap bulan. Menurutnya, benda-benda pusaka perlu dilestarikan karena termasuk dalam warisan budaya. Dengan demikian, budaya leluhur dapat dikenalkan kepada generasi mendatang.

Serupa dengan harapan Purwanto, Catur juga menyampaikan harapannya agar pameran ini dapat diselenggarakan lagi di kemudian hari. “Mungkin ikut eventnya [Grebeg] Suro mendampingi pameran keris atau Tosan Aji itu bisa berdampingan di situ, karena ini juga kekayaan Kabupaten Ponorogo yang harus kita junjung tinggi, sama seperti Tosan Aji juga,” pungkasnya.

 

Reporter: Feona, Zhalma
Penulis: Feona, Zhalma
Editor: Arifin

No comments

Komentar apapun, tanggung jawab pribadi masing-masing komentator, bukan tanggung jawab redaksi.